DRAMA PAGI HARI Part 2

1296 Kata
    Hari ini ku awali pagi dengan drama yang begitu melelahkan. Seisi perutku serasa di aduk aduk. Sungguh, aku merasa ingin muntah. Aku heran, kenapa Shafa begitu kuat memakan satu piring sampah buatanku. Padahal rasanya sangat tidak enak. Hah,,, beginikah aktifitas Shafa di setiap harinya? Ini belum menjelang siang hari, tapi lelahnya begitu terasa. Ku buka lengan bajuku, lenganku masih terasa perih dan panas di bagian yang terkena letupan minyak panas. Ku lihat lukaku, ternyata melepuh. “Ad,,, “ ku dengar Shafa memanggilku. Lalu aku menoleh ke arahnya. Shafa masuk ke dalam kamar sendiri, dengan mendorong roda kursinya. “ Ada apa sayang?” tanyaku. Kulihat Shafa mendekat dengan membawa kotak P3K di pangkuannya. “Kemarikan lengan tanganmu.!!” Pintanya “ untuk apa sayang? Apa kamu ingin melihat betapa besar dan seksinya otot lenganku?” godaku “ Otot seksi palamu!!! Udah cepat berikan lenganmu!!” ucapnya dengan melotot ke arahku. Kenapa wajahnya yang sepertin ini, berkali kali lipat lebih cantik? Dia raih lenganku dengan sedikit kasar, dan meneliti seluruh lenganku. “ Kenapa kamu tidak mengatakan kalau terkena minyak panas?” tanyanya kepadaku. Aku merasa senang Shafa masih perhatian kepadaku. Itu artinya aku masih ada di dalam hatinya, meskipun hanya ada sedikit ruang untukku. “Ini hanya luka kecil, kamu tidak perlu khawatir. Tunggu,,, apa kamu sekarang mengkhawatirkan aku? Dari mana kamu tahu kalau lenganku terkena letupan minyak panas?” aku tersenyum karena Shafa masih peduli kepadaku. “ck luka kecil katamu? Tapi kenapa kata mbok Darmi kamu ketakutan saat menggoreng ayam. Bahkan harus memakai jaket, sarung tangan dan juga helm.!” Shafa mencebikkan bibir mengejek. “Itukan untuk perlindungan diri sayang. Cukup lenganku saja yang yang terkena letupan minyak panas, asal jangan wajahku.” Sambil nyengir aku membela diri. Meski sikap Shafa terkesan jutek dan pemarah, tapi dia masih saja perhatian kepadaku. Terlepas dari apa yang telah menimpanya. “Perlindungan diri? Memangnya kamu fikir ayam itu virus? “ tanyanya. “Bukan ayamnya sayang,,, tapi minyaknya.” Ucapku dengan lembut. “Bukankah katamu tadi, letupan minyak panas kamu anggap sebagai ciumanku? Lalu kenapa harus memakai APD? Kamu tidak suka di cium olehku?” Shafa mulai berubah mode menyebalkan saat ini. “Kalau kamu mau menciumku dengan bibirmu, dengan senang hati akan ku terima. Setiap hari aku akan memasak untukmu.”  aku lihat pipi Shafa sudah merona karena godaan yang aku lontarkan. “Ini lihatlah!! kulitmu yang melepuh telah pecah dan berair. Ini akan lebih perih jika sampai kulitmu mengelupas.” Shafa mengalihkan pembicaraan  dengan terus mengomel karena luka bakar di lenganku. Tapi Shafa dengan telaten memberikan salep luka bakar dengan ceramahnya yang panjang. entah apa yang dia katakan. Aku hanya terfokus dengan melihat wajahnya yang semakin cantik. Inikah Shafa yang sebenarnya? Begitu cerewet dan perhatian, tapi aku suka. Aku semakin terpesona akan diri Shafa. tidak salah kakek memilihkan pendamping untukku. Aku harus bererima kasih kepada kakek saat bertemu nanti. Shafa membalut lukaku dengan rapi. Tidak lupa dia merapikan kembali lengan baju yang tadi aku gulung ke atas. Sekarang lukaku tidak terasa perih. Mungkin karena Shafa yang mengobati lukaku. “Terima kasih sayang.” Ucapku dengan tulus. Ku lihat Shafa hanya mengangguk. “Ad,, maafkan soal yang kemarin dan juga semalam. Akhir akhir ini aku seing kali tidak bisa mengontrol emosiku. Terutama jika sudah berbicara denganmu.” Ucapnya jujur. “Aku bisa mengerti sayang. Aku tahu kamu begitu membenciku. Itu bukanlah salahmu, di sini akulah yang bersalah. Aku begitu kejam kepadamu. Aku hanya takut semua perhatian kakek akan beralih kepadamu. Aku takut kakek akan meninggalkan aku seperti halnya kedua orang tuaku.” Aku mengatakan dengan jujur. “Tapi kenapa Ad,,?” Shafa menanyakan alasannya. “Kamu tahu, aku memiliki saudara kembar.” Shafa hanya mengangguk. “ Kamar yang penuh dengan buku itu adalah kamar Ardi kakakku. Aku terlahir berselang tujuh menit setelah Ardi. Kami sangat dekat, hingga semua yang kami miliki harus sama. Tapi ada beberapa perbedaan antara kami.” Aku menghela nafas sebelum melanjutkan ceritaku.  “Kamu telah mengetahui sendiri. Ardi begitu suka buku, dia suka sekali membaca. Berbeda denganku, aku sangat suka dengan olah raga. Kamu juga tahu, di kamarku ada banyak sekali alat olah raga. Semua berubah saat Ardi sakit sakitan. Kedua orang tuaku selalu menomor satukan Ardi. Tanpa mau mengerti bagaimana perasaanku. Aku hanya ingin diperhatikan sewajarnya saja. Karena aku juga memaklumi kondisi Ardi. Tapi mereka begitu keterlaluan. Mereka tak pernah sekalipun menanyakan bagaimana aku dan kabarku selama aku berada di rumah kakek. Mereka telah melupakanku. Seolah aku tidak pernah ada di dunia ini.” ceritaku sambil mengenang masa masa pahitku. “ Sejak saat itulah aku begitu membenci Ardi dan segala sesuatu tentangnya. Sampai kejadian tragis yang menimpa kedua orang tuaku. Bahkan sampai akhir hayat orang tuaku selalu mengutamakan Ardi. Itulah sebabnya aku begitu membenci Ardi dan semua orang yang bertubuh lemah seperti Ardi. Maaf jika selama ini aku begitu keterlaluan. Terima kasih, kamu telah menemukan surat peninggalan Ardi. Sekarang aku mengerti alasan Ardi melakukan semua itu.” Tangan Shafa menjulur ke pipiku. Dia menghapus air mata yang menetes tanpa permisi. “terima kasih banyak sayang. Jika bukan karena kamu, mungkin saat ini aku masih membenci Ardi. Tapi kapan kamu masuk ke dalam kamar Ardi waktu itu?” tanyaku. Aku bahkan tidak mengetahui ada sepucuk surat di dalam kamar Ardi. “Kamu tidak perlu tahu.” Jawabnya dengan nada jutek yang mulai keluar lagi. “Apa kamu tidak bekerja hari ini?” tanya Shafa “Aku akan bekerja sebentar lagi, “ jawabku dengan santai. “Bukankah ini sudah siang? Harusnya seorang pemimpin itu memberi contoh yang baik untuk para karyawannya. Agar lebih disegani dan tidak di anggap sepele. Kalau pimpinannya saja tidak disiplin, mana mungkin karyawan akan segan pada bos nya.” Shafa mulai lagi dengan petuahnya. “Ya benar sekali, tapi ini adalah perusahaanku sendiri. Tidak ada yang berani melarangku untuk datang di siang hari. semua takut kepadaku. Jadi tidak ada yang berani menyepelekanku.”  ucapku sedikit menyombongkan diri. “Dasar sombong.” Gerutunya. “Itu adalah fakta sayang, semua oran tahu itu. Dan tidak ada yang berani kepadaku secara terang terangan. Kecuali satu orang.” “Siapa dia? Aku salut kepadanya. Aku ingin bertemu denganya.” Ucap Shafa “ Dia adalah gadis mungil nan cerdik. Dan tidak sembarang orang bisa menemuinya.” “Bagus dong,, itu tandanya dia gadis yang pintar serta tidak mudah untuk di tindas. Andai saja aku bisa seperti dia.,,” ucapnya sambil berangan angan. Apakah dia tidak mengerti bahwa gadis yang aku maksud  adalah dirinya? “memangnya kenapa kalau bisa seprti dia? Apa kamu akan berusaha membalasku?” “Aku akan pergi dengannya dan meminta bantuan untuk bisa kembali ke tempatku.” Ucapnya dengan santai “Tidak akan aku biarkan kamu pergi dariku.!” Aku marah, ternyata di dalam fikiran Shafa hanyalah ingin pergi meninggalkanku. “Ad, kamu tahu? Aku bisa saja pergi sewaktu waktu tanpa kamu tahu.” Apa maksud dari ucapannya itu?  “Aku tidak akan pernah mengizinkan kamu pergi Shafa!” kataku dengan tegas. “ Aku tidak akan pergi kemanapun dengan kondisiku yang seperti ini. tapi jika Tuhanku sudah berkehendak, apa pun usahamu akan sia sia Ad.” Ucapnya dengan panjang lebar. Sepertinya diri Shafa sudah menyiapkan diri untuk pergi. “jangan pernah mengatakan akan pergi dariku Shafa,” aku tidak ingin lagi mendengar kalimat bodoh itu lagi, dan segera berlalu meninggalkan Shafa seorang diri. Aku takut akan kehilangan kendali. Aku takut akan menyakiti Shafa lagi. “Ad tunggu,,” Shafa memanggiku yang akan keluar dari kamar. Aku menghentikan langkahku dan berbalik ke arahnya. Tanpa bicara, Shafa meraih tangan kananku dan menciumnya. Emosi yang sempat datang menghampiri, kini sudah lenyap entah kemana. “Ini harus menjadi kebiasaan saat salah satu dari kita hendak keluar rumah.” Ucapnya setelah mencium punggung tanganku. Aku pun mencium sekilas dahi Shafa. dan segera berangkat ke kantor mengingat hari sudah semakin siang.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN