PART. 6 MANTAN KEKASIH ++

959 Kata
"Riana," gumam pria di hadapannya. Riana mengerjapkan mata, ia mundur dua langkah, lalu mendekati motornya, yang sudah diparkir di tepi jalan oleh pria lainnya. "Terima kasih," ucap Riana, pada si pria yang membantu menepikan motornya. Ia menyalakan motornya, lalu melesat bagai dikejar hantu saja. "Ri, Riana, tunggu, Ri!" Pria yang mengenalinya, sempat terpaku melihat sikap Riana, dan ia baru menyadari, kalau Riana sudah meninggalkannya, setelah mendengar suara motor Riana. Setelah cukup jauh meninggalkan tempat ia terjatuh tadi, Riana memelankan laju motor. Lalu menepikan motornya, karena pandangan yang mengabur, akibat dari air mata yang terus turun meluncur membasahi pipinya. Air mata, yang sudah sangat lama tidak lagi menetes dari kedua matanya. Dan, hari ini air mata itu jatuh di pipinya. Pria itu, pria yang membuatnya jatuh bangun karena cinta. Pria yang membuatnya merasakan pahit, dan manisnya cinta. Pria itu yang membuatnya merasakan berbagai rasa dalam cinta. Rasa bahagia berbunga-bunga. Rasa rindu merana. Rasa sakit, terluka, dan derita karena cinta. Dia, pria itu, Rivaldi Nugraha, seseorang yang mungkin tidak akan pernah ia lupakan untuk seumur hidupnya. Perhatiannya, kasih sayangnya, sikap lemah lembutnya, keromantisannya, sungguh membuat Riana lupa status Rivaldi sesungguhnya. Hampir setiap hari Rivaldi memberinya puisi, dan menghujaninya dengan perhatian, yang mampu menggetarkan hati Riana, membuat cinta terlarang itu makin tumbuh berkembang, dan membesar di dalam hatinya. Saat itu usia Riana baru 19 tahun, baru tamat SMA, saat ia bekerja di pabrik roti di dekat rumahnya. Sedang Rivaldi, usianya sudah 29 tahun, ia salah satu manager di tempat Riana bekerja. Meski pernah pacaran dan jatuh cinta sebelumnya, tapi cinta Riana pada Rivaldi terasa sangat berbeda. Pendekatan Rivaldi yang alami, tidak memaksa, tidak tergesa, juga sikapnya yang dewasa, membuat Riana larut dalam cinta yang tumbuh tanpa disadarinya. Perhatian yang ditunjukan Rivaldi untuknya, sebenarnya sederhana saja, namun mampu memupuk rasa cinta terlarang di dalam hati Riana, sehingga cinta itu tumbuh semakin besar saja, dan sulit untuk ia bunuh mati. Sampai akhirnya, setelah tiga tahun hubungan mereka, istri Rivaldi datang ke pabrik untuk melabrak mereka. Beruntungnya Riana, mempunyai teman-teman yang mau menyembunyikannya dari labrakan Fatma, istri Rivaldi, yang dinikahi Rivaldi atas perjodohan dari kedua keluarga. Beruntungnya pula, Rivaldi berhasil membawa istrinya pergi dari pabrik, agar Riana bisa pulang ke rumahnya. Malam harinya, dengan sangat berani, Rivaldi datang ke rumah Riana, tanpa rasa takut akan mendapatkan penolakan dari keluarga Riana. Rivaldi menyatakan ingin melamar Riana pada kedua orangtuanya. Tentu saja Rivaldi mendapatkan penolakan, bahkan dia diusir dari rumah Riana. Riana hanya bisa menangis, dan akhirnya pasrah saat orangtuanya mengirimnya ke luar kota. Suara klakson mobil truk yang melintas di sampingnya, membuat Riana tersadar dari lamunan. Riana menyeka air mata, ia berusaha mengusir bayangan Rivaldi dari pikirannya. Ia harus fokus pada usaha untuk bercerai dari Zainal. Riana kembali menjalankan motornya, ia putuskan untuk pulang saja, badannya terasa sakit, setelah terjatuh dua kali dari motornya. *** Riana memarkir motornya di teras rumah. Pintu rumah terbuka, Zainal muncul dengan tampilan masih sama seperti pagi tadi. Tanpa baju, hanya sarung tergulung di pinggangnya. "Kenapa pulang cepat?" "Tidak enak badan," jawab Riana singkat. "Bajumu kenapa kotor?" Zainal memperhatikan Riana. "Jatuh dari motor?" "Jatuh dari motor?" Zainal langsung mendekati motor Riana yang terparkir di teras. Riana hanya bisa mengelus d**a, jika suami perempuan lain mendengar istrinya jatuh dari motor, pastilah tubuh istrinya yang diperiksa, lecet, ataukah terluka. Tapi, Zainal justru memeriksa motornya. "Kamu ini bawa motor bagaimana sih, bisa sampai jatuh segala. Lihat, motornya jadi lecet begitu, harga jualnya pasti jatuh sekali!" Seru Zainal sambil menutup, dan mengunci pintu depan. Riana menghela napas, Zainal lebih menyayangi motor yang tak punya hati, apa lagi nyawa. Dari pada memikirkan perasaan, dan tubuh istrinya, apakah tersakiti, atau tidak. Riana masuk ke dalam kamar tidur, ia lepas kemeja, dan roknya. Zainal ikut masuk juga, lalu dikuncinya pintu kamar. Melihat Riana hanya mengenakan bra, dan celana dalam saja, Zainal langsung menyambar pinggang Riana. Riana berusaha berontak, ia teringat ucapan petugas di Pengadilan Agama. Tapi apalah daya, tenaga Zainal lebih besar dari tenaganya. Zainal menyandarkan punggung Riana di pintu lemari, ia merangkum kedua tangan Riana, dan mengangkatnya melewati kepala Riana, sementara bibirnya memagut bibir Riana dengan kasar. Riana hanya mampu menjerit di dalam hati, saat Zainal menarik celana dalamnya hingga sobek, dan terlepas. Tiga jari Zainal langsung merangsek masuk di antara ke dua pahanya. Rasa perih membuat kedua kaki Riana tidak mampu lagi menopang tubuhnya. Tubuh Riana hampir merosot ke lantai. Tapi Zainal mengangkat, dan membaringkan tubuh Riana di atas ranjang, dengan kedua kaki menjuntai di sisi ranjang. Riana berusaha bangkit, kedua kakinya bergerak ingin menendang Zainal, tapi Zainal memegang kaki Riana dengan kuat. Ditekuknya kaki Riana, dibuka selebarnya paha istrinya, ditenggelemkan wajahnya di antara kedua paha Riana. Riana hanya bisa menjerit, tubuhnya menggeliat menerima kegilaan Zainal. Kedua tangan Riana berusaha menjambak rambut Zainal, agar Zainal menyudahi perbuatannya. Tapi Zainal tidak peduli, bibirnya, lidahnya, bahkan giginya bersinergi bekerja dengan lihainya, membuat jeritan Riana bercampur dengan erangan, dan desahan. Sehingga Riana tak mampu menahan desakan dari dalam dirinya. Punggung Riana terangkat, jari jemari dikedua tangannya mencengkeram sprei dengan kuat. Wajah Zainal basah oleh cairan yang ke luar dari milik Riana. Riana terkapar, dengan napas tak beraturan. Tapi jeritannya kembali terdengar, saat milik Zainal memasuki miliknya, setelah Zainal menyeka wajahnya sendiri yang basah, dengan sarung yang tadi dipakainya. Zainal menatap wajah Riana, "Kamu tidak akan bisa meninggalkan aku, Riana, tidak akan pernah bisa, untuk selamanya," ucap Zainal tepat di depan wajah Riana. Riana tidak menyahut, bahkan ia tidak lagi mampu membuka mata. Ia sudah terlalu lelah, lelah jiwa, dan raganya. Tubuh Riana terbujur diam, meski Zainal berpacu dengan dirinya. Namun Zainal tiba-tiba melepaskan miliknya, membuat Riana lega. Zainal memagut bibir Riana, sementara kedua tangannya menekuk lutut Riana, andai Zainal tidak memagut bibirnya, pasti Riana akan menjerit sekerasnya karena Zainal melakukan anal seks padanya. BERSAMBUNG 70 komen
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN