Follow dan tambahkan ke perpustakaan kalian biar dapat notif kalau author update.
Seusai mandi untuk membersihkan diri. Citra keluar dari kamar mandi dengan mengenakan handuk yang dililitkan di tubuhnya. Tetap saja tanda merah yang diciptakan oleh pria itu begitu sulit untuk hilang.
Dia menuju ranjang yang di mana dress yang dia kenakan semalam itu masih di sana. Baru saja Citra hendak memungutnya. Pria itu menahan tangannya dan entah kapan datangnya tiba-tiba langsung menahan tangan Citra untuk mengambil pakaian itu. "Jangan pakai lagi, karena itu adalah bau alkohol masih menempel pada dressmu. Jangan sampai ayahmu tahu bahwa kamu semalam mabuk berat,"
Citra mengangguk dan hampir saja dia melakukan hal yang salah.
"Saya sudah membelikan pakaian untuk kamu. Jadi tunggu beberapa saat, sementara kamu menunggu. Sarapan dulu, dan minum obat pereda mabuk kamu!"
Gadis itu mengangguk paham dengan apa yang dikatakan oleh pria itu. Pembawaan pria itu teduh, dingin. Kadang ucapannya membuat Citra membeku dan tidak bisa mengelak apa pun.
Ia berdiam diri di dalam kamar dan menghabiskan sarapannya sedangkan pria itu menunggunya di luar. Walaupun sudah melihat semua tubuh Citra, pria itu menjaga jarak dengan Citra karena barangkali emosi Citra yang belum bisa distabilkan.
"Pakai pakaian kamu!" pria itu menyerahkan kantong berisi beberapa baju baru.
Citra mengangguk pelan sambil masuk ke dalam kamar mandi dengan perlahan. Perut bagian bawahnya masih terasa nyeri. Sejujurnya dia sangat malu jika mengingat kejadian semalam karena dia yang sudah sangat aktif menggoda pria itu.
Andai saja bukan Citra yang menggoda, tentu saja dia tidak akan kehilangan perawannya di usia Sembilan belas tahun itu.
Citra keluar dari kamar mandi dan langsung keluar menuju ruang tamu yang ada di apartemen. Pria itu sedang duduk bersantai sambil memejamkan matanya. Barangkali sedang berpikir rencana selanjutnya dan Citra tidak tahu lagi harus berkata apa.
"Citra, jika orang tuamu bertanya. Setidaknya kamu jawab bahwa saya yang menyelamatkan kamu dari tindakan pemerkosaan itu, maka dari itu saya akan tetap mengawasi kamu, Citra. Entah kamu hamil atau apa nantinya. Jika memang iya, maka jangan pernah berpikir untuk menggugurkannya dan berpikir bahwa saya kabur ninggalin kamu,"
"Kalau kamu kabur?"
"Bakar perusahaan saya!" jawabnya dingin.
Bukan menjadi hal yang lucu bagi Citra. Meski itu adalah hal yang sedang dibuat candaan oleh Alfa. Tapi bagi Citra, suatu hal yang sangat menyaktikan adalah mengingat kejadian semalam bagaimana dia dengan agresifnya mencoba untuk membuat pria itu terangsang dan memenuhi nafsu Citra.
"Saya punya kakak, kalau dia bertanya. Saya harus jawab apa?"
"Saya tahu kakak kamu. Kakak kamu itu Bima Lauren. Jadi soal itu biar jadi urusan saya. Yang jelas kamu nggak boleh cerita sama siapa pun juga. Termasuk sama teman-teman kamu,"
"Iya," Citra mulai kesal dengan aturan-aturan itu. "Saya panggil apa? Om atau apa?"
Alfa mengerutkan dahinya dipanggil Om oleh anak yang usianya sama dengan adiknya bukanlah hal yang baik. Dari wajahnya, tentu saja dia tampan. Keturunan Indonesia dan Jerman. Apalagi neneknya asli orang korea, dia merupakan darah campuran. Dan kini dipanggil Om oleh anak ingusan seperti Citra.
"Terserah," jawabnya dingin.
Citra menggigit bibir bawahnya curiga terhadap sikap dingin Alfa yang seperti itu. "Om nama Om siapa?"
Pria itu mengeluarkan kartu nama dan langsung menyerahkannya kepada Citra. "Jadi kalau ada apa-apa silakan hubungi saya! Maka dari itu saya akan bertanggung jawab terhadap kamu, jangan pernah berpikir bahwa saya akan kabur, Citra."
'Ada apa dengan aura pria ini? Kenapa dia terlihat seperti orang yang menakutkan,' tanya Citra dalam hati.
Sesekali Alfa melirik ke arah Citra yang waktu itu tersenyum ke arahnya. Akan tetapi tidak dengan dirinya. "Om nggak bisa senyum ya?"
"Pulang! Saya akan antar kamu pulang, jadi jangan banyak komentar. Saya tidak suka terhadap gadis yang banyak omong,"
"Gimana ada orang yang suka sama Om kalau Om seperti ini. Nggak bisa senyum, nggak bisa ramah. Bisanya nidurin orang dan cari keuntungan dari gadis mabuk," gerutu Citra. Mendengar ucapan dari gadis itu membuat Alfa menggertakan giginya, kesal dengan apa yang dikatakan oleh Citra barusan.
"Apa yang kamu bilang, hm?" ucap Alfa kemudian menempelkan Citra ke tembok kemudian mengunci kedua tangan gadis itu.
Citra menggeleng hebat dan berusaha melepaskan diri. Akan tetapi tenaga Alfa yang lebih besar tentu saja mengalahkan cekalan tangan dari Citra saat itu juga.
Melewati lorong apartemen dan diksaksikan oleh beberapa orang. Sosok Alfa yang terkenal dingin dan gila bekerja tiba-tiba membawa gadis ke dalam kamarnya. Bahkan baru saja dia keluar dan hendak menuju parkiran, dia bertemu dengan Nila, adiknya.
"Kak, maaf. Semalam aku nggak bisa bantuin kakak,"
Citra melihat dari bawah hingga atas dari gadis yang berdiri dihadapannya itu. Dari mata yang sudah berpengalaman untuk soal harga barang-barang mewah. Citra melihat dari sepatu gadis yang berdiri beberapa meter darinya. Harga dari sepatu itu kisaran dua puluh lima juta lebih dan itu yang membuat Citra menggangguk mengerti bahwa pria itu memang pria sialan yang menyogok perempuan dengan hartanya.
Sepagi itu pikirannya teringat lagi pada kejadian semalam di mana dia menjadi orang bodoh selama hidupnya mau meminum minuman alkohol. Bahkan ponselnya pun hilang, itu bukan apa-apa bagi Citra. Akan tetapi keselamatannya dan ia bersumpah akan membenci Niko setelah ini.
Cita memicingkan matanya mecari sesuatu yang mencurigakan dan jika ada yang tidak beres dia akan langsung menghajar Alfa seperti yang dikatakan oleh pria itu tadi.
"Om, katanya mau antarin aku pulang," protes Citra dan langsung menggandeng tangan Alfa dihadapan Nila.
Nila menelan ludahnya ketika melihat kakaknya yang baru pertama kali digandeng oleh seorang perempuan. Selama ini yang dia tahu bahwa kakaknya itu sangat gila terhadap pekerjaan dan tidak peduli dengan urusan hati. Bukan satu atau dua kali ini dia menolak untuk dijodohkan. Bahkan Nila sudah beberapa mengenalkan kakaknya dengan sosok perempuan. Akan tetapi kakanya selalu menolak. Hal itu yang membuat Nila berpikir bahwa kakaknya penyuka sesaa jenis.
Alfa adalah pria tinggi yang begitu tampan. Akan tetapi usianya yang sudah matang untuk menikah, bukan membuatnya mencari pasangan hidup. Akan tetapi justru membuatnya menjadi pria yang benar-benar berpikiran bahwa kebahagiaan adik-adiknya dan juga bunda adalah hal yang paling utama.
Tidak peduli dengan kebahagiaan diri sendiri. Kali ini Nila tersenyum saat kakaknya menurut ketika sedang digandeng oleh gadis itu.
"Semoga berhasil, kak."
Harapan Nila juga adalah untuk melihat kakaknya bahagia dengan perempuan pilihan hatinya sendiri. Bukan dipaksa untuk bersama dengan perempuan lain.