MENCOBA IKHLAS

1167 Kata
Shafa berjalan jalan mengelilingi rumah besar bak istana itu. Diperhatikannya di setiap sudut ruangan. Nampak banyak sekali cctv yang terpasang, juga banyak sekali pengawal yang berjaga di sekitaran mansion itu. Sungguh tidak mungkin bagi Shafa untuk kabur secara terang terangan. Shafa harus bermain cantik. Untuk sementara, Shafa akan melakukan tugas seperti biasa. Shafa harus merendahkan egonya. Mungkin kata kakek ada benarnya. Shafa harus bisa merubah kepribadian Adrian. Dan Shafa akan membuat Adrian jatuh cinta padanya. Shafa duduk di bangku taman belakang. Sangat sejuk sekali. Namun Shafa melihat ada sedikit tanah yang kosong. Alangkah baiknya kalau tanah itu di tanami bunga mawar. Ya, Shafa sangat menyukai bunga mawar. Terutama mawar putih. Di taman itu, juga terdapat kolam ikan hias yang sangat cantik. Dengan beground batu batuan yang di tumbuhi lumut juga tanaman hias di sekitar, membuat terpana setiap mata yang memandang. Shafa merubah sedikit taman itu, dengan menanam bunga kesukaanya. Untuk selanjutnya, taman belakang akan menjadi tempat favorit Shafa. Perlahan Shafa dapat menghilangkan rasa takutnya kepada Adrian dengan melakuakan kegiatan yang di sukainya. Sekarang Shafa mencoba ikhlas akan takdirnya. Dan Shafa akan berperan layaknya seorang istri. Meski nanti tidak di anggap oleh Adrian. Shafa yakin, suatu saat Adrian akan luluh terhadapnya. Batu saja bisa berlubang jika di tetesi air terus menerus. Di waktu kepulangan Adrian dari kantor, Shafa sudah bersiap di depan pintu untuk menyambut kepulangan Adrian. Tak lama sebuah mobil mewah berwarna hitam memasuki gerbang depan rumah. Mobil tersebut berhenti di pelataran rumah, dan terlihat seorang lelaki membukakan pintu belakang. Hingga nampaklah orang yang di takuti serta pemilik mansion. Adrian melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah. Adrian melihat Shafa menyambutnya dengan senyum lembutnya. Sepersekian detik Adrian tertegun, tak biasanya Shafa menyambutnya dengan senyuman yang menawan. Biasanya Shafa menyambut Adrian dengan raut keterpaksaan . Shafa berjalan menyambut Adrian dan mengambil tas serta membuka jas pria itu. Sadar melihat senyum Shafa yang indah, Adrian segera membuang muka. Adrian tidak boleh terlena akan senyum Shafa. Di dalam kamar Adrian menatap Shafa aneh, melihat senyum Shafa yang tak luntur sedari tadi. Walau tak di pungkiri senyum Shafa sungguh menawan. “Kenapa kamu dari tadi tersenyum? Apa kau berusaha menarik perhatianku? Atau kau ingin menggodaku?” sambil tersenyum mengejek “Saya tidak bermaksud apapun. Saya hanya melakukan apa yang harus di lakukan.” Berusaha menjawab sesantai mungkin, meski degup jantung Shafa berdetak begitu cepat. “Melakukan apa yang harus di lakukan. Bukankah dari awal kamu sudah melakukakannya? Mendekati kakek, agar kamu bisa menikah denganku. Serta mengambil alih seluruh harta kekayaan kakek.” Sontak kedua bola mata Shafa membulat mendengar pernyataan Adrian. Ternyata ini alasanmu sangat membenciku. Hingga kamu menyiksaku sedemikian rupa. Shafa terdiam tak menyahuti perkataan Adrian. Shafa tidak bisa berkata kata lagi. Untuk saat ini membela diripun percuma. Adrian tidak akan mendengarkan pembelaan Shafa. Biarlah Adrian berasumsi sendiri. Suatu saat Adrian pasti tahu kebenarannya. Shafapun tidak tahu pasti, kenapa kakek memilihnya untuk menjadi istri Adrian. “Kenapa diam? Apa kamu tersinggung? Bukankah apa yang aku katakan itu benar?” Adrian melanjutkan dengan senyum sinis. Shafa melebarkan senyum, meski dalam hati terasa sakit. “Untuk apa saya tersinggung? Dan anda memang benar tuan.” Shafa tersenyum kecut, di mata Adrian Shafa tak lebih dari gadis materialistik. Semakin kuat keinginan Shafa untuk tidak bergantung pada Adrian. Shafa akan membuktikan bahwa semua pemikiran Adrian tentang Shafa itu salah. Dan Shafa akan kembali ke panti tempat gadis itu tumbuh. *** Shafa terbangun di pukul 