Chapter 9 - Kesempatan

1763 Kata
Serena datang ke tempat kerjanya, hari ini dia hanya menantangani kontrak kerja selama tiga tahun. Kontrak itu dia tanda tangani dengan hati berbunga, kedatangannya di sambut dengan meriah oleh beberapa orang yang dulu pernah menemaninya memasak di dapur. Dia di ajak berkeliling restoran setelah menandatangani kontrak, Serena akan berprofesi sebagai Sous Chef yang berada di bawah langsung dari Head chef, dan bisa menggantikannya saat berhalangan. “Sekali lagi selamat, maaf karena kami sangat telat mengabari itu karena kepergian pemilik restoran dan hilangnya ijazah anda.” Ucap manajer restoran itu. Serena mengangguk, dia memandang halaman luar restoran dengan hati tenang. “Bagaimana, anda suka disini?” “Sangat, saya sangat berterimakasih karena sudah menerima saya di saat seperti ini.” balas Serena. Manajer itu tersenyum, “Pemilik restoran ini cukup berada, itulah sebabnya kami masih bekerja sampai sekarang walaupun pengunjung restoran lebih sepi dari sebelum virus ini menyerang.” Serena mengangguk pelan, dia melihat tadi jika banyak meja yang kosong. Tetapi walaupun begitu, restoran ini masih diminati karena masakan dan pelayanannya yang sangat bagus. Tiba-tiba ada yang menghampiri mereka, manajer itu terpaksa pergi meninggalkannya. Serena bingung karena harus berdiri sendiri memandangi jendela, akhirnya dia berjalan dan mengamati dapur. Di sana banyak orang sedang sibuk memasak, dia akan merasakannya besok saat sudah mulai bekerja. Serena sangat semangat sampai dia ingin memasak sekarang. Dari yang dia ketahui, posisi Sous Chef yang dimilikinya sekarang ini sudah lama tidak terisi karena Sous Chef sebelumna mengundurkan diri saat sebulan sebelum pandemi. Jadi, posisinya memang kosong sampai sekarang dan dialah yang diterima dari sekian banyak pelamar. Dia pulang setengah jam kemudian karena semua orang sangat sibuk. Serena singgah membeli bahan-bahan makanan untuk mengisi ulang kulkas. Dia juga membeli beberapa benda yang dia butuhkan di supermarket. Kedua orangtuanya sudah pulang kemarin malam dan sekarang dia tigngal sendiri di rumah. Rumah yang dia beli itu berada di dalam komples perumahan cukup berada. Dia berhasil membelinya karena menabung gaji yang dia hasilkan dari belerja dulu. Gajinya cukup banyak karena dia bekerja sebagai head chef. Di tengah pusat perbelanjaan dia melihat banyak baju bayi lucu di pajang. Entah dia tidak sengaja melewati tokonya. Serena tiba-tiba teringat dengan nazar yang dia ucapkan kemarin. Tentu saja, dia akan menepati nazarnya itu, Serena tidak ingin menundanya. Tiba-tiba dia melihat sebuah tempat tidur bayi dan terlihat sangat menggemaskan. Serena memutuskan untuk membelinya. Dia juga membeli beberapa perlengkapan lain lengkap dengan baju. “Mbak, masih langsing ya walaupun sudah melahirkan.” Tegur salah satu ibu yang melihatnya berbelanja. Serena hanya membalasnya dengan senyuman karena tidak tahu harus membalas apa. Ketika selesai membayar, dia sekilas melihat polisi yang pernah datang ke komleks rumahnya dulu. Tetapi dia tidak yakin dan meneruskan perjalannnya untuk pulang. Dia masuk ke rumah dan merapihkan semua yang dia beli hari ini, entah kenapa dia merasa sangat senang dan bahagia. Sebelum itu, dia ingin pergi ke rumah ketua RT untuk mengatakan niatnya untuk mengadopsi seorang anak karena tidak enak jika ada tetangga yang akan menggosipinya dengan kata-kata yang aneh. Dia mengganti pakaian sebelum pergi ke sana. Ternyata, istri ketua RT itu yang menyambutnya. Serena bersalaman dengannya sebelum di persilahkan masuk. “Mau minum apa, Nak?” Serena tersenyum, “Air dingin aja Bu.” “Aduh, jangan begitu nak. Ibu buatkan sirup ya?” “Terimakasih, Bu.” Serena ditinggal sendiri di ruang tamu, dia menunggu karena kebetulan ketua RTnya sedang pergi pertemuan di kantor kecamatan. Tidak lama kemudian terdengar suara pagar dan sebuah motor yang masuk. Bersamaan dengan itu, ibu RT memberikannya segelas sirup dingin. “Nah itu, Bapak sudah datang.” Serena mengangguk, dia berdiri untuk menyambutnya. Serena kemudian mengatakan niatnya untuk mengadopsi seorang bayi kepada mereka karena nazarnya. “Nazar memang nggak boleh diingkari, Nak. Tapi, bagaimana apakah kamu sudah siap untuk merawatnya?” tanya ketua RT. “Iya, Pak saya sudah siap sebelum mengatakan nazar ini. Jadi, tolong perbolehkan saya mengadopsinya.” Jawba Serena. Ajaibnya, ketua RT menganggukkan kepalanya. “Itu sebuah niat baik, Nak. Kami sendiri kagum karnea kamu ingin melakukan niat mulia ini. Tenang saja, urusan tetangga lain kami akan memberitahunya.” “Terimakasih banyak, Bapak, Ibu. Saya sudah sedikit lega sekarang.” Jawab Serena. “Kalau begitu kapan mau ngadopsi bayinya?” Serena berpikir sejenak, “Mungkin berapa minggu lagi, saya masih cari-cari panti asuhan yang bisa saya kunjungi.” “Baiklah kalau begitu, Nak. Katakan saja kepada kami kalau nanti ada tetanga yang bermasalah dengan kamu. Kami sepenuhnya mendukung niat kamu.” Serena sangat berterimakasih kepada mereka. Dia pulang setelah makan malam, sebenarnya dia tidak enak tetapi tidak ingin menolak niat baik mereka yang menawarinya makan malam. Mereka hanya tinggal berdua sejak anak-anaknya keluar untuk bekerja, itu cerita yang dia ketahui saat makanmalam. Mereka rindu makan meja makan yang terasa ramai, Serena juga begitu, meja makannya sekarang juga sepi karena kedua orangtuanya sudah pulang. Dia membuka pintu dengans semangat, Serena langsung beristirahat karena sudah makan malam tadi. dia langsung ke kamar dan memutuskan untuk menonton tv sebelum tidur. Serena mencari-cari informasi tentang panti asuhan yang ada di kota Jakarta dan mendapatkan beberapa dekat dari rumahnya. Besok dia akan singgah setelah pulang kerja. … Agam belum sempat pulang untuk menjemput Savia, pagi harinya dia langsung mendapatkan tugas kedua. Kali ini tidak terlalu susah, dan hanya mengintai seorang yang mengedarkan n*****a di club-club malam. Agam mmenurunkan kursi mobil dan berbaring. Mobilnya dilengkapi dengan kaca hitam pekat agar tidak ada yang bisa melihat masuk ke dalam mobil. dia bersama seorang rekan lagi dan beberapa lagi tersebar di sekeliling club. “Kapt belum ada yang terlihat! Apakah kami harus menerobos masuk?” Agam diam, dia melihat pintu masuk club yang di jaga ketat oleh pria berbadan kekar. Walaupun terlihat mudah, Agam melihat kedua pria itu memeriksa identitas dengan sangat berhati-hati. Sikap hati-hati Agam, membuat pengintaian mereka berbuah nihil. Sama sekali tidak ada yang mereka dapatkan di hari pertama. Itu membuat pengintaiannya bertambah lama. Agam menghubungi Syifa dengan ponsel pribadinya ketika kembali ke markas. “Fa, sepertinya Abang bakal lebih lama menjalankan tugas. Kamu bisa jaga Savia lebih lama?” tanya Agam melalui sambungan suara. “Tentu saja boleh, Bang. Abang sudah pulang? sekarang dimana?” Agam bersandar di sebuah balkon yang mengarah langsung kehalaman depan kantor. Dia memejamkan mata ketika terkena semilir angin, “Sekarang sudah ada di Jakarta, sudah pulang kemarin malam.” “Eh, kenapa nggak kasih kabar? Sekarang ada tugas lain lagi?” Agam mengganti panggilan mereka dengan panggilan video agar bisa melihat wajah adiknya. “Iya, sekarang ada tugas lain lagi. Savia mana?” “Itu, sedang main.” Jawab Syifa sembari mengarahkan kamera ponsel ke arah keponakannya. Agam menatap anaknya dengan pandangan hangat, “Tumben belum tidur?” “Nggak tau, Bang tapi kayaknya sebentar juga tidur. Ini lagi kubuatkan susu.” Jawab Syifa sembari melangkah kembali ke dapur. “Oh, iya Bang. Besok lusa aku ada rencana pergi ke panti asuhan, ada acara disana sekalian kasih santunan sama panti, boleh ajak Savia?” “Silahkan, biar dia bisa ketemu teman sebaya juga. Tapi, disana aman kan?” tanya Agam. Syifa mengangguk, “Aku pastikan aman, Bang. Sudah seminggu beberapa petugas kesehatan di sana dan menyatakan jika lingkungannya sangat aman. Jadi, aku memutuskan untuk membawa Savia ikut serta.” “Kalau begitu bawa saja, tapi kamu harus menjaganya. Jangan sampai terjatuh.” Pesan Agam. “Siap, Bang! Sudah dulu ya, Syifa ngantuk. Setlah ini mau kasih s**u ke Savia baru tidur.” Agam menyetujui, panggilan mereka terputus setelah dia melihat wajah anaknya yang terlihat menggemaskan di dalam kamera. Agam beristirahat di dalam kantor, dia sangat mengantuk dan butuh istirahat. Dia memilih untuk tidak pulang karena tempat tinggalnya yang sedikit jatuh dari kantor. Agam langsung tertidur pulas ketika kepalanya menyentuh bantal. Dia kembali mengintai siang sampai malam hari, Agam belum mendapatkan apa-apa. “Coba dua orang masuk ke dalam club.” Ucap Agam setelah mempertimbangkan matang-matang. Malam kembali datang, dia menyuruh rekannya masuk saat sudah tengah malam dan club itu sangat ramai ketika malam. Agam sedikit takut karena mereka sama sekali tidak ada yang memakai masker dan alat pelindung lain. Itu bisa menjadi penyebaran virus yang sangat baik. “Kapt, nihil. Di dalam sini tidak ada apa-apa.” Agam menghela napas panjang, pasti itu dilakukan di tempat lain. “Coba liat ruangan VIP?” “Baik, Kapt!” Agam menunggu laporan selanjutnya ketika melihat orang yang mereka cari baru saja keluar dar club dan memasuki sebuah mobil mewah. Agam langsung membangunkan rekannya dan langsng menyalakan mesin mobil. Mereka memutuskan untuk mengikuti pria itu dalam jarak aman. “Pelan-pelanlah, agar merka tidak mencurigai kita sama sekali.” Ucap Agam. Mereka mengambil jarak aman sejauh 20 meter, tetapi itu sangat sulit apalagi ketika banyak kendaraan yang lewat atau menyalipnya. Ketakutannya langsung terjadi ketika mereka terkena lampu merah dan membiarkan mobil itu melaju bebas di jalan raya dan menjauh dari mereka. “Sial! Kita kehilangannya!” Setelah berkeliling, mereka sudah tidak mendapatkan mobil itu lagi. Agam memutuskan pergi ke tempat aman agar tidak ada yang mencurigai mereka merupakan seorang pilisi. “Bagaimana ini, Kapt? Dia kabarnya akan melakukan transaksi besar-besaran minggu depan di pelabuan.” Agam memejamkan matanya, “Kita tentu harus membuat rencana matang. Untuk menangkap sekaligus menggagalkan transaksi n*****a itu.” Akhirnya dengan sangat terpaksa Agam melanjutkan pengintaiannya sampai minggu depan. Dia lagi-lagi meninggalkan anaknya dalam waktu lama, dia sangat merindukan gadis mungilnya itu tetapi tidak bisa bertemu karena tugas yang harus dia kerjakan. … Serena masuk bekerja, dia mengenakan pakaian khas seorang koki. Hari pertamanya terasa sangat menabjubkan, dia bekerja dengan sangat giat bahkan melebihi orang lain. Hari ini dia yang memasak paling banyak karena memang menu yang dia buat sedang banyak di pesan. Serena sangat sibuk sampai seluruh tubuhnya gemetaran karena lupa makan siang. “Makan dulu, Mbak. Terlalu semangat nih, jadi hampir pingsan.” Serena hanya tersenyum, dia meminum segelas s**u agar tenaganya kembali pulih lalu kembali melanjutkan makan siang. Dia memang hampir pingsan, tadi pandangannya sudah berkunag-kunang sebelum di tangkap oleh rekan kerjanya. Setelah makan, dia beristirahat sebentar sebelum kembali memasak. Restoran itu tutup pukul tiga, saat pelanggan terakhir makan siang pergi. Serena melepas celemeknya lalu duduk di dapur. Dia mengipas-kipas wajahnya dengan telapak tangan. “Terimakasih semuanya, atas kerja keras kalian hari ini. Besok, kita harus seperti ini lagi!” ucap Erwin. Serena mengangguk, “Semangat!” Sepulangnya dari restoran, Serena mencari panti asuhan. Dia datang dan mengunjungi mereka satu persatu. Serena menyambangi mereka dan berbicara dengan pemilik panti asuhan tetapi dari semua tempat itu tidak ada yang membuatnya nyaman karena pemiliknya seperti menginginkan sesuatu darinya. Serena pergi buru-buru dan mencari panti asuhan lain. Niat baiknya harus terlaksana dengan baik tanpa ada apapun yang mengganggunya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN