Episode 10 : Rencana yang Ditentang

1153 Kata
"Jika memang kehadirannya dalam dunia CEO karena buku usang pemberian Shean, harusnya ia juga bisa kembali ke dunianya melalui buku itu, kan?" Episode 10 : Rencana yang Ditentang. “Keputusan yang juga mengancam masa depan Yang Mulia Putra Mahkota bahkan kerajaan Safron?!” Putri Hazel kian meledak-ledak. Mata cokelatnya kian menjerat Shelena dengan tatapan tajam. Membuat yang bersangkutan semakin tersudut sekaligus ketakutan Putri Hazel bisa merasakan betapa takutnya Shelena kepadanya. Betapa bingungnya wanita berambut hitam dan menjadi satu-satunya sosok berambut hitam di tengah kebersamaan, hanya karena penegasannya. “Jangan membuatnya semakin bingung,” ucap Pangeran Zean yang datang tanpa pengawalan. Persis di tengah Putri Hazel dan Shelena, pria bermata teduh itu berdiri. Manatap Putri Hazel dan Shelena silih berganti, meski ketika tatapannya terarah pada Shelena, tatapannya tak menajam. Melainkan sebuah ketulusan bahkan rasa kagum. Shelena belum bisa sepenuhnya bernapas lega, meski kehadiran Zean membuatnya terlepas dari pertanyaan Putri Hazel. Sebab, ia sendiri tidak tahu, apakah Zean bisa ia percaya, juga, apakah justru Putri Hazel yang bisa ia percaya? Atau justru, tidak ada satu pun dari keduanya yang bisa ia percaya? Ia sedang di dunia lain. Tentu, menghadapi orang yang belum ia kenal seluk-beluknya sama saja berhadapan dengan musuh. Shelena harus berhati-hati pada siapa pun yang ada di sana. Putri Hazel mendengkus dan menatap sebal Zean. Zean sendiri masih dengan gaya tenang yang sedari awal Shelena melihat, memang sudah seperti itu. “Semua penghuni kerajaan Safron tahu, kepulangan Putra Mahkota kali ini membawa calon ratunya yaitu Shelena dan langsung Putra Mahkota bawa untuk tinggal di kamarnya. Jadi, jangan menyalahkan Shelena jika Shelena kembaki ke kamar Putra Mahkota, karena itulah yang diinginkan Yang Mulia Putra Mahkota.” Lanjutan penjelasan Zean semakin membuat Putri Hazel kesal. Puncaknya, gadis yang memiliki sorot mata tajam layaknya CEO itu bergegas pergi dengan langkah yang sempat dientakkan. Tinggal Shelen dan Zean berikut kedua pelayan Shelena. “Terima kasih,” ucap Shelena tulus dengan sisa rasa takut berikut tegang yang masih menyelimuti. Zean tidak memberi respons berarti. Hanya tersenyum tipis kemudian berlalu. Shelena merasa jika Zean memang sengaja menjauhinya. “Apakah aku telah berbuat salah? Tapi, bukankah aku tidak melakukan apa-apa?” pikir Shelena yang kemudian memasuki kamar CEO dengan benak yang dipenuhi tanya. Kenapa hidupnya selalu diselimuti masalah? “Kalau boleh aku tahu, kenapa semua orang di sini berambut keemasan?” tanya Shelena sesaat setelah balik badan dan membuatnya menghadap kedua pelayannya. Bukannya menjawab, kedua pelayan tersebut justru saling lirik dan terlihat jelas ketakutan. “Kalian kenapa? Kenapa kalian justru menjadi ketakutan seperti itu?” Shelena menatap bingung kedua pelayannya. *** Di Aula kerajaan, pada ruang yang tidak sepenuhnya terbuka tersebut, CEO berdiri di tengah majelis kerajaan menghadap Raja Jestarasa di atas singgah sana. Para majelis tampak sibuk berbisik serius satu sama lain sambil melirik tak habis pikir CEO yang memasang wajah serius sekaligus tegas membalas raja mereka. “Putra Mahkota, pertimbangkan lagi keputusanmu.” Raja Jestarasa menatap CEO sangat serius. “Tidak ada yang perlu dipertimbangkan, Yang Mulia. Pilihanku tetap Shelena. Aku akan menikahinya dan menjadikannya sebagai satu-satunya wanita dalam hidupku.” CEO mengatakannya tanpa keraguan sedikit pun. Setelah mendengar pengakuan CEO, para majelis yang kebanyakan pria berumur, langsung riuh dan terlihat keberatan, tidak bisa menerima keputusan CEO. “Keberatan, Yang Mulia! Gadis itu dari golongan berambut hitam. Kita bahkan tidak tahu asal-usulnya. Karena bisa jadi, dia justru rakyat dari kerajaan Sartavus! Akan terjadi pertumpahan darah jika itu memang benar, Yang Mulia ....” Huan--pria berjenggot panjang warna emas itu begitu ketakutan. Pria yang menjabat sebagai Dewan Majelis di kerajaan Safron dan merupakan juru bicara di sana itu sampai berjalan ke tengah meninggalkan tempat duduknya. CEO melirik tajam Huan yang juga ia ketahui selalu mempengaruhi keputusan raja berikut masa depan kerajaan. Di mana tak lama kemudian, dari sekeliling mereka, semua dewan majelis serempak berseru, “kami mohon, Yang Mulia ... pertimbangkan lagi keputusan Yang Mulia.” “Demi masa depan kerajaan Safron, Yang Mulia. Saya benar-benar memohon ...,” sambung Huan sambil membungkuk di sebelah CEO pada Raja Jestarasa. CEO kembali melirik sinis sekelilingnya terlebih pada Huan. “Aku yang akan menikah, kenapa kalian yang ribut?!” cibirnya lirih. “Karena keputusanmu dan semua yang berhubungan denganmu juga berpengaruh besar pada nasib kerajaan ini, Yang Mulia Putra Mahkota,” ucap Huan sopan sambil membungkuk. CEO yang bungkam melirik Huan penuh kebencian. Kemudian ia menatap Raja Jestarasa yang masih bungkam dan jelas sedang memikirkan mengenai keputusan yang akan diambil. “Kalau memang tidak ada putri dari kerajaan sekutu yang Yang Mulia Putra Mahkota pilih, Yang Mulia juga bisa memilih putri-putri dari bangsawan kerajaan Safron?” usul Huan yang kemudian melirik ke sekitar di mana tak lama setelah itu, dewan majelis di sana serempak mengiyakan usulnya. “Iya Yang Mulia. Pilih saja putri-putri dari bangsawan kerajaan Safron. Bahkan Yang Mulia juga bisa memilih lebih dari satu ... bebas!” seru para dewan majelis. CEO masih bungkam tanpa tanda-tanda akan menyetujui usul dewan majelis. “Yang Mulia Putra Mahkota ...?” Raja Jestarasa mulai membuka suara. Ia menatap Putra Mahkota dengan pandangan yang hangat, penuh pegertian sekaligus kasih sayang. “Sejak umurku dua belas tahun, aku sudah memimpin pasukan dan menjadi panglima perang. Dan selama tiga belas tahun terakhir, aku juga tidak pernah meminta apa pun kepada Yang Mulia Raja termasuk kerajaan Safron tanpa terkecuali Dewan Majelis,” ucap CEO penuh keseriusan. “Sedangkan beberapa bulan terakhir, kalian mendesakku untuk segera memperlangsungkan pernikahan agar aku segera memberikan penerus kerajaan Safron.” Raja Jestarasa menghela napas pelan. Sedangkan para Dewan Majelis kerajaan sibuk berbisik, berbeda dengan Huan si pria tua yang sudah bungkuk dan justru terdiam kebingungan. “Yang Mulia Raja,” lanjut CEO yang kemudian berlutut. Dewan Majelis menatap tak percaya ulah CEO tanpa terkecuali Huan yang sampai terlihat panik. Dengan sungguh-sungguh, CEO menatap pria paruh baya pengena jubah merah selaras dengan jubah yang ia kenakan, dan masih duduk di singgah sana. “Shelena sedang mengandung calon penerus kerajaan Shafron! Itulah alasanku membawanya tinggal bersamaku setelah berbulan-bulan, aku membawanya ke medan perang.” Pengakuan CEO berhasil membuat semua lidah dewan majelis kerajaan menjadi kelu. Mereka tidak bisa berkomentar lagi. Lain halnya dengan Raja Jestarasa yang tidak bisa menutupi kebahagiaannya. “Bagaimanapun caranya, aku akan membuat Shelena selalu bersamaku,” batin CEO. *** Sudah lama menunggu bahkan sampai merasa bosan, CEO tak datang juga. Padahal Shelena ingin menanyakan banyak hal. Mengenai kerajaan Safron beserta isinya termasuk kenapa CEO begitu mirip dengan Dharen. Juga, mengenai kenapa ia bisa masuk dalam kehidupan CEO yang jelas-jelas berada di abad 4! Jika memang kehadirannya dalam dunia CEO karena buku usang pemberian Shean, harusnya ia juga bisa kembali ke dunianya melalui buku itu, kan? Memikirkan itu, Shelena jadi terjaga. Ia ingat, dalam setiap kepergiannya ke dunia CEO dan kedatangan kali ini untuk kedua kalinya, buku usang berjudul Pernikahan Tuan Putri Rosella itu juga akan selalu menyertainya. Shelena yang duduk di kursi sebelah meja tempat tidurnya segera beranjak. Sebelum mengenalkan suasana kerajaan Safron, CEO sempat menunjukkan barang-barang Shelena. Dari ransel, berikut buku usang pemberian Shean yang CEO simpan di laci meja sebelahnya. Benar saja, semuanya tersimpan rapi di sana. Shelena segera mengambil bukunya dan berniat membaca kisah selanjutnya dari yang sudah ia baca. Baru juga buku itu dipegang, buku itu sudah bergetar. Kendati takut, Shelena nekat lantaran ia ingin memecahkan misteri di balik buku itu. Dengan keadaannya yang masih berdiri, Shelena segera membuka buku itu hingga kilau cahaya kembali mengejutkannya meski itu bukan untuk pertama kalinya ia melihat buku itu bercahaya. “Shelena ....!” teriak CEO dan langsung mengejutkan Shelena. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN