Adriana tersenyum evil padaku dan menelisik tubuhku dari bawah sampai atas dan melipat tangannya. "Dari gelegatmu, kau pasti penasaran dengan 'seseorang' yang berdiri di belakangku ini? Apakah tebakanku benar, Zintan?" tanya Adriana.
Aku langsung menganggukan kepala dengan semangat bersamaan dengan bergeraknya tubuh Gadis Permen itu. Lantas, Adriana menoleh pada gadis itu.
"Siapa dia, ngomong-ngomong?" Adriana kembali menatapku dengan wajah penasaran.
Aku sedikit canggung. "Ummm ... Dia ...," Bagaimanapun, jika aku mengatakan dia adalah lawanku, bisa-bisa Adriana langsung melenyapkannya. Walaupun aku orang yang mudah marah, tapi tidak untuk seorang pembunuh. "Dia sahabatku! Namanya ... Namanya Lollipop!"
DEG!
"Sahabatmu?" Adriana masih belum percaya, tentu saja, dia sangat peka dengan kebohongan seseorang. "Jawab yang jujur!"
Suasana mulai tegang, aku tidak mau terlihat bodoh. "Itu-itu benar! Aku tidak bohong! Lalala~" Bisa kulihat, Lollipop kini berdiri dengan wajah kesal, tubuhnya berlumuran lumpur.
Dengan wajah kesalnya, Lollipop akan berbicara namun cepat-cepat kupotong. "Oh hay! Rupanya kau sudah bangun ya! Hahahah! Cepat sekali! Lihat, pakaianmu kotor, hahaha! Adriana, maaf ya, dia memang suka sekali tidur di lumpur seperti babi! Lalala~" mendengar hal itu, Lollipop terbelalak sementara Adriana dan makhluk misterius tercengang.
"Aku?" Sembari membersihkan rambutnya yang kotor, Lollipop bersuara. "Sejak kapan? Nununu~"
"Zintan, aku bisa melihatnya. Kau sedang berbohong?" Aku menggeleng-gelengkan kepala dan menjawab.
"Sungguh, aku tidak berbohong! Kalau mau bukti! Ta-tanya saja di-dia! Lalala~"
Adriana mendekat pada Lollipop. "Jadi," kata Adriana. "Benarkah kalau kau adalah sahabat baru Zintan?"
Uh, apa yang harus kulakukan jika Lollipop merusak segala kebohonganku ini. Bagaimana ini?
Awalnya, Lollipop terkejut mendengar hal itu, namun, perlahan-lahan dia tersenyum tipis. "Tentu saja, nununu~"
DEG!
"EH!?" Aku sangat kaget mendengarnya. Apakah aku tidak salah dengar? Lawanku juga mendukung kebohonganku.
Sungguh tidak bisa dipercaya.
"Baik, walaupun aku belum percaya dengan pasti, setidaknya, dengan jawabanmu, aku dapat mempertimbangkannya. Adriana Meliksow, itulah namaku. Salam kenal," Adriana mulai menjauhi Lollipop dan kembali keposisinya bersama makhluk berjubah tersebut.
Lollipop menatapku dengan tatapan kau-berhutang-padaku-wanita-b******k dan aku hanya mengangguk mengerti. "Zintan?" Adriana kembali membuka percakapan.
Aku menatap Adriana dengan senyuman mengembang. "Ya? Ada apa Adriana? Lalala~"
"Aku akan memperlihatkan wajah orang ini kepadamu," -Adriana menarik jubah putih itu- "Ucapkan salam pada rekan kita, Zintan."
"A-apa!? Apakah aku tidak salah melihat!" Aku meloncat-loncat kegirangan dan berlari mendekat pada Pria gagah itu lalu mencubit pipinya yang dingin. "Ternyata itu memang benar! SELAMAT DATANG! WARKA TIKAMA!"
"Aku pulang,"
Summer Rae P.O.V
Sekarang, aku bersama Paige berjalan pelan mencari rekan setimku, kami sudah berjalan selama lima jam dan hasil yang didapat sama sekali tidak memuaskan. Sebenarnya, mereka dimana, menyusahkan saja!
"Paige, rasanya aku ingin membunuh mereka semua, kenapa kita harus mencari orang-orang lemah itu! Seharusnya mereka lah yang mencari keberadaan kita! Benar 'kan?" Paige hanya memasang wajah datar mendengar keluh kesahku. Selama perjalanan, dia sama sekali tidak membuka mulutnya dan aku tahu, itu sifatnya.
"Lebih baik mencari daripada menunggu hal yang tidak pasti."
Itulah jawaban yang keluar dari mulutnya, b******k sekali. Ternyata dia juga sama brengseknya dengan mereka semua. Kenapa aku harus satu tim dengan penyihir bodoh seperti mereka sih! s****n!
TAP!
Tiba-tiba, dua wanita menyebalkan muncul di jalan yang akan kami lewati, siapa lagi ini? Menyusahkan saja. "HIHIHI! HALO KALIAN! NAMAKU ROMANSA TORIANDA! APAKAH KALIAN KEBERATAN JIKA KITA BERMAIN-MAIN SEBENTAR?"
Sialan, dugaanku ternyata benar, wanita berambut pink itu sama menjengkelkannya dengan rekan satu timku. "Romansa, pilih salah satu dari mereka? Kalau aku lebih suka sirambut pendek itu!"
Wanita berambut putih menunjukku sebagai lawannya. s****n. Kenapa lagi-lagi aku yang terkena. "Jangan menghalangi kami! b******k!" Mereka terkejut mendengar kemarahanku.
"Wah! Ternyata kau memilih seseorang yang pemarah, hahaha! Selamat menikmati! Teena!"
BUG!
Wajahku langsung dihajar oleh tangannya, sementara Paige tidak bergerak sama sekali, ada apa dengannya?
Aku terjatuh dengan kasar, Teena mendekat padaku dan menjambak rambutku dengan kencang. "Jadi, kau lebih suka cara kasar atau kejam? Pemarah?"
Aku mengernyitkan alis, kedua tanganku mengepal hebat, sudah cukup! Ini sangat keterlaluan! b******k!
BUAG!
Aku meninju wajahnya sampai dia terpelanting ke depan. Rambutku acak-acakan. Wajahku menunjukkan amukan super. "Aku akan menghabisimu sekarang! w***********g!" teriakku dengan amarah yang menggelora.
Paige, Romansa dan Teena terkejut mendengarnya, hening sesaat dan suara tawa keluar dari mulut Romansa. "HAHAHAH! TEENA, RUPANYA LAWAN YANG AKAN KAU HADAPI ITU SANGAT LUCU! HAHAHAH!"
Teena tersenyum dingin. "Sudahlah, jangan pedulikan itu, lagi pula, kau harus fokus pada wanita orange itu, dia memiliki sesuatu yang berbahaya, kurasa." timpal Teena.
Rio Finiggan P.O.V
Perlahan-lahan, aku membuka kedua mataku. Betapa kagetnya aku melihat empat wajah yang tersenyum padaku, menghalangi langit biru. "Akhirnya, kau sudah pulih, Kakak." Olivia tersenyum cantik padaku.
Zack, Nori, Melinda memasang senyuman khas mereka masing-masing untukku. Dari seluruh mata adikku, aku bisa menyimpulkan, mereka sangat cemas dengan keadaanku.
"Kakak! Kau harus pulang!" ucap Melinda dengan kasar, dia mengubah ekspresi wajahnya dengan cepat.
"Hey, dia sedang menjalankan misi, jika kita membawanya pulang, teman-temannya akan mencarinya. Lebih baik, kita ikut saja," Olivia menjawab hal itu dengan suara yang sangat lembut. "Bolehkah kami ikut bersamamu?"
Aku bingung, apakah boleh membawa orang tambahan dalam menjalankan misi. Aku sama sekali tidak mengerti dengan aturan Guild, karena aku tidak pernah bergabung. "Aku tidak tahu, Olivia."
Raut kekecewaan muncul diwajah mereka berempat mendengar jawabanku. "Kenapa seperti itu?" tanya Zack dengan cemberut. "Kami hanya ingin mempermudah misi yang kau jalani? Apakah itu dilarang?"
"Zack, kita harus patuh pada keputusan Kakak pertama kita, membantah hanya akan mengganggunya." kata Olivia dengan senyuman lembut pada Zack. "Kalau begitu, bagaimana jika kita diam-diam mengikuti Kakak?" Pandangan Olivia tertuju padaku.
"Aku setuju! Itu bagus! Kita bisa menyelinap mengikuti pergerakan Kakak dan timnya, jika ada tikus-tikus kotor lainnya, maka kamilah yang akan mengurusnya! Jadi, Kakak bisa melanjutkan misi dengan tenang! Aku harap Kakak juga setuju dengan hal ini?" Nori bersemangat sekali mengucapkan hal itu. Aku tersenyum melihatnya.
"Aku mengizinkan kalian melakukan apapun yang kalian suka,"
"KYAAAA! KAKAK SANGAT KEREN! BIAR KAMI YANG MENGURUS PARA TIKUS KOTOR ITU! HIHIH!" teriak Nori bahagia.
"Aku suka nada bicaramu, kau sangat keren!" celetuk Zack senang.
"Itu lebih baik," ucap Melinda dengan tersenyum lembut.
"Terima kasih sudah mengizinkan kami, Kakak," Olivia menunduk padaku.
*
*
*
"Terima kasih sudah mengizinkan kami, Kakak," Olivia menunduk padaku.
*
*
*
Aku tersenyum tipis mendengarnya, dan mencoba untuk bangun terduduk, lalu memandang wajah mereka satu-persatu. "Sejak kapan kalian mengikutiku?"
Mata mereka langsung bergetar, gugup. Olivia berkata, "Kami akan selalu berada di dekat Kakak, kami juga tidak tahu kenapa kami selalu mengikutimu, mungkin itu semacam ikatan benang merah antara saudara kandung?"
Aku hanya berpikir, aneh juga mereka selalu mengikutiku dan muncul ketika diriku sedang terdesak. Sebenarnya itu sangat bagus, tapi sedikit membuatku bertanya-tanya.
Nori membenarkan kaca matanya dan berbicara dengan napas tidak teratur, "Kak, bulan depan, kita sebagai Hero akan ikut dalam perayaan Garkimonso, bahkan Ayah dan Ibu juga mengizinkan kita untuk berpartisipasi! Semua Hero akan diundang, termasuk kita, mungkin itu bakal seru! Aku jamin!"
Zack menyeringai. "Dan aku sangat senang jika, Rio Finiggan juga ikut untuk menunjukkan betapa hebatnya dia dalam bertarung kepada ribuan penyihir Guild! Yah, setidaknya?" Aku tersenyum tipis pada Zack.
Olivia memasang wajah sendu. "Itu artinya, kita akan kembali bertemu dengan mereka? Kuharap, kita tidak mempermalukan Keluarga Finiggan, aku khawatir." Zack membuang muka mendengar perkataan Olivia.
"Mempermalukan? Apakah kau takut dengan Keluarga Rianolda? Atau mungkin Keluarga Tarint? Menurutku, mereka hanya bisa bicara saja, soal kemampuan sihir, kita lah yang paling keren!" timpal Zack dengan wajah masam, Melinda mengernyitkan alis mendengarnya.
"Tapi kita tidak tahu kalau mungkin bulan depan kekuatan mereka meningkat? Meremehkan hanya akan membuat kita terlena akan kesombongan, lebih baik, mulai besok kita mengasah kemampuan kita sebaik mungkin! Itu lebih baik, Zack!" Melinda menjawab hal itu dengan memandang wajah Zack.
"Oke, aku setuju!" jawab Zack dengan sedikit terpaksa.
Tap!
Suara langkah kaki terdengar dari arah depan, lantas aku dan keempat adikku memperhatikan ke sumber suara. "SUDAH KUBILANGKAN? MEREKA DISINI! KENAPA KAU TIDAK PERNAH PERCAYA DENGAN NALURI SEORANG IBU! MENYEBALKAN SEKALI!" Jelas sekali, dengan kedua mataku, aku dapat melihat dua orang yang sangat kukenal, dan tentu saja, Olivia dan yang lainnya terkejut.
"Oh, gawat, ternyata Ibu juga datang!" bisik Zack dengan raut wajah ketakutan.
"AKU MENDENGARNYA, ZACKY! DARI DULU KAU INI SANGAT PEMBANGKANG! HUH! INI KARENA AYAHMU TIDAK PERNAH MENDIDIKMU DENGAN BENAR! MENYEBALKAN!" timpal Ibuku yang memiliki rambut oranye dan bernama Charlotte Finiggan, sekilas, wajahnya mirip dengan Nori dan Melinda.