"Mama udah bilang kan, nggak ada lelaki baik selain Gala."
Dia ulang lagi kalimatnya.
"Cuma dia yang tahu apa yang harus kamu makan dan apa yang mesti dihindari. Cuma dia yang tahu, gimana caranya bikin kamu aman bukan melakukan hal yang membahayakan. Cuma Gala, Wa, yang bisa bikin kamu happy. Nggak percayaan banget sama Mama."
Itu lagi.
Tenaaaaang, tenang. Kamu nggak usah bertanya-tanya, berapa kali Mama mengulang petuahnya itu. Sebab aku akan dengan terpaksa menjawabnya. Ng ... berapa ya kira-kira, delapan? Sepuluh? Atau tak terhitung?
Entahlah.
Itu sungguh tidak penting. Karena mau tahu apa yang jauh lebuh penting untuk saat ini? Jeng jeng jeng .... mama ngomel sepanjang itu di kamar rumah sakit tanpa memedulikan bahwa Kalingga ada di sana! Kuulangi, Kalingga adaaaaaaa!
Mampus to the jungle nggak tuh!
Jadi, aku akan bercerita sedikit (aku sudah sembuh omong-omong berkat obat dingin terampuh sepanjang masa, dan kini kami sudah di rumah) bagaimana kronologinya setelah mama menapakkan kaki di lantai rumah sakit. Dia (mamaku yang kumaksud, dan kamu tahu ini dengan jelas) datang dengan aura panik luar biasa. Bahkan rambutnya seprrtu belum sempat ia rapikan menggunakan catokan atau apa pun itu.
Dan, hal pertama yang ia lakukan adalah mendelik pada Kalingga, lalu beralih ke arahku. Bahkaaaan, bahkan (ya ampun, aku sangat menggebu-gebu) ketika Kalingga melontarkan segunung kata maaf, mamaku tercinta itu masih tak mengu=indahkan dan malah sibuk dengan ponsel sambil mengomel, "Gala kok nggak aktif sih nomornya. Dia harus tahu kalau kamu lagi sakit gini, Wa."
Ya orang lagi di gunung-gunungan begitu mana kepikiran sih bloon satu itu buat mengaktifkan ponsel alih-alih sibuk dengan kameranya?
Sampai kami pulang ke rumah pun, mama sama sekali nggak menjawab omongan Kalingga. Ugh, rasanya aku ikut sedih melihat senyum satir laki-laki kece itu sebelum akhirnya pamit padaku. Katanya, "Aku pulang. Sekali lagi maaf karena aku malah pesan kopi buatmu. Lain waktu, aku ganti dengan sesuatu yang nggak menyakitkan seperti tadi."
Manis banget kan?
Aku rasanya mau semaput di tempat!
***
"Ini nggak bisa dibiarin! Omaga!"
"Aliqa astagfirullah! Kalau masuk rumah itu salam dulu. Heh, pamali. Ulangi lagi. Eyang nggak pernah ajarin kayak begitu. Siapa yang ajarin? Ayah? Bunda?"
"Ehiya! Hahaha. Assalamualaikum, Eyang. Ya ampun ... Eyangnya Aliqa makin cantik aja sih."
"Kamu sama siapa ke sini? Kok nggak bilang-bilang? Malam-malam lagi! Emangnya liburannya masih lama? Udah makan?"
Menurutmu, aku perlu minggat nggak dari ruang tamu ini? Hidup berdua dengan mama aja sudah bikin olahraga kuping, ini ditambah satu bocah berisik, makin jadi apa!
Namun, baru aja aku mau angkat b****g, suara yang tidak ingin kudengar malah menggaung. "Mau ke mana, Mbak? Gue punya kabar baik! Ke kamar, yuk! Tolong bawain koper gue dong!"
Aku melongo. Seriously? Dia barusan nyuruh aku layaknya aku ini asisten pribadinya? Oh man! Dia kalau lagi sedih, bikin semua orang bukannya empati malah enek karena dramanya. Lagi bahagia pun nggak ada tuh menularkan energi positif, malah bawaannya pengin banget aku memukul kepalanya itu.
"Lo kira gue---"
"Bawaain, Wa. Kasian dia jauh-jauh dari Kebayoran. Eyang bikinin minuman ya, Sayang. Gih ke kamar Aunty. Biar dia yang bawain kopermu."
"Allahuakbar! Gue dianiaya bahkan di rumah sendiri!"
Aliqa ngakak sambil menaiki tangga, Mama berlenggok ke dapur seolah tak bersalah, dan aku? Tentu saja tak punya pilihan kecuali menurut. Belum jadi b***k CEO aja sudah kerja keras bagai kuda begini.
Seandainya ada si bloon.
Ah, s**l. Dia pasti lagi haha-hihi sama teman-teman joroknya itu. Laki-laki kan kalau sedang kumpul terlihat jauh lebih asyilk dari perempuan. Padahal, yang dibahas tuh nggak ada penting-pentingnya. Apaan coba ngomongin kok hewan peliharaan, otomotif yang nggak banget dan ... mentok-mentok cewek seksi menurut versi masin-masing.
Kalau perempuan kan permasalahannya komplit. Mulai dari harga make up yang mahalnya sama seperti separuh dari harga diri. Belum lagi ngomongin soal suami idaman dan bagaimana menjalin komunikasi yang baik.
Ugh, rumit.
Serumit pikiranku yang sekarang pengin banget menendang Aliqa dari balkon. Dasar nggak tahu diri! Menumpang di kamar siapa, dan dia merasa yang berkuasa.
Sabar, Wa, sabaaaaaar.
"Mbak!"
"Astagfirullah. Lo kalau ngomong jangan tetiba gitu bisa nggak sih! Intonasinya juga biasa aja dong."
Dia malah terkikik, lalu menggigit bibir bawah sok-sok seksi. Tepuk jidat deh. "Gue punya cerita penting nih."
"Apaan." Malas banget aku meladeni dia. Mending sekarang pakai krim malam dulu sebelum tidur.
"Lo nggak niat banget dengerin gue!"
Memakai dengan cepat, aku segera menyelesaikannya. Kemudian berganti piyaman dan ... tadaaaaa! Sekarang, aku sudah duduk di sebelahnya, bersandar pada kepala ranjang. Aku memberinya tatapan 'sudah puas ceriwis? Buruan cerita!'
"Nah gitu dong!" serunya, sambil menoel hidungku. "Ntar juga lo ketagihan kalau tau apa yang mau gue ceritain."
"Halah. Palingan juga tentang Hattala yang manis banget sepanjang jalan. Beliin lo ini dan itu. Nyium lo sampe rasanya lo mau pingsan. Gitu kan?"
"Dih apaan sih!" Nah, ekspresinya mulai serius, memandang ke depan. Kalau dia pasang wajah begini, biasanya ini memang nggak main-main. Jangan-jangan dia dan Hattala----"Tadi Mamashawt WA gue dong!"
"Allahuakbar, Aliqa! Kalau ngomong jangan dadakan dong! Jantung gue kaget nih!"
Dia malah terbahak.
Kalau aja sabar nggak ada manfaat dan amalnya, mungkin aku benar-benar sudah menyembelih anak ini.
"Lo nggak nanya dia WA apaan? Nggak keki lo? Cemburu dikit gitu!"
Aku mendengus. "Kalau niat lo cerita ini cuma mau bikin gue merasa begitu, sori-sori aja ya, jeng, gue nggak mempan." Kukibaskan rambut sampai dia memekik karena mengenai matanya. I don't care. "Karena tadi gue dan dia udah---"
"Dia nanyain tentang lo."
"---ngop---APA?"
"Biasa aja dong!"
"Ya kan gue kaget." Aku tadi tidak salah mendengar, kan? Pasti salah. Pasti tidak. Aduh. "Apaan sih? Cobaa cerita yang bener buruan."
"Waktu gue di jalan, dia tetiba WA." Dia menatap layar ponsel. "Katanya begini, 'Halo, Aliqa. Kata Awa, kamu keponakannya ya. Aku mau tanya nih, selain kopi, apa yang nggak boleh buat dia?' Omagaaaaaaa. Sweet banget nggak sih, Mbaaaaak?"
Aku sudah kembang-kempis ini. Nyaris melayang-layang kalau saja aku punya sayap. Aku sudah menduga dari awal, kalau Kalingga ini istimewa. Dia ramah, sopan, manis dan ... suka tertawa kecil. Gemaaaaaaas!
"Terus lo jawab apa?"
Bocah yang masih mengenakan dress selutut ini menyeringai. "Gue jawab aja. Dia paling suka seafood, Mas. Udah itu aja."
"Sialaaaaaaan! Gue kan alergi seafood!"
Dia terbahak, sementara api panas keluar dari lubang hidungku dan siap membakar tubuhnya. Namun, baru saja aku ingin menelan sisa-sisa tubuh Aliqa yang terbakar, ponselku berdenting dan aku menemukan ... KALINGGA!
Kalingga Alankar
Hai. Sudah tidur?
Belum :). Kenapa, Mas?
Minggu depan, aku ke Serpong lagi.
Mau makan denganku? Menggantikan yang tadi?
Dia manis banget! Sikapnya yang merasa bersalah begini terlihat sungguh menggemaskan! Kalau begini, kenapa aku nggak selalu bikin dia bersalah saja ya? Supaya perkenalan kami semakin dekat dan ... ah, aku tidak bisa membayangkan---lho! Kok si bloon bisa kirim chat?
Pengabdi Rokok
hai, sayang.
Eh s****n. salah kirim, wa. hehehehehe.
Si bodoh.
Di bromo ada sinyaaaaaaaaal?????
4G aja bahkan ada, katrok.
eh wa. dingin banget nih.
ya terusssssss?
lupa nggak bawa minyak kayu putih :(
padahal jaket udah rangkap.
dasar bloon. terus lu beku dong?
elo yang bloon.
itu cara gue bilang i miss you.