“Maaf, saya tidak bisa mempercayakan anak saya pada lelaki yang bahkan tak bisa menjalankan kewajibannya pada Allah.” Bella menekan dadaa yang kini terasa sesak. Dia dan Ranisya sengaja menguping pembicaraan acara lamaran Alan dan keluarga diruang keluarga yang hanya bersekat tembok. Berkali Ranisya mengelus pundak sang kakak, berharap bisa menyalurkan kekuatan dari sentuhan lembut tangannya. “Sabar, kak.” Bella sudah meneteskan air mata, dengan cepat ia mengelap kedua pipi. Tak ingin membiarkan Ranisya melihatnya menangis, ia segera beranjak. Namun tangannya ditarik Ranisya dengan cepat. “Kak, kita dengarkan dulu sampai akhir.” Bella memilih mengalihkan pandangan dengan tangan yang kembali mengusap mata, lalu menggeleng dengan helaan nafas panjang. “Aku nggak kuat.” Lirihnya dengan s