5. Bimbang

1283 Kata
Semenjak hari itu Rahi merasa seperti seorang putri raja, di mana Willis adalah maid-nya. Setiap kali Rahi berucap, seperti: pegal. Maka saat itu juga Willis langsung menggendongnya ala bridal style. Lalu, pernah juga saat cacing-cacing di perut Rahi membunyikan alarm laparnya, tanpa berucap apa-apa Willis yang mendengarnya langsung pergi dan balik lagi dengan sekotak makanan untuk Rahi, atau langsung menyeret Rahi menuju kantin terdekat. Hingga tiba di hari ini, Rahi yang mengunyah makanannya dengan kening berkerut. “Kenapa?” tanya Willis. “Ini pare, ya?” Willis mengangguk. Jenis sayuran yang dimasak dengan sepenuh hati dan baru Willis tahu ada di kantin fakultas hukum. Atas rekomendasi ibu kantin yang katanya menu baru dan tak kalah nikmat dengan gado-gado. Itulah yang Willis berikan untuk gadisnya. Rahi menghela napas pelan, menaruh sendok dan garpu di atas piring kaca. “Untung ganteng kamu, Wil. Coba kalau nggak, udah aku seleding pakai jempolnya Boboiboy!” Willis mengeryit. “Rasanya nggak enak?” “Sini deh aku suapin!” timpal Rahi. Willis membuka mulutnya, suapan itu meluncur dengan senang hati ke dalam mulut Willis. Hingga sesuap nasi beserta lauknya Willis terima di atas lidah, mengunyah, dan menyecap rasa yang lain dari yang lain. “Pahit.” Rahi tersenyum. “Iya, kayak kamu.” Cepat-cepat Willis minum, ujung sedotan yang sama dengan bekas minum Rahi sebelumnya. Maka senyuman Rahi semakin lebar dan aura wajahnya menunjukan hawa di musim semi. “Wil, lain kali kita kalau makan sepiring berdua aja, yuk! Minumnya juga segelas barengan.” Willis balas dengan satu alis terangkat. “Biar romantis,” cengir Rahi. *** “Pelit, Lur!” seru Kenzo sambil menoyor kepala Key yang justru sedang tergelak dalam tawanya. Kenzo semakin dibuat kesal, Key tidak henti-hentinya menertawakan. “Kalau mau, bayar dong! Gue ngunduhnya pakai kuota, bukan pakai bulu ketiak.” “Yaudah, sebar link aja. Gue juga mau,” Leon yang bicara. Mereka sedang kumpul bersama di atap gedung fakultas kedokteran. “Sorry, ya … video reproduksi koleksi gue bukan silverqueen yang rela dibagi-bagi,” seloroh Key dengan angkuhnya. “Kalau gue yang minta, boleh?” tanya Lei. Key balas dengan kata-kata keramatnya, “Ini video dewasa. Balita nggak boleh nonton yang iya-iya, apalagi jomblo … kasian nanti malah nyolo.” Memang benar-benar mulut Key itu yang paling absurd di antara mereka. Sampai pada kehadiran Nabila yang datang bertanya tiba-tiba, “Eh, Willis di mana, ya?” *** “Ngapain coba lo ke sini?” “Ra!” Dibentak. Rahi mendengkus, selalu saja Willis membela Nabila. Kesal kalbunya, merasa ingin menonjok tembok raksasa yang ada di China. Nabila tersenyum, dia duduk di depan Rahi dan tepat di sisi kanan Willis setelah mendapat informasi keberadaan yang dicari. “Jadi pulang bareng, kan?” Innalillahi! Nanaonan coba ini teh?! Dewi batin Rahi menggema. Dia sampai melotot dan menatap tajam kepada sosok prianya. “Soalnya kita harus latihan drama.” Fuck! Sejak kapan? Kenapa Willis tidak bilang kalau kegiatan menyebalkan itu sudah dimulai. Rahi semakin geram. Willis yang hanya bungkam dan Nabila yang terus berucap. “Tapi jangan kayak kemarin, masa ciuman aja nggak bisa? Yang udah aku ajarin waktu itu, nanti kita coba praktikin lagi pas latihan.” Double f**k! Geram Rahi. Dia bangkit menyentak dua insan yang meyulut kemarahannya. Nabila menatap Rahi, dia berkata, “Ra, jangan cemburu. Ini scene kissing buat drama,” menjeda, senyum tipisnya Nabila kibarkan, “cuma akting kok.” Rahi berdecih. “Dua jam lagi kelas aku selesai. Sebelum pulang bareng, chat aku dulu, ya! Kayak biasa.” Setelahnya Nabila lengser menyisakan Rahi, Willis dan aura mencekam di antara mereka. Rahi memang sedang berdiri dan mengeluarkan kilat tajamnya untuk Willis yang duduk di hadapannya. Tapi mulut Rahi masih rapat dalam diam menikmati rasa nyeri yang menyapa hulu hatinya. Karena banyak orang yang mulai memerhatikan, Willis memilih untuk bersuara lebih dulu. “Ra, tadi itu—” “Nyinyir nih sama p****t!” Sambil berbalik dan meninggalkan Willis sendiri, Rahi langsung pergi. Amarahnya sedang memuncak, tapi yang mendominasi adalah rasa kecewa. Rahi sudah tidak mengerti lagi dengan jalan pikiran Willis serta kelakuan lelaki itu yang kadang manis namun terlalu banyak pahitnya. Benar-benar tidak mengerti, di luar nalar dan pikiran positifnya. Baru saja waktu itu Willis berucap kalimat yang ada silabel married-nya. Walaupun Rahi tidak paham sepenuhnya, tapi bisa jadi isi di dalamnya: Willis itu memiliki niatan untuk menikahinya, nanti dan entah kapan. Bahkan baru saja Rahi merasa Willis mulai ditumbuhi oleh benih-benih romantis, tapi saat itu juga Willis hancurkan gelembung konyolnya tentang makan sepiring berdua. Hancur sudah arti dari indirect kiss yang Rahi jadikan sebagai pusat senyumannya di hari ini. Karena ciuman lewat sedotan tak bernilai, jika dibandingkan dengan scene kissing yang Willis lakukan dengan Nabila meskipun judulnya ‘hanya akting’. Tetap saja ciuman tak langsung adalah gambaran dari nilai nol besa. Tidak ada apa-apanya. Apa benar … terkadang, cowok itu sulit untuk melupakan cinta pertama? Rahi tersenyum kecut dalam genangan air mata yang bertahan di lapisan lensa terluarnya. Percayalah, Rahi ingin menangis. *** “Kucinta … padamu. Namun kau milik sahabatku. Dilema … hatiku. Andai kubisa berkata sejujurnya….” Sunggu merdu, vokal Kenzo selaras dengan alunan gitar yang dia mainkan. Lagu Yura Yunita feat Glenn Fredly yang berjudul Cinta dan Rahasia dia nyanyikan. “Jangan … kau pilih dia. Pilihlah aku yang mampu mencintamu. Lebih dari dia….” Masih di atap gedung, Kenzo memang selalu membawa gitar tiap kali akan mangkal di tempat itu. Lagu yang Key dengarkan dengan khidmat, nyanyian yang Lei iringi dengan siulan, serta lirik yang Leon artikan dalam diam. “Bukan … kuingin merebutmu. Dari sahabatku. Namun kau tahu, cinta tak bisa … tak bisa kau salahkan.” Begitu syahdu suara yang Kenzo kumandangkan dalam lagunya. Dia bernyanyi dengan mata terpejam dan kaki menghentak pelan menikmati, bahkan raut dan gerakan kepalanya pun sealur dengan nyanyian. Hingga pada akhirnya lagu itu habis dan berhenti. “Keren nggak?” Kenzo bertanya. “Dua jempol buat lo.” Lei mengacungkan kedua ibu jarinya. Memang suara Kenzo itu bagusnya bukan dusta. Leon setuju, “Cocok banget buat lo nyanyiin di depan Rahi.” “Niatnya malah gue pengin duet lagu itu bareng dia.” Key terkekeh, tangannya mengambil alih gitar Kenzo dan memainkannya dengan asal hingga menghasilkan musik yang nyaris merusak pendengaran. “Biar aku yang pergi. Biar aku yang tersakiti. Biar aku yang berhenti. Berhenti mengharapkanmu….” Tapi suara Key oke juga, di akhir lagunya Aldy Maldini yang berjudul Biar Aku Yang Pergi Key tertawa kecil. Katanya, “Kenapa gak lagu itu aja?” “j*****m, Lur!” seru Kenzo dan merampas kembali gitarnya dari Key. Yang ada di sana tertawa tanpa pernah menyadari sosok lain di dekat anak tangga. *** Sampai tiba di mana jam kelas Rahi selesai, bernapas lega karena dia akan pulang dan bisa menangis di kamarnya. Sejak tadi Rahi menahan air mata yang rasanya sudah tak terbendung lagi. “Ra, balik bareng siapa?” tanya Marine. Rahi membenahkan seluruh alat tulis dan menjejalkannya ke dalam tas dengan serampangan, dia menjawab, “Mamang ojek lah, siapa lagi?” “Nebeng aja, kuy! Ayangbeb bawa mobil, sekalian ikut selametan mobil baru di rumah darling gue.” Setidaknya, Rahi masih bisa tersenyum walau palsu, masih bisa tertawa walau hanya pura-pura. “Thanks, Rin. But, nggak sekarang. Lain waktu, mungkin?” Rahi mengedikkan kedua bahunya tak acuh dan lalu lengser seraya berpamitan, “Gue duluan.” Dia tidak memberikan izin untuk Marine menimpali. Karena Rahi benar-benar ingin cepat sampai di rumah agar air matanya dapat dia tumpahkan dengan bebas tanpa ada yang bertanya ‘kamu kenapa?’, Rahi malas untuk menjawab ‘aku gak pa-pa’, penuh kepalsuan. Sebab aslinya dia sedang tidak baik-baik saja. “Ayam-ayam!” pekik Rahi terkejut dengan cekalan tiba-tiba di pergelangan tangannya. “Lepas!” Rahi tahu itu Willis. “Heh! Sakit ini tangan gue, lepasin!” Karena cekalan yang semula lembut tapi cukup erat malah semakin menguat dan berubah cengkraman. “Gue bisa jalan sendiri, gak perlu diseret-seret!” Saat itu juga Rahi keluarkan seluruh tenaganya. Tautan tangan mereka terlepas, tangan Willis terhempas. Rahi menatap malas wajah Willis yang memang sudah datar dari zaman zigot sepertinya, mengusap pelan bekas cengraman tangan kekasihnya. Lalu saat Willis hendak berucap, Rahi mendahului. “Now, I have a reason to back off.” Percayalah, itu ucapan Rahi. Tidak sia-sia translate kalimat dan dihafalkan mati-matian, hingga pada akhirnya dia berhasil berkata demikian kepada Willis. Kalimat English pertama selain ‘I love you’ yang Rahi rasa cocok untuk diberikan kepada Willis Wiliam. Rahi langsung pergi setelah mengatakan itu … kenapa? Karena air mata Rahi sudah jatuh lebih dulu tanpa dia kehendaki. Namun, kenapa Willis hanya diam memerhatikan? ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN