MAKANAN FAVORIT

1124 Kata
“ Tes ... tes ... tes,” suara air infus yang menetes terdengar jelas dalam pendengaran. Sudah 2 hari Shafa dirawat pasca melompatnya Shafa dari balkon. Perlahan Shafa membuka mata, mengedipkan mata, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina. Shafa mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Sekelabat bayangan Adrian hendak memperkosanya menari nari dalam otak gadis mungil itu. Shafa takut, shock, atas kejadian yang menimpanya 2 hari yang lalu. Shafa bingung kenapa Adrian tiba tiba semarah itu kepadanya? “Tok ... tok ... tok,” terdengar suara ketukan pintu. Tanpa melihat , Shafa tahu itu pasti mbok Darmi. Orang yang selalu memberi semangat Shafa dalam menghadapi Adrian. Tak lama pintu terbuka, mbok Darmi menghampiri Shafa dan meletakkan nampan berisi makanan untuk Shafa. “ Non, sudah bangun, Non? Apa masih sakit?” Mbok Darmi membantu Shafa bersandar dengan hati hati. “Masih mbok” “Makan dulu non, biar bisa minum obat.” Shafa menerima piring berisi nasi plus lauknya. Meski indra pengecapnya terasa pahit, Shafa tetap makan. Shafa harus cepat pulih. Shafa tidak mau menjadi beban mbok Darmi yang begitu baik kepadanya. Usai Shafa meminum obat, mbok Darmi pamit kembali ke dapur. Shafa dirawat di dalam rumah besar itu. Lebih tepatnya di kamar Adrian. Alih alih membawa Shafa kerumah sakit, Adrian lebih memilih Shafa di rawat di rumah saja. Adrian meminta dokter pribadi keluarga Hutama untuk merawat Shafa. Untungnya Shafa tidak mengalami cedera parah. Hanya luka di bagian kepala yang mendapatkan beberapa jahitan saja. Gadis berambut lurus itu termenung, bagaimana ia akan bersikap saat bertemu Adrian. Memikirkan itu membuat Shafa semakin membenci pria b******k Adrian. Yang membuat Shafa tidak habis pikir, kenapa Adrian begitu terlihat membenci Shafa? Apa salah Shafa kepada Adrian? Bahkan sebenarnya Shafapun tidak mengharapkan pernikahan ini terjadi. Wanita mana yang mau menerima pernikahan tanpa persetujuan wanita itu sendiri. Hanya wanita dalam tokoh n****+ saja yang bisa menerimanya. Matahari mulai sembunyi ke peraduan-nya, berganti bulan yang menghiasi langit malam. Hari yang membosankan bagi gadis berlesung pipit itu. Namun Shafa merasa sedikit bisa bernapas karena Shafa dibebas tugaskan selama masa pemulihan. Shafa berjalan menuju balkon, memandang langit yang tampak indah bertabur bintang. Shafa ingin berteriak guna melepas emosi yang masih bercokol dalam benaknya. “Hei ... gadis bodoh!! Apa kau mau melompat lagi?” Tiba-tiba suara Adrian memnuhi ruangan. Shafa terlonjak karena kaget akan ucapan pria b******k yang tiba-tiba. “Kalau kamu mau mati, jangan di sini. aku tak ingin mansionku jadi angker gara-gara kamu mati di sini,” imbuh Adrian dengan nada ketus. “Asal tuan tidak macam macam, aku tidak akan melakukan itu,” Shafa menjawab dengan perasaan dongkol. “Oh ... jadi kamu menyalahkan aku?? Bukankah kamu sendiri yang melompat dari sini?” ucap Adrian dengan sarkas “ Saya tidak akan lompat, kalau saja tuan tidak memaksa untuk menodaiku!!” Shafa menimpali dengan nada tinggi. Shafa mulai emosi kala teringat perbuatan b***t Adrian. Adrian mengeratkan rahang menahan emosi yang sebentar lagi meledak. “Apakah meminta hakku sebagai seorang suami itu salah?” dengan nada yang tak kalah tinggi. “Anda tidak salah, tapi cara anda meminta, itulah yang salah.” Shafa menahan air mata agar tidak terjatuh. “ Dengar baik-baik. Aku tidak suka milikku di sentuh orang lain. Sekalipun hanya berjabat tangan. Kamu itu milikku, dan hanya boleh melayaniku. Camkan itu!!” dengan nada penuh penekanan Adrian mengucapakan. Kemudia berlalu pergi dari kamar. Adrian tidak ingin lepas kontrol lagi. Shafa bernafas lega saat Adrian sudah menghilang di balik pintu kamar. Air mata yang dari tadi Shafa tahan, kini tumpah begitu saja. *** Pagi ini kondisi Shafa sudah semakin baik, luka jahitan di kepalanya sudah kering. Waktunya untuk melakukan kegiatan seperti biasa. Melakukan tugas sebagai pelayan, namun berstatus istri majikan. Sungguh miris. Shafa ingin sekali makan nasi goreng . pasalnya sudah lama Shafa tidak menyantap makanan favoritnya tersebut. sehingga Shafa memutuskan untuk masak nasi goreng sebagai menu sarapan pagi ini. Shafa segera memasak nasi goreng sebelum ia membangunkan Adrian. Di dapur, Shafa di temani mbok Darmi. Mbok Darmi hanya memperhatikan saja apa yang di lakukan Shafa. Pasalnya , mbok Darmi tak pernah sekalipun memasak nasi seperti yang di lakukan Shafa. “Mbok, kenapa bengong?” sesekali Shafa melirik mbok Darmi yang memperhatikan dengan saksama. Seolah mbok Darmi tidak pernah melihat orang yang sedang masak. “ Mbok heran, Non masak apa? Bukankah nasinya sudah matang. Kenapa mesti di masak lagi, Non?” mbok Darmi penasaran dengan apa yang di masak Shafa. “Mbok, gak pernah masak nasi goreng, Mbok?” Shafa balik bertanya yang di jawab dengan gelengan kepala. Shafapun tak kalah heran. Bukankah nasi goreng merupakan masakan yang ada di mana mana. Entah itu di cafe,depot,ataupun pedagang kaki lima di pinggir jalan. Bahkan juga banyak yang menjajakan nasi goreng dengan gerobak ke perkampungan ataupun perumahan. Bahkan ada juga yang melayani pesan antar. “mbok gak pernah masak itu non, mbok juga gak prnah dengar masakan dengan nama nasi goreng.” Shafa semakin heran dengan pernyataan mbok Darmi. Mungkin bukan seleranya horang kayah kali ya ... ? sampai-sampai ARTpun tak pernah masak masakan yang simpel dan sederhana seperti ini. Baiklah! Shafa tidak lagi mempermasalah kan mbok Darmi yang tidak pernah memasak nasi goreng. Tak lama nasi goreng yang di buat Shafa sudah jadi. Lengkap dengan telur ceplok. “Mbok, cobain deh! Enak gak?” Shafa memcoba memperkenalkan nasi goreng pada mbok Darmi. “ Enak sekali, Non! Non Shafa, dapat resep dari mana?” mbok Darmi mencoba makanan yang belum pernah ia tahu itu. Enak dan gurih walaupun terlihat sederhana. “Di tempat tinggal Shafa dulu, Shafa sering masak ini, Mbok. Selain simpel, juga gampang masaknya. Tidak terlalu lama untuk masak. Shafa kalau lagi malas masak, ya cuma masak ini aja udah beres. Selain itu, makanan ini favoritku lho, Mbok!!” dengan bangga Shafa menjelaskan. Mbok Darmi merasa senang, keceriaan Shafa sudah kembali lagi. Hal itu menandakan bahwa Shafa sudah melupakan hal buruk yang di alaminya beberapa hari yang lalu. Seolah kejadian itu tak pernah terjadi. Keceriaan yang di tunjkkan Shafa, seolah menular pada para maid di mansion tersebut. semua pelayan merasa senang dengan adanya Shafa di sana. Setelah selesai dengan masakannya, Shafa segera kembali ke kamar Adrian untuk membangunkan serta memandikan bayi besar nan tampan itu. Beginilah rutinitas Shafa sebagai pelayan pribadi Adrian. Tak jarang pula Shafa menyuapi Adrian layaknya seorang bayi. Sebenarnya Shafa masih takut dan juga benci kepada Adrian. Tidak ada yang tahu, Shafa menyembunyikan rasa takutnya begitu apik. Orang sekitar mengira bahwa Shafa sudah kembali seperti sedia kala. Nyatanya, Shafa begitu takut saat berhadapan langsung dengan Adrian. Keringat dingin seketika keluar , serta jantung yang berdegup cepat kala mata tajam Adrian menatap Shafa. Shafa harus bisa mengalahkan rasa takutnya itu.shafa tidak boleh menjadi gadis lemah. Shafa harus cari cara agar dirinya tidak terjerat lebih lama lagi dengan Adrian. Tapi bagaimana?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN