Chapter 10 - Adopsi

1782 Kata
Tiga hari kemudian, Serena pergi ke sebuah panti asuhan yang sejak kemarin dia lihat-lihat, disana memiliki banyak anak-anak yang terus menyambutnya dengan sangat baik. Serena sangat senang berada di sana, hari pertama dan kedua dia hanya mendatangi sembari memberikan mereka sedikit oleh-oleh. Hari ketiga, dia sudah menyatakan niat baiknya kepada pemilik panti asuhan. Ini merupakan Nazar yang harus dia lakukan karena sudah berjanji ketika dia mendapatkan pekerjaan. Seminggu yang lalu, dia mendapatkan pekerjaan yang dia idamkan. Tepat di restoran yang memang dia inginkan, Serena sangat senang bisa diterima bekerja di sana. Maka dari itu sekarang dia harus mewujudkan janji yang sudah dia katakan kemarin. Serena sudah menyiapkan semua perlengkapan dan juga sudah tahu cara mengurusnya. Dia pandai dan menyukai anak-anak, Serena sudah tidak sabar untuk bertemu dan mengadopsi salah satu dari mereka. "Silahkan masuk, Neng. Alhamdulillah, terimakasih karena niat baiknya." ucap pemilik panti asuhan. Serena mengangguk, dia duduk di ruang tamu. Tetapi, pandangannya tiba-tiba fokus ke arah luar yang memang sedikit ramai dari beberapa hari kemarin.  "Kalau Neng penasaran, di depan itu lagi ada acara kecil-kecilan untuk anak-anak. Di adakan sebulan sekali untuk menghibur orang yang tinggal di panti asuhan ini." Jelas pemilik panti. Serena mengangguk-anggukkan kepalanya pelan. Setelah berbincang, mereka pergi ke sebuah kamar yang khusus digunakan untuk merawat bayi-bayi. Di dalam sana, mereka bertemu dengan salah satu anak remaja yang tinggal disini sejak kecil. Mereka berbincang sebentar lalu berkeliling, tiba-tiba pandangan Serena terkunci kepada salah satu bayi yang juga menatapnya sembari tersenyum. Dia menggendong bayi itu dan mengusap kepalanya. Entah kenapa, dia memiliki perasaan hangat ketika menggendong bayi menggemaskan ini. Serena tersenyum, dia sudah menemukan bayi mana yang akan dia adopsi. Proses itu berlangsung cukup cepat karena dia juga sudah menyiapkan surat-surat yang dibutuhkan. “Terimakasih, Nak. Sudah ingin merawat salah satu dari mereka. Ini kabar membahagiakan bagi kami karena masih ada yang peduli dengan mereka.” ucap pemilik panti. Serena menjabat tangan wanita paruh baya itu, “Sama-sama Bu. Ini bingkisan kecil-kecilan dari saya untuk panti.” “Semoga kamu elalu dilimpahkan rezeki, Nak.” Setelah berpisah dengan beberapa pengurus panti, Serena membawa bayi yang dia gendong itu masuk ke dalam mobil. dia sudah menyiapkan tempat tidur kecil di dalam mobil agar membuatnya nyaman. Serena tidak mengubah namanya, bayi kecil itu bernama Savia. Baginya, nama itu cocok untuk bayi menggemaskan sepertinya. Serena berdebar-debar karena ini hal baru untuknya sekaligus tanggung jawab besar. “Semoga kamu senang sama rumah baru kamu ya.” Ucap Serena sembari melihat Sivia dari kaca spion mobil. Dia singgah terlebih dahulu di apotik untuk membeli beberapa kotak s**u. Ternyata Savia meminum s**u yang berbeda dari yang dia beli kemarin. Beruntung dia baru membeli satu kotak. Di dalam perjalanan, dia di temani dengan suara celotehan Savia. Dia tersenyum dan selalu membalas celotehannya dengan kata-kata lucu. Savia tampak menyukai dan nyaman berada di dekatnya, bahkan sejak tadi Savia belum menangis. Serena membawanya masuk ke dalam rumah dan mengganti pakaiannya lalu meletakkannya di dalam box bayi. Wajahnya sangat menggemaskan membuat dia tidak berhenti tersenyum dan tertawa melihat tingkahnya. "Selamat datang, sekarang kamu tinggal disini sama Mama." ucap Serena bersuara seperti anak kecil. Dia membiarkannya tertidur setelah minum s**u, sementara itu. Dia memindahkan barang-barang agar lebih mudah di jangkau serta mencuci baju Savia yang di pakai tadi. Serena sudah tidak sabar untuk bermain dengan Savia tetapi bayi mungil dan lucu itu tampak tidur pulas bahkan ketika dia sangat ribut di sampingnya. Serena beberapa kali menjatuhkan barang tetapi Savia sama sekali tidak bangun. "Aduh lucunya, nanti tidur sama Mama ya."  Serena sedikit geli ketika menyebut dirinya dengan sebutan 'Mama' tetapi itu panggilan yang cocok akrena dia tidak ingin di sebut tante oleh anak yang dia adopsi. Lagipula merka akan sangat dekat mulai dari sekarang. Serena mengangkat Savia untuk tidur di sampingnya di atas tempat tidur, dia membuat Savia tidur di kelilingi dengan bantal agar tidak bergerak kemana-mana saat dia tidur. Kebetulan, restoran mereka sedang tutup satu minggu karena mereka sedang menjalankan tes darah karena salah satu pengunjung merkeka ternyata positif covid-19.  Beruntung hasil tes semua pegawai negatif, bahkan pramusaji yang sempat menghidangkan makanan kepada pelanggan tersebut. Serena akan di rumah selama satu minggu lebih dan dia akan berenang-senang dengan Savia. … Agam sedang berada di perjalanan ke pelabuhan ketika ponselnya berdering. Di sana ada nama adiknya  tetapi ketika ingin mengangkat panggilan itu, mobilnya di tabrak oleh mobil lain membuatnya terhantam di body bagian dalam mobil. “Ah, sial! Siapa yang menabrak polisi di tengah malam seperti ini!” Dia langsung menoleh ke luar jendela setelah mobil berhenti berguncang. Mereka malah menemukan sekelompok orang bersenjata keluar dari dalam mobil Agam menghela napas panjang, mala mini akan menjadi malam panjang untuknya. Agam bersama rekannya terpaksa keluar dan melawan mereka dari pada mati di dalam mobil yang sudah penyok. Kepalanya terasa tersengat, darah segar keluar dari sana cukup deras. Tetapi, dia tidak sempat untuk mengobati luka itu karena orang yang menyerang mulai berjalan ke arah mereka dengan mengacungkan senjata. Agam terpaksa melawan mereka dengan tangan kosong. “Panggil bantuan!” Teriaknya kepada salah satu rekannya. Agam berusaha melindungi dengan melawan beberapa orang sekaligus agar rekannya itu bisa menghubungi kantor pusat agar memberikan bantuan. Punggungnya ngilu karena di pukul balok kayu, dia langsung menendang orang yang memukulnya dan mengambil balok kayu itu sebagai pertahanan diri. Agam langsung melawan mereka yang menyerang dengan membabi buta. “Astaga, mereka sangat banyak! Sebenarnya apa yang mereka inginkan dari kita?” “Kita tidak boleh datang untuk menggagalkan transaksi itu, sepertinya itu alasan mereka datang kesini.” Jawab Agam dengan napas putus-putus. Rekannya itu mendengkus, “Kita cari mati disini!” “Tenanglah kawan, kita tidak akan mati. Aku masih mau pulang ke rumah.” Jawabnya lalu memukul lawan dengan bengis. Agam tidak mengampuni mereka, dia bahkan menghajarnya sampai tidak bisa bergerak lagi. Lima belas orang tumbang, tersisa lima orang terakhir yang memegang balok kayu, parang dan juga cerurit. “Mau melawan dan berakhir seperti mereka atau mau menyerah dan biarkan kami pergi?” tanya agam santai. Dia berdiri sembari bertolak pinggang, Agam sangat bersusah payah menarik napas sampai dadanya terasa nyeri. Dia pusing karena kepalanya berdarah dan tubuhnya remuk karena dipukuli. “Tentu saja kami akan melawan! Mendapatkan kalian akan membuat kami kaya, dasar polisi sialan!” balas salah satu dari mereka. Agam memasang kuda-kudanya, dia harus menyingkirkan senjata merka terlebih dahulu karena sangat berbahaya dan bisa melukainya. Satu persatu mereka terbaring di tanah setelah menerima pukulan merkea. “Sisakan yang dua itu untukku, beristirahatlah.” Ucap Rekannya. Agam langsung duduk di aspal, kepalanya sangat pusing sampai dia ingin muntah. Ini karena tadi kepalanya terbentur dengan kaca mobil dengan sangat keras, kaca mobil di sampingnya juga retak karena benturan itu. Dia yang duduk di balik kemudia mendapatkan luka paling banyak akrena posisi itu yang memang diincar oleh mereka dan langsung di tabrak dari samping. Dua puluh menit kemudian, bantuan datang. Mobil polisi ramai berjejer di pinggir jalan. Mereka tetap pergi ke tempat yang dicurigai sebagai tempat transaksi. Semua mobil polisi tadi sengaja tidak menyalakan sirine agar rencana mereka tetap berhasil. “Kapt, sepertinya di dalam ada banyak orang!” Agam bersiaga di depan sebuah kontainer besar, dia memang bisa mendengar suara dari dalam tetapi suaranya sedikit teredam karena tebalnya besi kontainer. Dia memberikan aba-aba kepada anggotanya agar selalu siaga. Agam mengambil gerakan untuk berjalan mendekat dan membuka kunci dari kontainer itu. Tepat setelah dia masuk, waktu seperti berhenti. Orang-orang tidak bergerak dan menatapnya dengan terkejut. Beberapa detik kemudian barulah mereka sadar jika dia datang untuk menangkap mereka. Seluruh anggotanya masuk dan mengelilingi kontainer agar tidak ada orang yang berhasil keluar. Agam melihat banyak sekali orang dari berbagai usia baik wanita maupun pria. “Tangkap mereka tanpa terkecuali!” perintahnya langsung di laksanakan saat itu juga. Ada yang melawan dan ada juga yang langsung pasrah ketika di tangkap. Semua orang yang ada di sana langsung di bawa ke kantor polisi. Agam masih berada di dalam kontainer untuk memeriksa tempat itu. Dia sedikit takjub jika kontainer besar ini di jadikan tempat untuk bertransaksi barang haram. “Kapt! Orang yang kita cari tidak ada di dalam daftar orang yang dberhasil di tangkap.” Lapor rekannya. Agam berbalik dengan kening berkerut, “Dia berhasil kabur?” “Sepertinya begitu, Kapt. Atau dia sudah tahu kalau kita akan melakukan penangkapan!” Agam baru saja akan keluar dari kontainer itu, dan tiba-tiba mendengar suara mobil yang meninggalkan lokasi. “Apa itu salah satu anggota kita?” Mereka jelas-jelas melihat sebuah sedan berwarna hitam meninggalkan lokasi pelabuan tepat di depan mata. “Bukan, Kapt. Semua anggota memarkir mobil di samping.” Agam membulatkan mata, “Kejar mobil itu!” Dia langsung masuk ke dalam sebuah mobil berwarna hitam dan langsung menancap gas dan mengejar mobil sedan di depannya. Tiba di jalan raya, mobil itu menaikkan kecepatan dan meluncur menjauhi mereka. Agam menaikkan kecepatan mobil dan menyalakan sirine agar pengendara lain tahu jika mereka sedang dalam keadaan mengejar seseorang. Agam menengkram stir sangat erat ketika melihat mobil itu memasuki jalan tol saat dia terhalang lampu merah. “Sial! Kita kehilangan dia, cari plat mobil D 1873 WN!” Terpaksa mereka kembali ke markas karena tidak mendapatkan tersangka utama. Walaupun begitu, mereka bisa mendapatkan keterangan dari orang-orang yang mereka tangkap. Malam ini, Agam berhasil g***a seberat 2 kg dan sabu-sabu yang sudah di bagi dalam beberapa pelastik kecil untuk di bagikan. Dia membersihkan diri lalu berjalan keluar dari kantor, Agam baru saja ingin menghubungi adiknya kembali saat dia mengetahui jika ponselnya kehabisan daya. “Kapt! Anda harus di bawa ke rumah sakit!” Agam baru saja ingin menolak tetapi atasannya datang dan menyuruhnya untuk pergi. Akhirnya dia pergi ke rumah sakit di antar oleh salah satu rekannya. Agam bersandar di kursi mobil dan tidak bericara sama sekali sebelum tiba di rumah sakit. “Bagaiamana anda bisa menahan rasa sakitnya? Ini bisa membuat anda kehilangan kesadaran!” ucap seorang dokter yang mengobati lukanya.s Agam tersenyum, “Bagaimana mungkin saya tidak menahannya di saat kami dikepung oleh orang-orang bersenjata.” “Anda pasti sudah melewati kejadian sulit malam ini. Ini resep obat yang bisa saya berikan karena anda tidak mau di rawat inap. Beristirahatlah dirumah.” Ucap dokter itu. Agam mengangguk, dia turun dari tempat tidur rumah sakit lalu berjalan menuju apotik. Dia menyalakan ponselnya karena sempat mengisi daya di rumah sakit, di dalam perjanan dia mendapat panggilan tidak terjawab dari Syifa sebanyak lima puluh kali dan dua puluh pesan. Agam berhenti berjalan ketika membaca salah satu pesan adiknya, “Bang, di mana? Savia hilang!” Hanya dua kata dan itu membuat dia ingin segera menemui Syifa. Agam langsung menyerahkan resep obat itu kepada rekannya. “Tolong ambilkan ini, aku harus pergi!” Setelah mengatakan itu, Agam langsung pergi membawa mobil menuju apartemen Syifa dengan kecepatan tinggi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN