Enam

1469 Kata
❤❤❤ Vania berlari kencang setelah keluar dari taksi online yang ia pesan. Ia tak mengabaikan lagi rambut dan pakaiannya yang berantakan akibat kecepatannya dalam berlari. "Huh.. huh.." Ia menghela napas ketika berhasil sampai di lobby rumah sakit. "Huh... Untung nggak ketahuan Mas Andrea kalau telat," gumam Vania. "Dokter Vania," Mata Vania membulat seketika. Keringat yang tadi nya mulai berhenti, kini kembali keluar lagi. "Mampus. Lolos dari suami, malah ketemu Pak Bos," lirih Vania yang mulai merutuki nasib sialnya. "Dokter Vania kok keringetan gitu? Habis ngapain sih?" Suara itu terdengar semakin mendekat, dan ternyata kini si pemilik suara itu telah sampai di hadapan Vania. "Eh, Pak Haical," ujar Vania. Haical terkekeh sebentar melihat wanita yang mulai mengangkat wajahnya itu. "Ini, dibersihkan dulu keringatnya!" ujar Haical sembari menyodorkan sebuah sapu tangan. Vania pun meraihnya. Ia pun segera mendekatkan kain kecil itu ke keningnya, namun sebuah tangan cepat-cepat menahannya. Vania dan Haical otomatis menoleh ke arah pemilik tangan yang menahan lengan Vania. "K.. kamu?" kaget Vania. Ia pun segera menurunkan tangannya, dan menghadap sepenuhnya ke arah suaminya yang baru datang itu. Orang yang saat ini sedang sangat ingin ia hindari. Karena Andrea puluhan kali lebih menyeramkan dari pada Haical ketika mengetahui jika ia terlambat. "Ini, pakai tissue aja!" suruh Andrea sembari menyodorkan sebungkus tissue yang sepertinya masih baru. Vania masih terdiam membeku. Hal itu tentu saja membuat Andrea gemas dan langsung merebut sapu tangan di tangan Vania, dan menggantinya dengan sebungkus tissue yang ia bawa tadi. "Bisa bersihkan sendiri kan?" tanya Andrea dengan nada dingin. Vania pun terpenjat dan segera sadar dari lamunannya. Ia mengangguk kaku. Vania meraih selembar tissue lalu membersihkan keningnya dari keringat. Ia menunduk, berusaha menghindari tatapan tajam sang suami yang seperti sedang mengulitinya. "Hmm.. Dokter Andrea, saya-" "Ini, sapu tangannya saya kembalikan. Terima kasih atas niat baik Anda terhadap istri saya," potong Andrea yang menyorot Haical dengan tatapan dingin. Andrea menoleh ke sekitar. Dan beberapa perawat langsung berusaha menghindar dari tatapannya. Lalu, tatapan pria berusia tiga puluh satu tahun itu kembali menyorot pada sang istri yang masih menunduk. "Sudah?" tanyanya. Vania sedikit terpenjat, namun wanita itu segera mengangguk. "Kamu tidak kembali bekerja?" lanjut Andrea yang membuat Vania langsung gelagapan. "Eh? Hmm.. i.. ini mau kembali kerja kok," jawab Vania pada akhirnya. Vania pun segera berpamitan dengan Haical dan Andrea lalu melenggang pergi. 'Haduh, pasti masalahnya masih bakal diungkit nanti di rumah. Huftt..' batin Vania. * Di sepanjang perjalanan pulang, Andrea sama sekali tidak membuka suara. Vania pun turut memilih diam, dari pada Andrea malah menyeret masalah tadi siang dalam percakapan mereka. Sampainya di rumah, Vania langsung beralih ke dapur. Bahkan tasnya pun masih bertengger di lengannya. Ia hendak membuatkan Andrea secangkir green tea, berharap jika green tea itu bisa sedikit memberikan ketenangan pada suaminya agar tidak memperpanjang masalah yang tadi siang. "Tasnya nggak di taruh dulu?" Vania menoleh sekilas, lalu melempar senyum ke arah pemilik suara itu. "Oh iya, sampai lupa. Hehe.." Andrea melipat tangannya di depan d**a. Ia berdiri sembari menyenderkan punggungnya ke kulkas. Matanya terus menyorot sang istri yang tengah membuatkan minuman untuknya. "Ini," ujar Vania, menyodorkan secangkir green tea buatannya. Andrea menerimanya dan mengucapkan terima kasih. Namun, tatapan tajamnya masih menyorot ke arah Vania yang menjadi salah tingkah. 'Dilihatin aja udah berasa dikuliti aku. Apa sebaiknya aku kabur ya?' batin Vania mulai menyusun rencana. "Hmm.. aku duluan ya?" pamitnya "Kemana?" tanya Andrea setelah meneguk setengah gelas minuman buatan istrinya. "Hmm.. itu. Mau.. mau mandi. Iya. Gerah banget soalnya," dusta Vania sambil mengipas-kipaskan tangannya, berharap Andrea segera membiarkannya pergi. Karena perasaannya mulai tak enak saat ini. Andrea maju satu langkah lebih dekat ke arah istrinya. Membuat Vania semakin merinding ngeri. 'Mampus, salah aku apa aja sih kok kayaknya serius gini?' batin Vania. "Gerah dari mana? Orang dingin gini, di luar kan hujan," kilah Andrea yang mematahkan alasan yang sudah susah-susah Vania buat. "Kok kamu kayak ngehindar gitu. Kenapa?" tanya Andrea santai. "Hmm.. itu. Aku.. aku nggak-" Vania benar-benar gugup hingga kesulitan menjawab pertanyaan pria di hadapannya. Ia berusaha menebak apa penyebab Andrea menjadi aneh seperti ini. Apa soal keterlambatannya tadi? Tapi kenapa sepertinya sangat serius? "Memangnya kamu ada salah apa? Kok sampai ngehindar gitu dari suami?" tanya Andrea yang masih bernada santai. "Eh?" Kaget Vania. 'Jadi dia nggak ngeh sama kesalahan aku tadi siang? Dia nggak marah kan? Cuma perasaan aku aja apa gimana sih?' batin Vania. "Ak.. ak.. aku," "Kamu sendiri kenapa aneh? Eh, eh, kenapa deket dek-" "Memangnya salah kalau aku mau dekat sama istriku sendiri? Salahnya dimana? Hmm?" potong Andrea sembari tersenyum miring, membuat Vania semakin merasa tersudut. Tanpa sengaja, tatapan Vania terarah pada cangkir yang tadinya berisi green tea buatannya. Dimana cangkir itu saat ini sudah ada di meja makan. Ternyata Andrea sudah meletakkannya tanpa Vania sadari. Vania bersandar pada meja panjang yang ada di dekat kompor, dengan Andrea yang berada tepat di hadapannya. "Dipepet suami sendiri aja merah gitu pipinya. Aku kan suami kamu, Vania," ucap Andrea terdengar lebih lembut dari sebelumnya. Membuat kuduk Vania semakin merinding. "Ih.. ngeri dengernya," gumam Vania yang membuat Andrea semakin tersenyum miring. "Jangan sok romantis dong, Mas! Serius merinding ini aku," gemas Vania. "Ya makanya nggak usah sok-sok menghindar gitu dong! Aku kan malah jadi tanda tanya, apa yang terjadi sama kamu," balas Andrea. "Hah?" Vania mengerutkan alisnya. Tidak mengerti dengan perkataan Andrea. 'Serius, ini dari tadi cuma aku doang yang parno?' "Hmm.. itu... Soalnya tadi aku sebenernya agak telat balik setelah makan siang. Jadi aku kira kamu-" "Itu bukan masalah besar. Aku nggak marah soal itu, Vania," potong Andrea untuk kesekian kalinya, kali ini disertai dengan senyum yang sepertinya tulus. "Serius??" tanya Vania dengan mata berbinar. 