PART. 7 UJIAN PERTAMA

1040 Kata
Mereka tiba di cafe. Maya keluar dari mobil. Pak Isman dan Bik Isti menunggu saja di mobil. Bik isti sudah menceritakan kepada Maya. Kalau sebelumnya Maya tidak pernah datang ke cafe. Karyawan cafe, bahkan manajer cafe tidak tahu seperti apa Maya. Itu hal yang menguntungkan bagi Maya, sehingga ia lebih mudah dalam menyelidiki keadaan cafe milik ibu Maia. Menurut Bik Isti cafe itu baru dibuka dua tahun lalu. pengelolaannya diserahkan kepada seorang manajer perempuan, bernama Cindy. Cindy ini dipilih lewat seleksi yang cukup ketat. Pengalaman kerjanya cukup lama di sebuah cafe lainnya. Itulah sekilas informasi yang Maya dapatkan tentang cafe ibunya Maia. Saat Maya masuk ke cafe itu. Pengunjung cukup banyak, karena jam makan siang. Maya menyukai interior, furniture yang digunakan, dan suasana cafe. Cafe itu terlihat asri, bersih, dan nyaman. Untuk pandangan mata, Maya menilai semua baik-baik saja dan sempurna. Maya duduk di salah satu kursi. Seorang pelayan datang mendekati. "Selamat siang. Silakan ingin pesan apa?" Pelayan meletakkan buku daftar menu di tangannya ke hadapan Maya. Maya membuka daftar menu, dan memeriksa satu persatu menu yang tertera di sana. Kemudian Maya menyebutkan pesanan, sang pelayan mencatat apa yang Maya pesan. "Ada lagi, Kak?" Tanya pelayan yang Maya yakin seumuran dengan Maia. "Itu saja. Terima kasih," sahut Maya. "Saya bacakan ulang pesanannya." Sang pelayan membacakan ulang pesanan Maya yang sudah ia catat. "Sudah sesuai ya, Kak?" "Iya." Kepala Maya mengangguk "Harap menunggu. Saya permisi. Pesanan akan segera disiapkan, dan akan diantarkan." "Terima kasih." Setelah pelayan pergi, Maya menelepon Bik Isti. Maya minta Bik Isti dan Pak Isman masuk ke cafe. Tapi mereka tidak boleh duduk di meja yang sama. Pak Isman dan Bik Isti duduk berdua saja, dan boleh memesan makanan apa yang diinginkan. Pak Isman dan Bik Isti duduk tidak jauh dari Maya. Tak lama kemudian pesanan Maya datang. Maya mencicipi satu persatu makanan yang ia pesan. Maya harus mengakui rasanya enak. Pelayanan juga bagus. Tempat rapi dan bersih. Itu artinya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Setelah selesai makan, Maya beranjak ke kamar mandi untuk buang air kecil. Maya sekalian ingin melihat, apakah kamar kecil juga bersih dan dirawat dengan baik. Karena kamar kecil juga menjadi hal yang penting di sebuah tempat makan. Maya masuk ke toilet khusus perempuan. Setelah selesai buang air kecil, Maya keluar dari kamar kecil. Ia melihat seorang wanita berpakaian pelayan Tengah menangis sesenggukan. Ternyata itu wanita yang melayaninya tadi. "Kamu kenapa?" Maya berdiri di hadapan wanita itu. "Oh maaf. Saya tidak apa-apa." "Tidak apa-apa? Tapi kenapa kamu menangis?" "Maaf sudah mengganggu, Kakak. Sungguh saya tidak apa-apa." Wanita itu menolak untuk menceritakan apa yang membuatnya menangis. "Kamu ceritakan saja. Kamu punya masalah apa. Siapa tahu saya bisa membantu kamu." Maya membujuk agar sang pelayan mau bercerita penyebab dari tangisannya. Wanita itu yang tadinya sudah berhenti menangis kini menangis lagi setelah mendengar bujukan Maya. "Ceritakan saja, kalau kamu bercerita, setidaknya sesak di dadamu akan sedikit berkurang. Jika kamu ingin aku merahasiakan ceritamu, akan aku rahasiakan. Jika kamu butuh solusi, akan aku berikan jalan keluar yang aku pahami. Jika kamu butuh bantuan materi, katakan saja mungkin aku bisa membantu." "Maaf, saya mohon tolong jangan ceritakan kepada siapapun apa yang saya sampaikan." Wanita itu menatap wajah Maya. Maya bisa melihat kecemasan dalam sorot matanya. "Ya, aku berjanji." "Saya menangis karena merasa sedikit kesal. Bonus saya tidak diberikan sebagaimana mestinya. Bulan ini saya tidak ada libur, Saya bekerja full dalam dua shif, Karena mengharapkan bonus dari pekerjaan saya. Bonus yang saya rencanakan untuk membiayai keperluan sekolah adik saya." Pelayan wanita itu mulai bercerita. "Apa kamu sudah tanyakan kepada manajer cafe kenapa bonusmu tidak dibayarkan?' "Manager berkata, cafe merugi. Sehingga tidak bisa membayar bonus karyawan." "Apa cafe ini sepi?". "Tidak. Cafe ini tidak pernah sepi. Pagi hari sudah ramai dengan orang yang sarapan, siang hari ramai dengan orang yang makan siang, dari sore sampai malam ramai dengan orang-orang yang nongkrong di sini. Karena itulah kami bekerja dua shif. Bulan ini saya menjalani dua shif itu full. Karena kebetulan ada pelayan yang cuti. Tapi sayangnya bonus saya yang tidak pernah libur tidak dibayarkan. Dengan alasan cafe sepi. Padahal tidak pernah sepi." "Kenapa kamu tidak menuntut hak kamu kepada manager cafe?" "Saya tidak berani menuntut. Karena bulan lalu ada yang protes juga bonusnya tidak dibayarkan, Dia langsung diberhentikan. Saya butuh pekerjaan ini. Karena mencari pekerjaan baru sangat sulit saat ini. Maaf saya jadi menceritakan sesuatu yang sebenarnya tidak boleh saya ceritakan, karena ini rahasia perusahaan." "Sudah berapa lama kamu bekerja di sini?" "Dari awal cafe ini dibuka." "Kamu lulusan apa?" "S1." "Apa kamu memang melamar pekerjaan dengan posisi pelayan?" "Tadinya Saya ingin melamar menjadi manajer, tapi karena saya tidak memiliki pengalaman sebelumnya, saya urungkan niat itu. Karena yang melamar posisi itu, orang-orang berpengalaman. Jadi saya putuskan untuk menjadi pelayan, karena hanya itu posisi yang masih kosong." "Kenapa tidak mencoba melamar pekerjaan di tempat lain yang sesuai dengan pendidikan kamu." "Sudah dua tahun saya mencari pekerjaan dengan ijazah sarjana saya. Tapi belum juga saya dapat kan." "Berapa usia kamu?" "Dua puluh enam tahun." "Oh." Maya salah memperkirakan usia pelayan itu. Tadinya Maya pikir seusia Maia. "Kenapa kamu tidak mencoba membuka usaha sendiri?" "Coba membuka usaha sendiri tentu tidak gampang. Karena butuh modal pastinya, hal itu yang tidak saya miliki." "Selain kamu, adakah lagi karyawan lain yang mengalami nasib sama sepertimu. Bonus tidak dibayarkan." "Hampir semua sama seperti saya. Kecuali orang-orang yang pandai menjilat ibu manajer." "Hmmm begitu ya." "Maaf, saya sudah terlalu banyak bicara. Saya harus kembali bekerja. Terima kasih sudah mau mendengarkan curahan hati saya. Sekarang Saya merasa sedikit lega. Terima kasih, selamat siang." "Selamat siang." Maya mengikuti langkah pelayan yang di kaosnya ada tulisan nama Evi itu dengan tatapan matanya. Dari pantauan mata semua terlihat sempurna, bahkan makanan yang dihidangkan sangat enak rasanya. Ternyata di balik hal yang terlihat sempurna itu, ada tersimpan kebusukan di dalam nya. Maya tidak ingin bertindak gegabah. Ia harus mengetahui seperti apa kehidupannya sang manajer. Maya ingin tahu seperti apa orangnya. Bagaimana keluarganya, seperti apa gaya hidupnya. Sehingga bisa menilai, alasan apa yang membuat sang manajer tidak membayar uang bonus karyawan. Karena kalau alasan sepi itu tidak mungkin sama sekali. Saat ini saja cafe terlihat sangat ramai. Maya akan membawa PR ini pulang. Setelah penyelidikan selesai, baru ia bisa memutuskan, langkah apa yang harus diambil. *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN