“Jika memang kami tidak saling kenal sedangkan menurut cerita di buku pemberian Kak Shean aku ini putri Rosella, dengan kata lain, di dunia ini CEO bukan kakakku?”
Episode 8 : Kerajaan Safron.
Ketika Shelena terbangun, ia dikejutkan dengan suasana yang aneh. Sebuah ruang luas yang Shelena yakini sebagai kamar lantaran Shelena juga tidur pada alas yang terasa cukup empuk, lengkap dengan sebuah bantal yang mengganjal kepalanya.
Semua fasilitas di sana terbilang kuno dilengkapi meja dan juga cermin rias yang tidak begitu mengkilap. Di ruang yang kiranya memiliki luas 10x10 meter tersebut, juga dihiasi banyak tirai tipis berbahan sutra di setiap sudut ruangannya, terutama jendela tak berkaca atau pun jeruji. Sedangkan untuk lantai berikut dindingnya terbuat dari kayu yang terlihat begitu kokoh. Dan yang paling mencolok, lampu-lampu di sana masih menggunakan lentera gantung.
Sesaat setelah berhasil duduk dengan kedua kaki tetap terselonjor berikut selimut hangat yang menyelimuti tubuhnya, Shelena juga dikejutkan oleh keberadaan beberapa tangkai crocus sativus selaku bunga yang menghasilkan rempah safron. Bunga cantik berwarna ungu terebut tersusun rapi dalam pot kecil berbahan kaca, berwarna putih s**u dan beralas nampan berwarna senada.
Selain itu, pada nampan tersebut yang terletak di meja sebelah ranjang tempat Shelena tidur, terdapat safron-safron kering yang memenuhi. Shelena dibuat tak percaya atas kenyataan tersebut. Kenapa rempah termahal di dunia yang begitu kaya khasiat dan bisa digunakan untuk pengobatan berbagai macam penyakit, bahkan akhir-akhir ini mulai dikembangkan menjadi produk kecantikan, bisa ia lihat dengan begitu mudah bahkan menjadi riasan di kamar?
Dan yang membuat Shelena semakin terkejut, tak lain mengenai tubuhnya yang tak lagi mengenakan pakaian handuk, melainkan gaun sutera berwarna senada dengan safron—merah menyala. Gaun berlengan panjang dan lebih mirip dengan gaun tidur bila melihat besar gaun yang tak beda dengan jubah.
Pertanyaannya, siapa yang menggantinya bahkan membersihkan tubuh apalagi wajah berikut kedua tangannya yang sempat berlumuran darah? Lantas, sekarang dia juga sedang berada di mana? Tak mungkin, kan, ia berada di sebuah penginapan yang menjadikan bunga rempah termahal di dunia sebagai bagian dari dekorasinya?
Tak lama setelah itu, derap langkah cepat, mengusik sekaligus menarik Shelena untuk terjaga. Shelena segera menarik selimut berwarna emasnya hingga menutupi d**a. Dan ketika ia memastikan siapa yang datang, pria berkulit sawo matang itu melangkah dengan wajah yang dipenuhi amarah. Pria berambut keemasan yang memiliki rupa mirip Dharen, dan mengaku bernama CEO.
Apa yang membuat CEO semarah sekarang? Dan kenapa juga, CEO sudah tidak mengenakan penutup kepala berikut menutupi wajahnya?
CEO mengenakan jubah merah berbahan sutera dengan sentuhan warna emas yang begitu menegaskan sebuah keagungan status sosial seseorang.
Di mata Shelena, pakaian sekalugus penampilan CEO sangat aneh. Jubah merah yang CEO kenakan dipadukan dengan celana selutut warna hitam keemasan, sedangkan untuk bagian dadanya dibiarkan terbuka. Dan untuk pelindung kakinya, CEO mengenakan sandal berbahan kulit tebal seperti kulit binatang.
Jubah CEO senada dengan yang dikenakan Shelena. Kenyataan itu juga yang membuat Shelena bertanya-tanya, kenapa pakaiannya sampai sama dengan CEO? Seolah-olah jika mereka memiliki ikatan? Keluarga, atau malah pasangan?
Kenyataan sekarang membuat Shelena menduga-duga, apakah ia sedang dalam dunia CEO? Namun, kenapa semuanya terasa begitu nyata? Dunia kerajaan kuno atau malah klasik?
Di sana tidak ada tanda-tanda gaya kerajaan yang pernah berkembang di Indonesia. Baik yang sudah tiada, atau sisa-sisa yang masih dilanjutkan oleh keturunan sekaligus ahli warisnya. Sebenarnya, Shelena ada di mana?
Dan jika berpedoman pada cerita buku usang pemberian Shean, Shelena merupakan Tuan Putri Rosella, harusnya CEO juga sudah mengenalinya karena dengan kata lain, CEO itu kakak yang Shelena nikahi, kan? Atau jangan-jangan, ... ada hal lain yang belum Shelena ketahui? Terlebih Shelena memang belum membaca lanjutan buku itu? Lagi pula, kenapa bisa, Shelena masuk ke dalam cerita buku usang pemberian Shean? Bukankah itu mustahil?
Hal-hal yang memenuhi benak Shelena, semakin membuat gadis cantik itu bingung.
Ketika tidak sengaja mendapati Shelena mengamatinya, CEO terkesiap. Kemarahan yang awalnya sampai membuat wajahnya tampak garang, menjadi hilang begitu saja. Semua itu digantikan dengan seulas senyum berikut ketampanan wajahnya yang memiliki rahang kokoh.
“Sudah bangun?” tanya CEO sarat perhatian.
Shelena mengangguk. Dan ia sama sekali tidak merasa takut pada CEO yang kali ini jongkok di hadapannya sambil menatapnya dengan begitu dekat. Tatapan tulus yang dipenuhi kasih sayang, seperti ketika Shean menatapnya.
“T-tapi ... siapa yang mengganti pakaianku, dan ...?” Shelena berharap tidak terjadi kejadian fatal dengan tergantinya pakaian, berikut mengenai tubuhnya yang menjadi bersih.
“Orangku yang menggantikannya. Pelayan wanita kepercayaanku, jadi jangan secemas itu.” CEO menatap santai Shelena.
Shelena berangsur tertunduk. “Syukurlah. Semoga CEO bisa dipercaya,” batinnya.
“Kamu tertidur selama tiga hari,” ucap CEO sambil menyelinapkan anak rambut Shelena yang menutupi sebagian wajah, ke belakang telinga gadis itu.
Meski merasa canggung dan refleks mundur menjaga jarak, Shelena berkata, “aku hanya akan bicara denganmu setelah kamu menceritakan semuanya. Juga ... mengenai siapa dirimu sebenarnya?” Shelena menatap saksama kedua manik mata cokelat di hadapannya. Meski sebenarnya, fakta jika Shelena sampai tidur selama tiga hari, membuat gadis itu sulit mempercayainya.
“Kalau begitu, perkenalkan dulu, siapa dirimu,” balas CEO santai masih menatap lekat kedua manik mata Shelena yang baginya terlalu menggoda.
CEO benar-benar ingin memiliki kedua manik mata hitam itu seutuhnya, berikut pemiliknya.
Shelena tertegun menatap kedua mata CEO. “Pria ini ... kenapa rasanya selalu seperti ini? Bersamanya, aku seperti sedang bersama Kak Shean. Sangat nyaman. Seperti tidak ada batas di antara kami,” batin Shelena.
“Aku Shelena Smith. Tak ada yang istimewa yang harus kuceritakan tentangku kepadamu.” Shelena memulai ceritanya.
“Lagi pula, selama ini aku memang tidak berarti. Hidupku dikurung dan kebebasan berikut semua hakku direnggut hanya karena aku terlahir sebagai wanita,” batin Shelena.
CEO terdiam dan seolah sedang merenung. Di mana tak lama setelah itu, ia berkata, “namamu sangat asing. Kamu dari keluarga atau bangsa mana? Bangsawan, apa rakyat biasa?” tanyanya masih santai.
“Kenapa pertanyaannya sangat aneh? ... bangsa? Kita masih satu bangsa dan itu Indonesia, kan? Namun kenapa harus ada kasta mengenai bangsawan dan rakyat biasa? Jangan-jangan, ini memang bukan Indonesia? Ini dunia lain? Dunia CEO?” batin Shelena.
Shelena berangsur menggeleng karena mulai merasa serba salah. Obrolan di antara mereka terasa tidak nyambung apalagi jika mereka membahas asal-usul.
“Aku CEO. Putra Mahkota Kerajaan Safron. Dan sekarang, kamu sedang berada di kerajaan Safron. Ini kamarku,” ucap CEO sembari membelai kepala Shelena di antara senyumnya. Senyum yang seolah tidak akan pernah putus ketika CEO sudah bersama Shelena.
“Putra Mahkota kerajaan Safron? Kerajaan Safron itu di mana? Kenapa aku baru mendengarnya? Apakah kerajaan itu memang tidak berada di Indonesia? Di Negara bagian Timur Tengah yang memiliki banyak kerajaan kuno, atau ...?” batin Shelena.
“Dan kenapa juga aku harus di kamarnya? Jika memang kami tidak saling kenal sedangkan menurut cerita di buku pemberian Kak Shean, aku ini putri Rosella, dengan kata lain, di dunia ini, ... CEO bukan kakakku?” Shelena tak hentinya bertanya-tanya dalam hatinya.
Pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi pikiran Shelena berhenti, tatkala sebelah tangan CEO membingkai wajahnya. Jemari-jemari cukup kasar itu membelai wajahnya.
“Karena kita sudah sama-sama mengetahui jati diri kita, kamu juga harus tahu, bahwa dalam waktu dekat, tepat di hari penobatanku sebagai raja, aku akan menikahimu dan kamu akan menjadi ratuku!”
Pengakuan CEO barusan, terlihat masih dipenuhi ketulusan. Tak ada gurauan apalagi tanda-tanda pria itu sedang berbohong. Bahkan tak lama kemudian, CEO juga sampai mencium kening Shelena dengan mesra sekaligus lama, di antara keheningan yang menyelimuti mereka.
“T-tunggu! Kapan aku mengatakan bersedia menjadi ratu atau apa pun itu?!” protes Shelena sembari mendorong d**a CEO menggunakan sebelah tangannya.
“Aku tidak membutuhkan persetujuan atau pun penolakkan,” balas CEO santai dan memang masa-bodo.
Hati Shelena mencelus mendengar balasan tersebut. “Tapi kamu tidak boleh begitu. Itu namanya egois!" omelnya kesal seiring kedua tangannya yang mengepal di depan tubuh.
“Seumur-umur, baru kali ini aku memarahi orang, dan itu justru pada pria yang begitu peduli bahkan sibuk meyakinkan cinta kepadaku!” batin Shelena yang mulai menyadari, ada yang berbeda dari dirinya di dunia CEO.
“Aku ini CEO. Calon raja dari kerajaan Safron. Kerajaan terbesar yang ada di muka bumi ini! Bahkan kalaupun aku harus tiada, di kehidupan mendatang aku akan tetap menjadi penguasa dan kamu akan selalu menjadi satu-satunya ratu, yang menemaniku!” tegas CEO tanpa menerima alasan apalagi penolakkan. “Kamulah satu-satunya ratuku! Dan aku tidak membutuhkan hal lain selama kamu di sisiku!”
Shelena bergeming saking bingungnya. “Kenapa harus aku? Bahkan aku tidak tahu ini di mana? Kita juga baru kenal, kan?” keluhnya.
Ucapan Shelena yang dipenuhi kesedihan membuat hati CEO bergetar. Entah mengapa, kenyataan tersebut membuat CEO merasa sangat bersalah. “Kalau begitu, katakan padaku, di mana rumahmu?”
Dengan mata berkaca-kaca, Shelena menatap CEO. “Di Jakarta. Tepatnya di jalan ....”
Bukannya langsung menjawab, CEO justru mengernyit kebingungan. “Jakarta itu di mana?”
Shelena terdiam tak percaya menatap bingung pria di hadapannya. “Penguasa sekelas kamu nggak tahu Jakarta? Kota metropolitan dengan segala ceritanya dan menjadi ibukota Indonesia?” Shelena sampai menelan ludah beberapa kali, saking tidak percayanya.
Meski ragu, CEO berangsur mengangguk, membenarkan anggapan Shelena lantaran ia memang tidak mengenal Jakarta juga semua yang baru saja wanita itu jelaskan. “Apakah Jakarta dan Indonesia, lebih besar dari kerajaan Safron?”
Kali ini giliran Shelena yang terdiam. Gadis itu tidak bisa memberikan balasan apalagi penjelasan panjang lebar layaknya sebelumnya.
****
Tak lama setelah itu, Shelena dibuat takjub ketika CEO membawanya mengelilingi kerajaan yang hampir di setiap sudut dipenuhi tamanan safron. Kerajaan yang luas. Terdiri dari beberapa bangungan yang beberapa di antaranya saling berkesinambungan. Bangunan kokoh yang terbuat dari susunan batu dan kayu pilihan.
Menurut CEO, kini mereka sedang menjalani kehidupan di abad ke 4 masehi. Dengan kata lain, mereka belum menginjak abad pertengagan masehi yang berlangsung dari abad 5 hingga abad 15 masehi. Dan berdasarkan buku-buku yang Shelena baca, abad pertengahan sendiri dimulai sejak runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat, dan masih berlanjut manakala Eropa mulai memasuki Abad Pembaruan dan Abad Penjajahan.
Sedangkan di dunianya, Shelena sudah menjalani tahun 2020! Pantas saja CEO sangat kuno bahkan tidak mengenal kota metropolitan sekelas Jakarta selaku ibukota Indonesia.
“Di tempatku, kalau ingin mendapatkan safron harus mendatangkanya dari luar negeri!” setelah berucap begitu, Shelena menghirup salah satu bunga berwarna merah di sana.
Kenyataan yang makin membuat CEO dibuai senyum. CEO sangat menikmati kebahagiaan yang menyelimuti Shelena. Shelena yang menjadi makin cantik sekaligus memosana, ketika sedang ceria layaknya sekarang, dengan rambut hitam panjangnya yang tergerai dan kadang tersibak embusan angin.
Tak lama berselang, ketika Shelena kembali menatap dan menghadap CEO, pria gagah itu menyelipkan satu kuncup bunga safron di sebelah telinga Shelena.
“Tidak semua orang bisa mendapatkan bunga safron. Hanya orang-orang terpilih saja yang bisa mendapatkannya.”
“Karena seperti dirimu, ... safron sangatlah berharga. Keagungan dan kesucian, begitulah arti bunga safron untuk kerajaan kami.”
Dan pengakuan sekaligus perlakuan CEO terhadapnya, sukses membuat d**a Shelena berdebar-debar. “Ini aku kenapa? Kok jadi setegang ini?” batin Shelena.