02.00 dini hari. Shafa segera bangun untuk mandi serta wudhu. Shafa akan melaksaanakan sholat tahajud. Sejak kejadian aneh yang di alami Shafa setelah menemukan liontin, Shafa teringat akan sang pencipta. Shafa merasa ada sesuatu yang janggal akan tempat itu. Dan Shafa sama sekali tidak tahu berada di mana. Saat Shafa ikut mbok Darmi ke pasar, Shafa mencoba cari tahu berada di kota mana dirinya sekarang berada. Namun Shafa sama sekali tidak tahu. Lebih tepatnya Shafa tidak pernah mendengar nama kota Ngalam. Di dalam otaknya terus mengingat apakah ada nama kota tersebut dalam pelajaran sekolahnya, tapi nihil. Seolah Shafa berada di alam lain. Adrian terbangun kala ia mendengar suara seperti bisik bisik. Adrian mebuka mata tanpa beranjak dari tidurnya. Hal pertama yang Adrian lihat adalah sosok manusia yang sedang beribadah . tubuhnya tertutup kain putih panjang menjuntai ke lantai hingga tak nampak sedikitpun tubuhnya. Dengan posisi membelakangi Adrian. adrian mengedarkan pandangannya. Tidak ada Shafa di atas sofa. Berarti sosok yang membelakangi adrian itu adalah Shafa. Adrian memperhatikan Shafa yang sedang duduk bersimpuh sambil menengadahkan kedua tangannya. Entah apa yang dilakukan Shafa, Adrian hanya mendengar suara isak tangis yang mendominasi. Tubuh Adrian serasa meremang mendengar isak tangis Shafa. Seolah ada beban yang begitu berat di pikul Shafa . Adrian melihat Shafa melepas mukenah yang dikenakan. ”cantik” satu kata yang lolos dari bibir Adrian, namun tak sampai terdengar oleh Shafa. Ketika Shafa hendak menoleh ke arah Adrian, Adrian segera memejamkan mata kembali. Shafa yang melihat Adrian masih terlelap, mendekat dan menaikkan selimut Adrian yang melorot hingga menutup d**a bidang Adrian. Adrian tersenyum tipis, di perlakukan seperti anak kecil. Adrian suka dengan perhatian kecil dari Shafa. Adrian merasa seperti memiliki sosok ibu lagi setelah sekian lama. Adrian merasa hatinya menghangat dan kembali terlelap ke dunia mimpi. Di meja makan pagi ini, Adrian merasa asing dengan makanan yang tersaji. Beberapa hari ini Adrian sarapan dengan menu yang tak biasa. Dua hari lalu ia di sajikan menu sup yang berwarna hitam dengan potongan daging . Entah apa itu, tapi rasanya enak sekali. Kemarin di suguhkan nasi berwarna merah dengan telur ceplok di atasnya. Dan sekarang ada nasi juga salad sayur dengan saus kacang. Sungguh Adrian tidak pernah makan makanan seperti itu. Tapi tak di pungkiri, makanan itu enak sekali. Hingga Adrian mampu menghabiskan 2 porsi. “Mbok Darmi!” mbok Darmi yang mendengar namanya di panggil, segera menemui majikannya. “Tuan, memanggil saya?” “Makanan apa ini, Mbok?” mbok Darmi lekas melihat sarapan yang tersaji sambil tersenyum “ Itu nasi pecel, Tuan.” Adrian mengangakat sebelah alisnya. Seakan tahu apa yang ada di pikiran sang majikan mbok Darmi segera menjelaskan “Itu nasi pecel resep non Shafa tuan. Hari ini yang memasak sarapan non Shafa.” Adrian kemudian menoleh ke arah Shafa. Shafa sedari tadi hanya diam, Shafa ingin tahu apa reaksi Adrian. “Kenapa kamu tidak bilang kalau ini masakanmu?” “Kalau saya bilang itu masakan saya, anda pasti tidak akan mau memakannya.” “Makanan apa itu? Seperti kotoran ayam. Sama sekali tidak enak.” Bohong adrian. shafa tersenyum melihat tingkah Adrian. Shafa tahu Adrian bohong. Buktinya Adrian mampu menghabiskan 2 piring nasi pecel buatannya. “Baiklah ... kalau begitu saya tidak akan memasak lagi.” Shafa ingin tahu raut wajah Adrian saat Shafa mengatakannya. padahal Shafa tahu kalau Adrian sangat menyukai masakannya. Kecewa, saat Adrian hanya menunjukkan wajah datarnya. “Terserah!” dalam hati Adrian merasa sedih. Masakan Shafa sangat enak, hingga Adrian ingin setiap hari makan masakan Shafa. Salah Adrian sendiri yang mengatakan masakan Shafa tidak enak. Adrian akan minta mbok Darmi memasak dengan resep Shafa. Beres, kan!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN