Tujuh

1237 Kata
❤Setiap orang akan merasa spesial, jika berada di tempat yang tepat. Di samping orang yang seakan buta dengan kekurangannya, dan mencintainya dengan apa adanya❤ ❤❤❤ Malam kian larut. Andrea baru saja menyiapkan barang bawaannya untuk bekerja besok. Dan kini, ia mengambil posisi duduk di samping sang istri sembari membawa sebuah buku kedokteran. Ia melirik ke arah sang istri yang tampak tak terganggu dengan pergerakan tempat tidur di sampingnya. Ia memperhatikan kerutan di kening istrinya, yang menandakan jika wanita itu tengah benar-benar serius dengan kegiatannya. "Van, agak santai aja bisa? Ada apa sih? Horor banget mukanya," tanyanya. Vania pun menoleh. Hanya beberapa detik sebelum ia kembali fokus ke handphonenya. "Lagi chat-an sama Alin. Dia ngajak aku ketemu lagi, tapi kami belum nemu waktu yang pas," jawab Vania seadanya. "Alin? Alin siapa?" tanya Andrea sambil menyerit bingung. "Ck, remaja yang sering aku ceritain itu loh. Yang tadi habis ketemuan sama aku," terang Vania. Andrea pun mengangguk, lalu mulai membuka buku yang sempat ia bawa. "Itu susunya dihabiskan dulu!" ujarnya lembut. Vania pun mengangguk lalu melakukan apa yang suaminya perintahkan. Andrea tersenyum tipis melihat istrinya yang penurut malam ini. "Keperluan kamu untuk besok sudah kamu siapkan?" tanya Andrea. Vania mengangguk kecil. "Nggak ada yang pesan panci. Jadi cuma bawa buku catatan yang biasanya sama jas. Udah aku siapin waktu kamu mandi tadi," jawab Vania. Andrea kembali tersenyum. Kemudian ia memilih memfokuskan dirinya pada buku kedokteran yang baru ia beli beberapa hari yang lalu. Kesunyian antara suami-istri itu bertahan cukup lama, hingga Vania mulai mengeluarkan suara, "Besok Sabtu ini kan ya, resepsi pernikahan Daniel dan Nadien?" Andrea menoleh kemudian menganggukkan kepala sebagai jawaban. Baru saja hendak berpaling kembali ke arah buku bacaannya, Vania sudah lebih dulu menahannya. Vania mencengkram lengan kiri Andrea hingga membuat lelaki itu mau tak mau harus kembali bertatap muka dengan wajah cantik Vania. Andrea sempat menyerit melihat muka melas wanita itu. "Aku mau baju baru," ujarnya dengan nada manja. Andrea pun langsung menangkap maksud Vania. Ia mengerti jika istrinya itu butuh baju baru untuk datang ke resepsi sahabatnya. "Iya, besok aku belikan," jawab Andrea dengan gampangnya. Anggap saja sebagai hadiah karena sikap Vania yang penurut hari ini. "Beneran?" tanya Vania memastikan. Dan tanpa ragu, Andrea pun menganggukkan kepala. "Tapi udah lama nggak beli sepatu. Beliin sekalian ya? Sama tas. Besok ada Kak Rafael sama Kak Litha juga soalnya. Gengsi kalau pakai yang lama. Itu belinya diskonan lagi," ujar Vania mulai ngelunjak. Lagian kapan lagi Andrea sebaik ini, langsung meng-iya-kan permintaannya dengan begitu mudah? Jadi sekalian saja Vania porotin. Andrea menghela napas, "kalau aku Iya-kan pasti bakalan ngelunjak lagi kan?" tebaknya. Ia sudah sangat hafal dengan kepribadian istrinya itu. "Hehe.. nggak kok. Cuma kalau kamu memang lagi ada uang, boleh deh sekalian beliin aku make up. Kalau perlu bayarin aku ke salon pas mau pestanya. Kan seneng kalau istrinya kelihatan cantik di pesta sahabat," jawab Vania makin tidak tahu diri. Andrea memutar bola matanya malas. Lalu ia memilih memalingkan wajahnya ke arah buku yang sempat ia anggurkan hanya demi mendengarkan ocehan sang istri beberapa detik lalu. Hal itu membuat Vania kesal dan merasa digantungkan. Vania pun mencubit lengan Andrea, agar suaminya itu kembali menoleh padanya. "Ada apa lagi sih, Van?" tanya Andrea malas. "Bilang 'Iya' dulu, baru boleh balik baca lagi." desak Vania. Andrea menatap wanita itu jengah. Dan mulutnya masih tertutup rapat. Sebenarnya, bukan perkara sulit membelikan apa yang Vania mau. Toh biasanya perempuan akan memilih barang yang diskon dan harganya tidak terlalu mahal. "Buat baju, oke. Aku belikan. Tapi seingatku kamu belum lama ini beli tas dan sepatu. Make up juga, itu di meja sampai penuh. Padahal beberapa diantaranya kamu nggak tahu cara pakainya. Jadi lain kali saja belinya," jawab Andrea. "Udah lama. Udah hampir dua bulan terakhir kali aku beli. Dan itu pun karena diskon. Beli tas dapat bonus sepatu," balas Vania. "Buat make up, karena itu. Itu banyak tapi banyak yang nggak bisa pakainya. Itu yang dioles-oles di pipi biar pink sama yang buat mata apalagi. Mukaku aneh kalau pakai itu. Aku mau yang bisa bikin aku cantik kalau dipakai," lanjutnya. Andrea bahkan bisa mengerti apa yang Vania maksud. Blush on dan eye shadow. "Ya sama aja, intinya itu masih baru. Baru beberapa kali juga kamu pakai," balas Andrea. "Dih, gengsi pakai barang diskonan di depan Kak Rafael. Kamu kan tahu, dia orangnya julid," keluh Vania sembari memasang wajah masamnya. Selalu begitu jika ia mengingat kakaknya yang selalu mengundang emosinya. Andrea memilih menulikan pendengarannya. Ia kembali melanjutkan aktivitas membacanya meski Vania terus mengganggunya dengan suara-suara ribut. "Mas Andrea!" kesal Vania sembari menarik kasar tangan Andrea. "Astaga, iya, besok aku belikan," jawab Andrea pada akhirnya. Bukannya menjadi tenang, namun Vania malah semakin mengerikan. Ia melemparkan dirinya sendiri ke arah Andrea, lalu memeluk erat pria berstatus suaminya itu. Bahkan Andrea pun sampai nyaris terjungkal andai saja ia tidak cepat-cepat menggunakan tangannya untuk menahan bobot tubuh mereka berdua. "Van, kamu itu turunan banteng apa gimana sih kok main seruduk-seruduk seenaknya?" heran Andrea. 'Untung udah sah, jadi nggak dosa,' batin Andrea. Vania sepertinya tak acuh dengan ucapan suaminya. Ia malah semakin mengeratkan pelukannya hingga membuat Andrea sesak. "Makasih, suamikuuuu.... Aku jadi makin sayang sama kamu," girang Vania sembari mengeratkan pelukannya. "Astagakk.. Van, sesek kalok gin.. hi," Andrea dengan suara tercekat karena sesak akibat pelukan Vania yang luar biasa eratnya. Vania pun mengendurkan pelukannya. Namun kedua tangannya masih melingkar rapi di pinggang Andrea. Tanpa sadar, bibir Andrea melengkung melihat wajah Vania dari jarak sedekat itu. Kulit kuning langsat yang tampak bercahaya, mata sipit namun selalu memancarkan binar keceriaan, juga bibir tipis yang selalu tersenyum manis. Semua itu tampak begitu sempurna di mata Andrea. Waktu pun serasa berhenti bagi keduanya. Hingga Vania dapat merasakan sentuhan lembut di bibirnya. Membuatnya otomatis menutup mata dan meresapi kelembutan ciuman suaminya. Selang dua menit, Andrea menjauhkan wajahnya dari Vania. Dan perlahan, Vania pun melepas pelukannya. "Sudah malam. Dilanjut besok lagi chatting-annya," ujar Andrea. Vania mengangguk lalu meletakkan handphone nya di atas nakas. Tubuhnya merosot hingga terbaring di tempat tidur. Sementara itu, Andrea juga melakukan hal yang sama dengan bukunya. Ia meletakkan bukunya di atas nakas. Namun, sebelum tidur di samping istrinya, Andrea terlebih dahulu menarik selimut hingga batas leher Vania. Tak sampai di situ, ia mencondongkan dirinya ke arah sang istri, hingga membuat wanita itu merinding tak karuan. 'Aduh, dia mau ngapain lagi?' 'Eh kok makin deket?' 'Aduh deg-degan. Udah di luar batas aman nih. Bagusnya ditendang nggak ya? Eh, durhaka banget aku jadi istri,' Wajah Andrea semakin mendekat, dan Vania memilih menggenggam erat selimut di tubuhnya. Perlahan, mata Vania memejam. Semakin erat dan terkesan dipaksakan. "Good night, My Wife," meski lirih, Vania dapat mendengarnya dengan sangat jelas. Dan... 'Cup' Vania dapat merasakan bibir lembut suaminya menempel di keningnya, juga napas hangat yang seakan menerbangkan anak rambutnya. Hangat. Serta menimbulkan suatu getaran hebat di hatinya. Andrea memang bukan tipe suami romantis yang sering bersikap manis terhadap sang istri. Namun, sekalinya pria itu melakukan satu hal manis, hati Vania selalu berhasil diporak-porandakan karenanya. Mungkin itulah yang membuat Vania sangat mencintai pria itu. Meski terkadang menyebalkan dan cuek, tapi Vania selalu merasa nyaman. Dan Andrea adalah orang yang paling siap ia repotkan, serta menerima semua kekurangannya. Vania dapat merasakan semua itu meski Andrea selalu memasang wajah dinginnya. Di samping Andrea, Vania selalu merasa spesial. ❤❤❤ Bersambung .... Kalau kalian suka cerita ini, silahkan masukkan library dengan cara klik love. Kalau kalian merasa cerita ini layak dibaca banyak orang, silahkan sarankan teman/kerabat kalian buat mampir juga. Terima kasih sudah mampir
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN