Setelah Vivi pergi ke kamar mandi, Ranjiel melanjutkan kegiatannya. Cowok ganteng berkulit putih itu sedang bermain game online kali ini, ia terlihat fokus dan tak peduli pada sekitarnya.
Ranjiel bermain game Mobile Legends, salah satu game yang masih berjaya walau sudah lama ada. Cowok itu juga tergolong pro player dan sering menggunakan hero role assasin, tank, fighter, bahkan mage dan suport.
Kegilaan Ranjiel pada game membuat sebagian besar uangnya digunakan untuk membeli item game. Jumlah yang ia keluarkan juga tidak sedikit dan membuat akun game miliknya memiliki nilai jual puluhan juta.
“Yah, dasar nub. Kalo nggak bisa main jangan,” ujar Ranjiel kesal. Teman satu timnya beberapa kali mati ditangan tim lawan. Ia mendesah pasrah, kali ini mungkin benar-benar sial karena bertemu dengan player yang tak bisa membaca map kecil pada kiri bagian atas game play.
“Maaf, Bang. Tadi kena stun Selena,” sahut seseorang yang sedang bermain dengan Ranjiel.
“Udah, mending lo push turret aja dah.” Ranjiel kembali tersenyum kala hero yang ia gunakan hidup, cowok itu segera memainkan analog pada ponselnya menuju jalur tengah.
“Siap, Bang. Saya push turret bawah aja,” ujar salah satu teman satu tim Ranjiel.
“Ati-ati ama si Franco, di tarik mampus lo.”
Ranjiel kembali fokus pada permainannya, ia menggunakan hero dengan role assasin kali ini. Jemari cowok ganteng itu terlihat begitu cepat, menari di atas layar ponsel dan melancarkan beberapa serangan.
“Bang, tolongin gue!” seru salah satu teman satu tim Ranjiel.
“Makanya gua suruh beli item roam ama sepatu mana o'on!” tegas Ranjiel yang kembali terlihat kesal.
“Ngapain sih lo, ngomel-ngomel nggak jelas dari tadi.” Suara Vivi terdengar jelas. Cewek cantik itu sudah mengenakan pakaian lengkap, sedangkan rambutnya terlihat masih basah.
Ranjiel melirik sahabatnya itu. “Dapat tim acak, tapi begok semua.”
“Lo main game apaan sih?” tanya Vivi penasaran. Cewek itu mendekat dan menatap layar ponsel milik Ranjiel.
“Suren aja deh, suren!” tegas Ranjiel sambil menatap gemas layar ponselnya.
“Jangan dong, Bang. Ini kita masih bisa epic comeback.”
“Pala lo epic comeback. Capek ui, udah nggak ada harapan, gold ama level hero kalah jauh, salah sendiri ngasi musuh makan di awal.” Ranjiel langsung memilih menu pada game, ia mengkliknya dan menunggu teman satu timnya menyetujui niat untuk menyerah.
“Suren! Kalo suren semua gua kasi diamond dua rebu per orang,” tawar cowok itu.
Dengan cepat teman satu tim Ranjiel menyetujui voting tersebut, dalam waktu sekejap game berakhir dan Ranjiel meletakkan ponselnya di atas meja.
“Lo kalo main game bener-bener lupa daratan. Begini lo kalo ama si Lia?” tanya Vivi.
Ranjiel mengangguk, ia kemudian meraih ponselnya dan keluar dari aplikasi game online. Cowok itu segera membuka beberapa pesan masuk, ia tersenyum saat melihat pesan dari pacarnya.
Dedek Yaya : Anjiel, tau nggak Pipi kemana? Tadi Teh Oreo nanya ke Yaya.
Ranjiel segera membalas pesan itu, ia melirik Vivi sebentar dan kembali fokus pada ponselnya.
Anda : Nggak tau, ntar kalo Babang Anjiel tau, Babang kasi tau ke Dedek Yaya.
Ranjiel langsung mengirimkan balasan pesan tersebut, ia kembali meletakkan ponselnya. “Lo kenapa kabur dari Theo?”
“Bukan urusan lo,” sahut Vivi agak judes.
“Yeee dasar cewek, mau PMS lo ya?”
“Udah dibilang bukan urusan lo, nape dah bocah masih ngeyel?” tanya Vivi dengan raut wajah agak kesal.
Ranjiel menahan tawa, ia kemudian memikirkan beberapa pantun yang bisa digunakan untuk menggoda Vivi.
“Nape lo liat-liat? Gue tau gue cantik,” ujar Vivi yang segera berdiri dan meletakkan handuk di atas meja.
“Uncle muto makan paya,” ujar Ranjiel sambil tertawa kecil. “Bocah napa ya?”
“Pantun lo nggak lucu,” ujar Vivi kesal.
“Makanya cerita, lo kenapa?” tanya Ranjiel sambil bersandar pada kursi putarnya.
“Udah dibilang bukan urusan lo, masih aja ngeyel.”
“Ya udah iya. Maaf Nyi Roro Kidul,” balas Ranjiel.
“Tadi lo kepo, sekarang ngatain gue kek si Tuti. Gue bukan Nyi Roro Kidul!”
“Astaga Pipi, marah-marah mulu lo. Jangan emosi terus nape, ntar lo jadi tepos.”
“Ranjiel ... lo ngeselin banget sih!”
“Lo kesal ya?”
“Menurut lo?”
“Nggak kesel sih, lo lagi ngegoda gua aja sekarang.” Ranjiel melirik bagian d**a Vivi yang terlihat agak besar dari milik sang pacar, ia mulai berfantasi gila dan membayangkan hal yang tidak-tidak.
“Eh, cucu Sugiono, jangan kegoda ama gue.”
“Makanya pakek BH, Pipi! Noh p****g lo nyembul kek bisul,” balas Ranjiel sambil menunjuk tepat pada p******a milik Vivi.
“Bocah edan!” maki Vivi.
Ranjiel tak peduli, ia segera berdiri dan meraih handuk miliknya. Cowok itu segera menuju kamar mandi, ia perlu air dingin untuk menenangkan batang keramat yang sudah mengeras sejak tadi.
Ranjiel berhenti melangkah, ia melirik Vivi yang kini sedang berbaring di kasur empuk miliknya.
“Nape lirik-lirik?” tanya Vivi.
“Vi, gue mau ena-ena ama lo.” Ranjiel meletakkan handuk pada pundak kirinya, ia melipat tangan pada bagian d**a dan menatap Vivi tajam.
“Buset ... lubang punya Theo juga mau lo bobol.” Vivi menatap tak habis pikir.
“Sebelum ama lo, gue juga sering tukar pasangan ama Theo. Mau kagak?” tanya Ranjiel dengan gamblang.
“Yakin mampu lawan gue?” tanya Vivi.
“Lo berani taruhan?” tanya Ranjiel tanpa menjawab pertanyaan Vivi.
“Taruhan apaan dulu?”
“Kalo gue menang, lo harus beliin gua Ducati Panigale V4S.”
“Astoge! emang ya, kalian tuh cowok m***m yang nggak bisa liat body seksi. Untung Theo udah tobat buat mainin cewek.”
“Lo takut taruhan ama gue?” tanya Ranjiel.
“Lo emang bangke, selain sangean lo juga matre!”
Ranjiel segera mendekat, ia mendorong Vivi yang sedang duduk hingga berbaring di atas kasurnya. Cowok itu segera menyerang bagian p******a Vivi, menjilatnya dari bagian luar yang hanya dibatasi kain tipis.
“Begok ... Anjeli lo ah ... bangke,” ujar Vivi yang terus mendapat serangan dari Ranjiel.
Ranjiel menyudahi aksinya, ia segera melumat bibir Vivi dengan tangan kanan yang meremas bagian d**a Vivi. Cowok itu memejamkan matanya, ia menggigit bibir bawah Vivi dan merasa menang saat cewek itu melayani lumatan bibirnya.
Keduanya kini saling melumat, Ranjiel yang merasa bosan segera mengubah posisi dan Vivi berada di atas tubuhnya. Cowok itu tak tinggal diam, ia menyelusupkan tangannya ke dalam baju yang Vivi kenakan, mengelus bagian pinggang Vivi.
“Eum!” Desahan itu tertahan, Vivi yang sejak tadi memejamkan matanya dengan tenang segera membuka mata.
Dengan cepat Ranjiel membuka mata, melepas lumatan pada bibir Vivi dan menatap cewek itu teduh.
“Kok berenti?” tanya Vivi.
“Lo mau pakek gaya apa?” tanya Ranjiel tanpa menjawab.
“Apa aja. Jangan bikin gue sange terus nggak lo tuntasin,” balas Vivi.
“Kamar mandi aja, sambil gue mandi.”
Vivi segera mengubah posisi, ia segera bangkit dan menatap Ranjiel yang masih berbaring. Ranjiel yang mendapat tatapan dari Vivi hanya tersenyum, ia kemudian duduk lalu bersandar pada kepala ranjang.
“Vi, buka baju lo depan gue dong.” Ranjiel meraba bagian bawah pusarnya, ia merasakan kejantanannya semakin mengeras.
“Ranjiel!”
“Vi, gue sange nih. Cepetan nape,” ujar Ranjiel lagi.
Vivi yang tak punya pilihan lain segera membuka baju, ia melemparkan baju itu tepat ke arah wajah Ranjiel dan berhasil mengenainya.
“Pipi jaat ih, Anjiel buat desah terus ntar biar capek.” Ranjiel menyingkirkan baju yang menutupi wajahnya, ia menatap Vivi yang kini berdiri tanpa sehelai benangpun pada tubuh bagian atas.
p******a Vivi terlihat begitu kencang, p****g berwarna merah muda terlihat menggemaskan. “Vi, gede banget. Gue nenen dulu deh sebelum mandi.”
“Lo mau main di kasur apa di kamar mandi sih?” tanya Vivi.
“Nenen bentar nape, gue kan pengen ngerasain juga.” Ranjiel segera mendekat, ia menarik tangan Vivi dan membuat Vivi berada di atas kasur. Cowok itu langsung saja menyerang p******a Vivi, melumat p****g p******a itu dan memainkan bagian p******a yang lain dengan tangannya.
“Ah, Anjiel ... enak,” ujar Vivi yang sekejap saja langsung terbuai.
Ranjiel tak menyahut, ia masih sangat betah melumat p****g p******a Vivi. Tangan Ranjiel yang semula meremas p******a Vivi segera turun pada bagian perut Vivi, dengan sengaja Ranjiel menyelusupkan tangannya ke dalam celana longgar yang Vivi kenakan.
“Ah ... Anjiel, geli ... bangke lo, ah yah!” Vivi meracau saat tangan Ranjiel meraba kewanitaannya.
Cowok itu segera memasukkan satu jari bagian tengah ke dalam liang nikmat Vivi, ia juga menggigit kecil p****g p******a Vivi.
“Eemmmsss ... ah, Anjiel lagi.” Vivi menjilat daun telinga Ranjiel.
Ranjiel masih terus menyusu seperti bayi, tangannya terus bermain pada kewanitaan Vivi, dan ia memasukkan dua jarinya ke dalam liang kewanitaan Vivi.
“Ah ... ah ... Anjiel gue sange,” ujar Vivi disela deruan napasnya. Vivi memejamkan mata, ia merasakan kewanitaannya berkedut.
Ranjiel segera melepas kulumannya, ia mengulum p****g p******a Vivi yang lain dan mengisapnya agak kuat. Tangan Ranjiel bergerak agak cepat, ia bahkan memainkan k******s Vivi yang sejak tadi menganggur.
“Anjiel, ah ... cepetan! Ah ... jilat punya gue dong, Jiel.” Vivi membuka mata, ia dengan tak tahu malu meminta Ranjiel terus memanjakannya.
Ranjiel melepas kulumannya pada p****g p******a Vivi. “Vi, lo mau gue jilat sampe keluar nggak?”
“Mau Anjiel, gue mau!” tegas Vivi yang benar-benar sudah tak tahan.
“Lo bener-bener bikin sange, Vi. Telentang Vi, terus ngangkang, gue jilat sampe keluar.”
“Jiel, ah ... enak banget, nenen lagi Jiel, udah gitu jilatin punya gue.”
“Lo ratunya,” jawab Ranjiel dan segara melumat p****g p******a Vivi.
Vivi kembali memejamkan mata, tangan Vivi mengelus bagian kejantanan Ranjiel dan meremasnya pelan. “Ah ... Jiel, gede banget.”
Ranjiel melepas kulumannya. “Gede dong, ntar masuk ke lubang lo kok, Vi.”
“Yang dalem yah,” pinta Vivi.
“Sedalam apa?” tanya Ranjiel.
“Ah ... sedalam yang lo bisa.”
Ranjiel segera mengubah posisi, Vivi kini berada di bawah tubuhnya. “Vi, gue jilatin sekarang yah.”
Ranjiel bangkit berdiri, ia segera membuka celana yang Vivi kenakan. “Lo nggak pakek kolor dari tadi, gilaaaa ... gue nggak sabar pengen jilat.”
“Jiel, jilatin cepet.”
“Sabar, Vi. Udah cepetan ngangkang,” ujar Ranjiel.
Vivi segera mengangkang, ia kemudian mengelus bagian kewanitaannya. “Jilatin k******s dulu ya, enak banget pas lo sentuh tadi.”
Ranjiel yang melihat posisi Vivi segera bergerak, ia mendekatkan wajah pada kewanitaan Vivi dan membuka bibir kewanitaan Vivi dengan tangannya. Di julurkannya lidah, menjilat k******s Vivi yang sejak tadi sudah menunggu.
“Ah ... Anjiel, ini enak banget!” seru Vivi sambil meremas seprai hitam pada kasur Ranjiel.
Ranjiel kembali menjilat k******s milik Vivi, tangannya menahan kedua paha Vivi.
“Ah ... Anjiel! Terus ... enak Jiel, ah ... enak.” Vivi meracau tak karuan, ia memejamkan mata dan menahan tubuhnya yang bergetar menerima serangan lidah Ranjiel.
Ranjiel kemudian melumat bibir kewanitaan Vivi, ia kemudian memasukkan lidahnya pada liang nikmat Vivi.
“Ah yah! Emssss Anjiel, lagi Jiel jilat. Ah ... Anjiel ... geli, Jiel.” Suara Vivi terdengar agak bergetar, ia membuka mata pelan dan terus menikmati jilatan Ranjiel di bawah sana.
Vivi segera meremas payudaranya sendiri, ia memainkan putingnya yang sudah sangat mengeras.
Ranjiel masih terus menjilati kewanitaan Vivi, ia menjauhkan wajahnya dan membuka belahan itu. Dijilatnya kembali tetapi dengan perlahan.
“Anjiel! Ah ... ah ... yah! Terus, Jiel ... enak banget.”
Ranjiel hanya menurut, ia kemudian melumat k******s Vivi dan tangannya mengelus bagian perut rata Vivi.
“Ssstttt ah ... yah!”
Ranjiel segera menyudahi aksinya, ia membuka celana dan segera menggesekkan ujung kejantanannya pada belahan kewanitaan Vivi.
“Enak nggak, Vi?” tanya Ranjiel sambil terus mempermainkan Vivi.
“Masukin Jiel, gatel banget lubang gue.” Vivi terus meremas payudaranya.
“Vi, abis hari ini kita ena-ena terus mau nggak?” tanya Ranjiel.
“s**t! Ah ... Jiel ... masukin, ah ... geli Jiel, enak ... enak banget.”
Ranjiel tertawa kecil, ia dengan sengaja mengeluskan ujung kejantanannya pada k******s milik Vivi. Cowok itu dengan cepat memasuki kewanitaan Vivi, sekali entak dalam dan cukup kuat.
“ANJIEL ... AH ... ENAK!” Suara Vivi terdengar nyaring, sedangkan Ranjiel bergerak pelan.
“Vi, bakpo lo enak sumpah, tembem gitu.”
“Gerakin cepat dikit, Jiel.”
Ranjiel menurut, ia memompa kewanitaan Vivi agak cepat dan mengatur kedua kaki Vivi berapa pada bahunya. Ranjiel menatap Vivi, ia tertawa kecil saat Vivi masih memilin p****g payudaranya sendiri.
“Vi, lo mau gua nenenin lagi nggak?” tanya Ranjiel.
“Sambil goyang nenen di gue ya?” Vivi balik bertanya.
“Iya, lo mau?”
“Mau Jiel, gue mau.”
“Sange banget ya?”
“Anjiel, puasin gue.”
Ranjiel segera melaksanakan tugasnya, ia kembali melumat p****g p******a Vivi. Pinggul Ranjiel tetap bergerak pelan, sedangkan mulutnya mengisap kuat p****g milik Vivi.
“Ah ... ah ... Ranjiel.”
Desahan Vivi memenuhi ruangan, sedangkan semangat Ranjiel semakin berkobar dan tanpa lelah memasuki liang surga milik pacar sahabatnya.