'Brakkk..' Pupus sudah harapan Vania untuk bersantai. Ternyata masalahnya belum selesai. Dan entah masalah yang mana yang kini sedang Andrea bahas. Vania tersentak saat tangan Andrea sudah mengurungnya terlebih dahulu. Menghimpitnya di antara tubuh besar pria itu dan meja dapur. Belum sempat Vania menarik napas, suaminya itu sudah kembali bersuara, "tapi aku kesel pas kamu sok-sok romantis sama Haical," lanjut Andrea mematahkan harapan Vania. "Hah? Kapan?" bingung Vania. Andrea menghela napas sebentar, "tadi, saat Haical nyamperin kamu dan ngasih sapu tangan ke kamu," jawab Andrea sewot. Vania berusaha mengingat-ingat. Dan Andrea menjadi gemas sendiri melihat istrinya yang sangat pelupa itu. Apa benar Vania sudah lupa? Padahal kejadiannya baru tadi siang. "Pas kamu terus datang itu bukan?" tebak Vania setelah beberapa menit berpikir. Andrea tidak menjawab. "Memangnya itu romantis ya? Aku baru tahu," bingung Vania. "Kamu nggak sadar?" heran Andrea yang selanjutnya dibalas gelengan oleh Vania. "Kamu nggak lihat gimana orang-orang ngelihatin kalian tadi? Kamu nggak dengar apa yang mereka omongin soal kalian?" tanya Andrea. Dan lagi-lagi, Vania menggelengkan kepalanya. Dengan tampang super polosnya tentunya. Bahkan Andrea masih teringat jelas dengan omongan orang-orang yang membuatnya harus bergegas menghampiri sang istri tadi. Flashback Saat itu, Andrea baru saja hendak pergi ke bangsal anak yang letaknya tidak jauh dari lobby. Dan tanpa sengaja ia mendengar omongan beberapa perawat. "Pak Haical? Masih mepetin Dokter Vania?" "Iya. Aku kan barusan dari lobby. Mereka masih di lobby kok. So sweet banget Pak Haical natap Dokter Vania-nya." "Hah? Serius? Aku jadi penasaran. Aku kesana dulu deh." "Enak aja. Kerja woy, kerja! Udah ah ayo." "Ya udah deh. Toh bentar lagi juga pasti infonya nyebar. Tinggal kita pasang kuping aja." Dan setelah itu, Andrea langsung melesat pergi ke arah lobby untuk melihat hal yang diomongkan dua perawat itu tadi. Flashback off Kini matanya masih menyorot tajam ke arah sang istri. "Serius aku nggak tau kalau itu romantis. Memangnya definisi romantis gimana sih?" tanya Vania yang membuat Andrea semakin panas. "Ck, Van!!!" gemas Andrea. Lelaki itu melepaskan kungkungan ya terhadap Vania dan mengacak-acak rambutnya frustasi. "Eh, jangan diberantakin dong rambutnya. Nanti gantengnya berkurang loh," ujar Vania polos. Andrea kembali menatap Vania dengan tatapan yang sulit diartikan. "Kamu beneran nggak sadar?" "Sadar apa?" Andrea menghela napas panjang. Harusnya ia tahu, tidak akan mudah berkomunikasi dengan wanita di depannya itu, apalagi menyangkut soal perasaan lelaki. "Haical itu suka sama kamu, Vania. Semua orang tahu itu," terang Andrea. Tanpa Andrea duga, Vania malah tertawa setelah mendengar ucapannya. "Kamu ini mau-maunya kemakan omongan orang? Ya enggaklah. Pak Haical emang dari sononya baik. Manusia Suku Es Kimo mana ngerti? Haha.." ejek Vania. "Suku Es Kimo? Siapa?" bingung Andrea. "Ya kamu lah, siapa lagi pegawai rumah sakit yang paling dingin dan mukanya datar kayak tembok melebihi kamu?" ejek Vania semakin menjadi. Andrea berdecak lalu menyabet tasnya dan beranjak meninggalkan Vania yang masih tertawa di posisinya tadi. 'Ck, susah banget ngomong serius sama istri sendiri.' batin Andrea. ❤❤❤ Bersambung .... Sudah klik love nya kan? Adakah yang menunggu versi cetak? Bantu doa, yuk! Aku juga sedang berjuang nih Biar tidak ketinggalan info, jangan lupa buat follow ig @riskandria06, ya! Karena semua info akan aku share di story ig. Karena di dreame ini agak susah kalau mau ngasih info. Tidak ada halaman beranda khusus penulis share info ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN