Beberapa hari berlalu cepat, setelah permainan panasnya dengan Vivi, Ranjiel tampak biasa saja. Cowok ganteng itu baru saja tiba di sekolah, ia memarkirkan motor dan segera meninggalkan parkiran. Tetapi Ranjiel berhenti sejenak, ia segera bersembunyi di balik pilar besar.
Waktu menunjukkan pukul lima subuh, dan Ranjiel tak menyangka jika ada orang lain yang datang secepat dirinya. Sejenak Ranjiel berpikir, apa yang menjadi alasan orang-orang itu datang lebih cepat? Cowok itu juga masih menimbang tindakan yang lebih baik. Mengikuti keduanya atau tidak.
Ranjiel melihat Tuti dan seorang pria baru saja pergi bersama ke area belakang sekolah. Rasa penasaran cowok itu juga menggebu dan membuatnya segera mengikuti. Ranjiel menjaga jarak, ia bahkan menjaga langkah, melihat kiri dan kanan.
Pada area belakang memang sepi, tidak banyak murid Algatari yang suka berada di sana. Selain gosip panas tentang keangkeran tempat tersebut, disana juga kerap menjadi sarang ular-ular berbisa. Yah ... tak heran, area belakang sekolah terhubung dengan lahan hutan yang cukup luas.
Drrrt ...
Drrrt ...
Ponsel Ranjiel bergetar pada saku celana, memaksa cowok itu segera berhenti dan menjawab panggilan yang baru saja masuk. Ranjiel menyembunyikannya tubuhnya di balik pohon besar, ia mengatur napas dan menelan ludah.
“Halo,” ujar Ranjiel dengan suara pelan.
“Anjiel, Yaya udah di sekolah. Anjiel di mana? Jadi nggak liat matahari terbit? Cepetan, Yaya takut sendiri, supirnya udah Yaya suruh balik.”
“Tunggu, Babang Anjiel ke sana sekarang.” Ranjiel langsung memutus sambungan telepon. Ia segera menatap ke arah Tuti dan pria yang entah siapa itu.
Kedua orang yang Ranjiel ikuti menghilang dari pandangan mata, Ranjiel juga yakin ada sesuatu yang menarik di sekitar sekolah mereka.
Ranjiel yang sudah mengurungkan niatnya segera pergi, ia berlari cepat ke arah sekolah dan harus bertemu sang pacar sebelum ada masalah lain.
Tak berapa lama Ranjiel berlari, ia sudah sampai di parkiran. Cowok itu berhenti dan segera menghampiri sang pacar, ia memasang senyum manisnya.
“Yaya,” tegur Ranjiel.
Lia yang sejak tadi menunggu dan duduk di atas motor Ranjiel mengalihkan pandangan, ia segera turun dan berlari ke arah Ranjiel.
“Anjiel, Yaya kan udah nunggu lama. Ih nyebelin, katanya mau nungguin di sini,” ujar Lia.
Ranjiel merentangkan tangan, dan saat itu juga Lia langsung memeluk Ranjiel.
“Uluh ... uluh ... pacar Babang Anjiel lagi manja,” ujar Ranjiel sambil memeluk Lia. Cowok itu membiarkan Lia memeluk tubuhnya erat, ia mengerti jika sang pacar sangat merindukan dirinya.
“Yaya kangen,” balas Lia yang kemudian melepas pelukannya pada tubuh Ranjiel.
Ranjiel membungkuk, ia mengecup pipi Lia dan tersenyum. “Ih, pipinya embem, Babang Anjiel gigit yah.”
“Jangan, kan sakit.” Lia segera menjauh dari Ranjiel, tetapi sial karena Ranjiel segera menahan tubuhnya. Lia masih berada di pelukan Ranjiel, tangan Ranjiel masih menahan bagian pinggangnya dan tubuh mereka juga begitu dekat.
“Yaya, mau digendong nggak?” tanya Ranjiel.
Lia menatap Ranjiel, ia menelan ludahnya. Wajah ganteng Ranjiel benar-benar tak bisa dianggap remeh, cowok itu selalu berhasil membuatnya terdiam.
“Yaya, kok nggak jawab?” tanya Ranjiel.
“Ah ... Yaya mau,” sahut Lia.
Ranjiel segera melepaskan Lia, ia berjongkok dan menatap Lia yang masih berdiri. “Ayo, cepetan naik.”
Lia segera naik ke punggung Ranjiel, ia mengalungkan kedua lengannya pada leher Ranjiel dari arah belakang. Cewek itu juga memejamkan mata saat Ranjiel berdiri dan memegang kedua bagian pahanya. Lia segera menahan tubuhnya dengan melingkarkan kaki pada pinggang Ranjiel, ia membelai rambut Ranjiel yang sedikit basah.
Ranjiel yang sudah berhasil berdiri segera melangkah pelan, masih banyak waktu untuk menatap matahari terbit. Cowok itu tersenyum, sedangkan Lia menyandarkan kepala pada bagian belakangnya.
“Babang Anjiel, kok kemaren nggak sekolah?” tanya Lia.
“Kemaren lagi males, kenapa? Yaya di gangguin sama orang?” tanya Ranjiel.
“Enggak. Yaya kan kangen, udah kangen tapi dilarang Mama jalan-jalan. Kan Yaya mau ke rumah Anjiel,” ujar Lia dengan nada manja.
Ranjiel melangkah tenang di pekarangan sekolah, ia menuju gedung SMA dan melewati lapangan. Cowok itu melirik Lia, ia tersenyum saat wajah manis sang pacar terlihat begitu imut.
“Ya udah, hari ini mau ke rumah Babang Anjiel? Nanti Babang minta ijin sama Mami Mertua.” Ranjiel segera melangkah lebih cepat, ia dan Lia kini berada di koridor lantai satu dan segera menuju tangga menuju roftoof sekolah.
“Yah, kok lewat tangga? Lewat lift aja,” ujar Lia saat tahu tujuan sang pacar.
“Lewat tangga, Babang Anjiel mau gendong Yaya sampe atas.” Ranjiel menaiki anak tangga, ia memang sengaja memilih tangga untuk mengulur waktu.
“Emang Yaya nggak berat?” tanya Lia.
“Berat banget. Yaya makan apa? Kok bisa berat gini?” tanya Ranjiel.
Lia segera merengut, ia memberontak. “Turunin, Yaya kan berat. Cepetan turunin!”
“Ih ... ih ... ngambek, dengerin dulu.”
“Kan Yaya berat, bilang aja Anjiel kepaksa gendong.”
“Yaya berat, bukan badannya.” Ranjiel berhenti, ia memiringkan kepala dan bertemu tatap dengan pacarnya.
“Terus?” tanya Lia.
“Cinta Babang Anjiel yang berat, kan Babang Anjiel cinta Yaya, jadi berat deh.” Ranjiel menahan tawa, ia bisa melihat pipi Lia yang bersemu.
“Anjiel nyebelin!” seru Lia.
Ranjiel mengecup sekilas bibir Lia, ia segera melangkah dan menaiki anak tangga dengan cepat. Sedangkan Lia yang mendapat perlakuan manis itu diam, hanya bisa termangu dan mengulang kejadian beberapa detik lalu sesering mungkin.
Beberapa menit berlalu, akhirnya Ranjiel tiba di roftoof sekolah. Cowok itu menurunkan Lia dan menatap pacarnya. “Anjiel tutup matanya dulu, kan mau kasi kejutan.”
“Kejutan apa?” tanya Lia dengan polosnya.
Ranjiel merogoh saku celana, ia segera mengeluarkan kain hitam. “Udah, nurut aja. Kalo dikasi tau namanya bukan kejutan.”
Akhirnya Lia hanya bisa menurut, matanya ditutup dengan kain hitam. Sedangkan Ranjiel yang telah menyelesaikan keinginannya segera menggenggam tangan Lia, ia membuka pintu dan menuntun Lia untuk melangkah.
Roftoof sekolah begitu luas, cahaya matahari baru menerangi tempat tersebut dengan remang. Ranjiel menatap pada bagian timur, sebentar lagi matahari akan menampakkan diri.
“Anjiel, Yaya pengen liat kejutannya.” Lia berusaha membuka penutup matanya.
Ranjiel menahan tangan Lia, ia segera menarik Lia ke dalam pelukannya dan memejamkan mata. Cowok itu masih merasakan hal yang sama, sesuatu yang sangat sulit untuk dijelaskan.
“Anjiel, buka yah. Yaya pusing nih,” ujar Lia.
Ranjiel melepas pelukannya, ia segera mendekati wajah Lia dan melumat bibir Lia. Tangan cowok itu melepas penutup mata yang Lia kenakan, ia kemudian menyingkirkan kain itu ke sembarang tempat.
Lia yang mendapat perlakuan demikian tak bisa menolak, saat penutup pada matanya terbuka, saat itu pula ia memejamkan mata.
Ranjiel segera memeluk Lia, ia menggigit pelan bibir bagian bawah Lia dan memasukkan lidahnya ke dalam mulut sang pacar. Tangan Ranjiel menahan bagian tengkuk Lia, ia juga memperdalam lumatan bibirnya.
Beberapa menit berlalu, Ranjiel segera melepas lumatan bibirnya. Cowok itu tersenyum, ia membersihkan bibir Lia yang basah dengan ibu jarinya. “Yaya, buka mata.”
Lia segera membuka mata, ia melihat jelas wajah Ranjiel yang begitu dekat dengannya. Cewek itu menelan ludahnya kasar, ia tak bisa mengalihkan pandangannya.
“Happy anniversary, udah empat tahun kita pacaran. Babang Anjiel sayang banget sama Yaya, maafin Babang Anjiel kalo punya banyak salah.”
Lia mengangguk, ia begitu bahagia saat Ranjiel selalu lebih dulu ingat tentang hari jadi mereka. “Anjiel, Yaya juga sayang, cinta, dan nggak mau ditinggalin. Anjiel nggak boleh berubah sama Yaya, Yaya nanti bisa sedih.”
“Coba liat, mataharinya udah terbit.” Ranjiel mencium lembut kening Lia, ia kemudian memeluk Lia.
Lia menatap matahari yang baru saja muncul, begitu indah dan hatinya lebih bahagia. Apa yang Ranjiel lakukan hari ini sangat romantis, ia tak menyangka jika pacarnya itu bertambah manis.
“Seneng nggak?” tanya Ranjiel.
“Seneng banget. Babang Anjiel, tadi itu romantis banget.” Lia tersenyum, ia bahkan memejamkan mata.
“Yang mana?” tanya Ranjiel.
“Pas Anjiel cium bibir Yaya.”
Ranjiel melepas pelukannya, ia segera mendekatkan wajahnya dan Lia. Cowok itu kembali melumat bibir Lia dan memeluk tubuh sang pacar.
Lia juga demikian, ia segera membalas ciuman Ranjiel dengan mata terpejam. Debaran jantungnya begitu tak teratur, desiran darahnya berjalan cepat.
Ranjiel melepas lumatannya. “Yaya, i love you.”
Lia membuka mata lagi, ia tersenyum. “I love you too.”
Ranjiel tersenyum, jawaban itu begitu manis. Ia termangu, kenapa pacarnya sangat menggemaskan?
Lia segera mengecup pipi Ranjiel, ia tertawa pelan saat Ranjiel menatap padanya. “Manis nggak?”
Ranjiel memegang pipinya, ia tak menyangka jika dicium dengan cara seperti itu sangat menyenangkan. “Yaya, udah mulai nakal yah.”
“Yaya nakalnya ama Anjiel aja.”
“Coba kasi tau lagi,” pinta Ranjiel.
“Yaya nakalnya ama Babang Anjiel aja. Yaya kan cinta Babang Anjiel,” balas Lia.
Ranjiel tersenyum, ia benar-benar senang hari ini. Sedangkan Lia segera memeriksa tasnya, ia mengeluarkan kado kecil dari dalam sana.
“Anjiel. Yaya udah siapin kado nih,” ujar Lia sambil memberikan kado kepada Ranjiel.
Ranjiel meraihnya kado itu, ia segera membuka dan melihat anting dengan lambang salib. Ada sepasang, dan Ranjiel sangat menyukainya.
“Suka?” tanya Lia.
“Banget,” sahut Ranjiel. Ia segera meraih satu anting, mendekati Lia dan memasangnya di telinga Lia.
“I-ini kan buat Anjiel,” ujar Lia yang cukup kaget dengan ulah pacarnya.
Ranjiel memberikan satu anting pada Lia, ia segera menyetarakan tinggi badannya dengan sang pacar. “Pasangin di telinga Babang Anjiel. Satu di telinga Yaya, satu di telinga Babang Anjiel.”
Lia menerima anting itu, ia segera memasangkannya untuk Ranjiel. Setelah selesai, ia menatap penampilan pacarnya. Begitu cocok saat menggunakan satu anting, ia tak menyangka jika daya pikat Ranjiel semakin kuat.
“Ganteng?” tanya Ranjiel.
“Huaaaa ... kok makin ganteng sih. Ntar makin banyak yang naksir,” ujar Lia dengan rengekan yang lumayan nyaring.
Ranjiel segera merogoh saku jaketnya, ia mengeluarkan ikat rambut dan mengikat rambut Lia. “Ihhh, kok makin cantik sih.”
Setelah Ranjiel selesai mengikat rambutnya, Lia segera mencari kaca. Ia melihat wajahnya dan menatap Ranjiel.
“Ayo foto,” ujar Ranjiel. Cowok itu segera memeluk Lia dari belakang. Ia meletakkan kepalanya di pundak Lia, ia mencium pipi Lia. Ranjiel menggunakan ponselnya untuk mengabadikan momen tersebut.
Lia segera tersenyum, ia menatap pada kamera dan saat itu pula Ranjiel mengambil gambar mereka. Lia tak bergerak, ia merasakan pelukan Ranjiel semakin erat dan menikmatinya.
“Ih manis banget, Yaya kok tambah embem?” tanya Ranjiel sambil mengamati foto mereka.
“Abisnya makan gombalan Anjiel terus. Manis tau,” sahut Lia.
Ranjiel tertawa, ia kemudian mengambil beberapa foto lagi. Lia juga sangat merasa nyaman, ia terus tersenyum dan tertawa lepas.