Kehilangan ponsel

1060 Kata
"Tuan, kami permisi dulu. Kami akan pelajari secepatnya dan akan segera kami berikan kepada Tuan mengenai hasilnya..." pamit Hansen dengan emenundukkan kepala dan kedua tangan di perut. Lalu meraih ipad miliknya dan membungkuk kearah Windy yang menyunggingkan senyum kearah Hansen. Sepeninggal Hansen dan dua orang pria lainnya Windy menjadi salah tingkah sendiri karena sudah kelewat batas dalam bercanda, tapi dirinya menguatkan diri. Udah. Cuek aja Wind. Lagian pria ini yang menikahimu. Sudah kewajibannya bukan melindungimu. Santaaaai... Melihat Windy mondar-mandir membuat Swan yang semula sempat kesal karena waktunya terganggu, akhirnya melunak. Ajaib memang. Mungkin karena ini malam pernikahan makanya Swan sedikit melunak dari biasanya. Terlebih wanita yang dia nikahi adalah cucu pengusaha terpandang, yang kebetulan sedang mengalami kesulitan karena ulah anaknya sendiri. "Kenapa? Begitu menginginkan kisah panas malam pertamakah kau gadis kecilku?" bisik Swan tepat berada di telinga Windy. "Jangan kurang ajar!" Sahut Windy kesal melihat pria itu menggodanya. "Kau yang menginginkan malam yang panas untuk malam pengantin kita? Aku bahkan tidak ingat kalau aku telah menikahimu." jawabnya dengan tatapan tajam penuh intimidasi. "Katakan dimana ponselku Om sembunyikan?" tanya Windy dengan menyodorkan tangannya meminta apa yang dia inginkan. "A—pa? Oom katamu? Are you kidding me?" ucap pria yang baru saja menikahinya tak percaya dirinya di panggil Om. "Lah! Emang umur kita terpaut jauh. Kok keberatan di panggil Om. Masih mending itu daripada di panggil Bapak?" jawabnya lagi dengan kesal. "Udah, cepetan mana ponselku?" imbuhnya lagi membuat mata Swan membelalak lebar. Sungguh dia tak menyangka jika wanita di hadapannya yang baru beberapa jam lalu sah menjadi istrinya ini sama sekali tidak memiliki rasa takut padanya sama sekali. Apa dia tidak tahu siapa aku dan bagaimana aku? "Aku sudah membuangnya." ketusnya sembari kembali ke meja kerjanya. "A—pa?! Buang katamu?? Kamu gilaaaa??" cerocosnya sembari mendekat kearah Swan yang sedang duduk. "Itu ponsel masih bagus kenapa harus di buang coba??" Mata Windy membulat sempurna membuat Swan tanpa sengaja menatap mata itu. Lalu dengan cepat dia memalingkan wajahnya dengan cepat. "Aku tidak suka sampah di bawa masuk ke dalam lingkunganku. Itu barang rongsokan. Dan aku patut membuangnya. Toh kau sudah mendapatkan yang baru..." jawabnya cepat membuat Windy semakin histeris seperti orang kehilangan hal yang paling berharga. Dia berjalan mondar-mandir dengan kesal. "Yaaashhh!! Lain kali kalau mau buang sesuatu yang bukan milik sendiri itu bilang-bilang dulu, Om!!" serunya dengan wajah kesal membuat Swan terkejut. Karena ini adalah sejarah pertama dalam hidupnya dia di hardik oleh orang lain, terlebih orang itu baru dia kenal. "Katakan cepat dimana kau membuang barang-barangku?" cecar Windy lagi tak sabaran sembari mengacak rambutnya yang sudah tersusun rapi. "Tempat sampah." jawab Swan singkat sembari pura-pura fokus kearah macbook di hadapannya. "Tempat sampah itu banyak di rumah ini. Dimana detailnya, katakan!!" tandas Windy lagi kali ini dengan tak sabar dan mata membelalak lebar. "Sana." Swan menunjuk ke sembarang arah. "Yasshhhh!!" Windy berlari keluar kearah area yang di tunjuk oleh Swan. Membuat pria itu kembali terkejut melihat aksi wanita yang dia nikahi. Maklum saja selama ini dirinya cukup pemilih meskipun hanya butuh wanita yang bisa melahirkan anak untuknya. Dia tidak pernah sembarangan dalam menyeleksi wanita, rata-rata di antara mereka selain memiliki wajah yang cantik juga memiliki penampilan anggun berkelas, tidak seperti istri yang baru dia nikahi bahkan secara negara ini. Ya, Swan adalah pria yang mendambakan seorang keturunan, karena trauma masa lalu dia hampir putus asa dalam mendapatkan keturunan, hingga dia berkali-kali menikahi wanita meskipun hanya secara agama. Karena prinsipnya begitu wanita yang dia nikahi secara agama berhasil melahirkan anak untuknya, barulah dia akan menikahi secara negara. Berbeda dengan Windy yang terlanjut tekah membuat kesepakatan dengan kakek Windy yang juga rekan bisnisnya, sehingga memaksanya harus menikah secara resmi tercatat di negara. "Apakah ini karma? Aku menikahi wanita gila?" Swan menggaruk kepalanya yang tak gatal. Melihat dari kejauhan sang istri yang berlari mencari tong sampah yang di tunjuk oleh pria yang baru menikahinya. "Dasar suami b******k! Bisa-bisanya dia buang barang-barang aku. Emangnya barangku itu najis? Barang yang aku pake juga branded kali. Seenak jidatnya aja jadi orang..." gerutunya kesal sembari tangannya dengan lincah mencakar tempat sampah dan mencari apa yang ingin dia temukan. "Nyonyaa...apa yang Nyonya lakukan?" suara Melina yang melengking berlari menuju kearahnya dan mengejutkan Windy. "Yaaassshhh!! Yang satu ini lagi, tingkahnya lebay banget. Dia kira ini kehidupan kerajaan apa, pake pengawal trus pake bahasa kaku banget. Hidup itu bawa enjoy kenapa meski banget ngomong pake bahasa baku. Nilai Bahasa Indonesiaku aja C di suruh pulak ikutin gaya begitu..." Windy menggerutu dengan bibir komat-kamit seperti sedang membaca mantera untuk mendapatkan barang yang ingin dia cari. "Nyonya...itu kotor. Tuan bisa murka jika melihat Nyonya menyentuh sampah. Tuan alergi dengan kotor, Nyonya..." suara Melina membuat Windy menghentikan aktivitasnya dan menahan kekesalan hatinya. Tapi dia tetap tersenyum dengan menghela nafas panjang. "Melina. Dengarkan perintah pertamamu dariku." ucap Windy tegas membuat Melina berdiri sigap. Dalam hati Windy terkekeh melihat dirinya sok mengikuti alur di lingkungan suaminya. "Siap, Nyonya." "Sekarang kamu ke kamar kamu. Dan tidur. Karena aku membutuhkanmu pagi. Cepat!" teriak Windy dengan menahan tawa. "Tapi, Nyonya..." "Sudah. Kalau kau tak ingin di pecat. Tidur sekarang dan bangunkan aku pagi. Paham?" perintah Windy sembari berkacak pinggang. Membuat Melina tertunduk dan memutar tubuhnya dengan lesu. Sepeninggal Melina tanpa sadar Windy terkekeh melihat tingkahnya hari ini. "Ada-ada saja dah hidup ini. Haduhhh...hidup lagi putus asa banget, karena di paksa nikah. Eeh malah nemu lingkungan suami yang pake bahasa baku dan menjunjung tinggi moral etika sopan santun dan bahasa Indonesia. Duhh mereka nilai berapa waktu sekolah yak?" Windy kembali menggelengkan kepala sembari terkekeh melihat betapa lucu sekaligus menyedihkan dirinya. Tengah malam tertawa sendirian di tong sampah yang notabene bau, membuat sepasang mata yang tengah mengawasinya dari lantai atas menggelengkan kepala. "Dasar kelas kepala. Dia pikir dia bisa menemukan barang yang dia inginkan dengan mudah?" Pria itu mencibirkan bibirnya dengan menatap lurus kedepan kearah wanita yang kini kembali fokus dengan pencariannya. Matanya kembali terbelalak manakala melihat wanita itu menendang tong sampah yang telah selesai dia bongkar. "Ada apa dengan ponselnya? Kenapa dia begitu keras mencari sampai rela kotor. Hmm..." Kedua bola mata Swan menatap kearah laci meja kerjanya dan mendekat lalu membukanya. "Haruskah aku mengetahui isi dalamnya?" Tangannya memainkan ponsel yang baru dia ambil dari laci sembari berfikir keras mengenai ponsel di tangannya. "Tapi, apa pentingnya untukku, sampai aku harus menyisakan waktu hanya untuk mengetahui isi ponsel itu...." Dia menggelengkan kepalanya, harga dirinya menolak keras dengan apa yang membuatnya penasaran.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN