PERTOLONGAN WILLY

2288 Kata
    Pagi telah menyapa, Shafa menjalani hari seperti biasa. Yaitu menyiapkan semua kebutuhan Adrian serta pergi ke cafe. Hari ini cafe sangat ramai, banyak konsumen yang datang silih berganti. Hingga sore hari, cafe masih ramai dengan pengunjung, bahkan semakin ramai. Ini karena SHADAM’S CAFE sedang viral. Salah satu pegawai Shafa memposting menu makanan yang ada, di salah satu sosial medianya. Awalnya hanya bertujuan untuk promosi cafe yang baru saja di buka. Padahal hanya satu kali upload. Tapi dalam beberapa hari saja sudah menjadi viral. Merupakan suatu keberuntungan bagi Shafa dan para pegawai. Meskipun satu minggu ini di adakan promo sebanyak 50%, sudah untung banyak. Apalgi jika harga normal. Dalam waktu dekat, mungkin Shafa dapat membuka cabang lain. Jika setiap hari selalu ramai pengunjung.     Hari ini Shafa memilih untuk jaga di meja kasir saja. Shafa merasa tubuhnya sangat lelah. Mungkin karena Shafa baru saja tertidur saat hampir menjelang pagi. “Fa kenapa sih hari ini kamu keliatan lemes banget?” shafa hanya melirik melalui ekor matanya. Tanpa menoleh pun Shafa tahu siapa yang mengajaknya untuk bicara. “Aku ngantuk Sit,,, aku baru tidur jam 3 pagi tahu gak!!” “Lagian kenapa kamu tidur pagi amat? Udah tahu siangnya kesini pake acara begadang segala.” “Udah puas ngeledeknya?” tanya Shafa dengan sedikit kesal. “ Idih,,, yang semalam ena ena,,, di gempur terus sampai pagi,,hi,,hi,,hi,,” mendengar Shafa kesal,Siti semakin menggoda Shafa. Ena ena pala kamu,,, semalaman aku senam jantung karena takut. Dasar pikiran ngeres kamu.!! Shafa hanya bisa berbicara dalam hati saja. Shafa tidak ingin mengumbar apa yang ia alami semalam. Bagaimana pun Adrian, Shafa tetaplah istri Adrian. seorang istri merupakan pakaian bagi suaminya, dan begitu pula sebaliknya. Shafa enggan menanggapi ledekan Siti, lebih baik kalau Shafa beristirahat di ruangannya saja. “Udah ah,,, aku mau tidur dulu di atas, lama lama di sini semakin gerah. Apalagi denger ocehan kamu,,, bikin kepalaku makin pening tahu gak,,,!!” “ Nit tolong gantiin jaga meja kasir, aku ingin istirahat dulu di atas.” Shafa memanggil salah satu pegawainya. “ Jangan ada yang ganggu ya,,!!” pesan Shafa sebelum berlalu pergi ke atas. “beres kak,,,” jawab Nita salah satu pegawai cafe. Siti melihat Shafa cemberut, semakin tertawa keras.     Shafa berjalan gontai menuju ruangannya di lantai 2. Tanpa sengaja Shafa menabrak seseorang saat bersimpangan di depan ruangannya. “Maaf kan saya tuan, saya tidak senganja,” Shafa meminta maaf kepada orang yang ia tabrak . “Tidak apa nona,,, saya yang kurang memperhatikan jalan.” Pria itu memperhatikan wajah Shafa. Shafa mendongak karen merasa pernah mendengar suara orang di depannya. “Nona Shafa,,” pria itu mengenali Shafa. “ Tuan Willy,,” Shafa terkejut saat melihat siapa orang yang berada di depannya. Shafa ingat sekali wajah yang membuat Adrian emosi di malam pesta. Ya ,, orang itu adalah Willy. Pewaris tunggal WILIAM CORP. “Jadi nona lah pemilik cafe ini?”  Willy sekedar basa basi agar ia dapat berbincang dengan Shafa walaupun sebentar. “Benar tuan,,,. Maaf atas keteledoran saya barusan. Sebagi gantinya, anda boleh memesan menu apa pun yang tuan inginkan.” Willy merasa memiliki kesempatan untuk lebih dekat dengan Shafa. “ Baiklah kalau nona memaksa. Tapi apakah saya boleh makan sambil berbincang dengan anda? kita berbincang disini saja”.  Willy menunjuk meja di sebelahnya. Shafa berpikir sejenak, hanya menemaninya berbincang sambil makan saja apa salahnya. Lagipula di sini Shafa juga salah telah menabrak Willy. “Baiklah tuan, tidak masalah. Silahkan anda memesan apa yang anda inginkan.”Willy tersenyum lebar usahanya di sambut dengan ramah. “Bolehkah saya meminta rekomendasi dari pemilik cafe?” Ucap Willy penuh harap. “Tuan Willy lebih suka makanan yang berkuah atau yang tanpa kuah?” Shafa bertanya dengan sopan seperti  para pegawai yang lain, “Semua jenis makanan saya menyukainya”Willy menjawab dengan santai “ Jika anda menyukai makanan yang berkuah, SHADAM’S CAFE menyediakan bakso dan mie ayam. Tapi jika anda menyukai makanan yang tidak berkuah, kami menyediakan nasi goreng, dan mie goreng.” Shafa menjelaskan beberapa menu yang tersedia. Willy hanya mangguk mangguk, padahal Willy sama sekali tidak mendengarkan apa yang telah di jelaskan oleh Shafa. Willy lebih fokus kepada Shafa yang mengoceh tanpa henti. “Saya akan memesan semua yang nona jelaskan kepada saya.” Tanpa pikir panjang, Willy segera memesan apa yang di rekomendasikan oleh Shafa. “Apa anda yakin akan memakan semua itu?” dengan sedikit ragu Shafa bertanya. “ Saya yakin sekali nona. Bukankah ada nona yang menemani saya makan? Rasanya tidak sopan jika hanya saya seorang yang sedang makan. Sedangkan anda hanya menemani tanpa ikut makan.” Apa yang Willy katakan memang ada benarnya juga. “Baiklah  kalau begitu, mohon tunggu sebentar.” Shafa kemudian menuju ke dalam ruangannya. Shafa menelpon Siti yang berada di dapur. Shafa merasa malas untuk turun sendiri ke bawah untuk memesankan pesanan Willy. “ selamat siang ini SHADAM’S CAFE ada yang bisa saya bantu?” Nita menjawab telepon dari Shafa. “ Nit tolong kamu sampaikan pada Siti  untuk membuatkan semua menu yang ada. Masing masing satu porsi. Nanti suruh Siti sendiri yang mengantarnya ke meja di sebelah ruanganku. Selama Siti di sini bersamaku tolong kamu yang handle dapur ya,,!!” pinta Shafa kepada Nita. “ oh,,iya kak. Serahkan semuanya kepadaku.” Nita tersenyum bangga karena dapat membantu Shafa. “Terima kasih ya,,,” “iya kak.”Shafa segera menutup gagang telepon di tangannya. Tanpa sengaja Shafa menangkap siluet seseorang yang sedang mengawasinya di atap gedung seberang melalui jendela. Seperti yang di katakan Siti kemarin siang di ruangannya. Shafa tidak ingin berpikir yang macam macam. Nanti saja akan dia bicarakan dengan Siti. Apakah benar orang yang di maksud Siti kemarin adalah orang yang sama dengan yang di lihatnya.      Shafa kembali lagi ke meja tempat Willy berada. Setelah Shafa menyibukkan diri sejenak di dalam ruangannya. Shafa tidak ingin terlihat hanya berdua saja dengan Willy. Shafa sendiri harus berhati hati di mana pun dan kapan pun. Shafa tahu kalau dirinya selalu di awasi oleh Adrian setiap saat. Sebab itulah Shafa meminta Siti untuk mengantarkan makanan ke atas serta menemaninya berbincang bersama Willy. Shafa tidak ingin mengambil resiko dengan berbincang bersama willy seorang diri. Setelah dirasa Siti selesai menyiapkan semua pesanan Willy, barulah Shafa keluar dari ruangannya. “Maaf tuan anda menunggu lama.” Shafa menunjukkan rasa bersalah karena telah membiarkan Willy sendirian. “Tidak apa nona, saya mengerti. Anda pasti sibuk mengurus cafe yang terbilang sangat ramai untuk ukuran cafe baru.” Ucap Willy dengan santai. “Terima kasih atas pengertiannya tuan,,” “Fa,,,pesananmu sudah siap,!!” kalimat Shafa terpotong saat Siti memijakkan kaki di lantai 2. Suara cempreng Siti memenuhi ruangan di lantai 2. Untung saja kali ini keadaan cafe sudah sepi pengunjung. Para pengunjung sudah kembali melakukan aktifitasnya masing masing. Berbeda dengan beberapa puluh menit lalu. Seluruh bangku cafe terisi penuh saat jam makan siang. “Maafkan kelancangan pegawai saya tuan.” Shafa menunduk malu dengan kelakuan Siti. “Maafkan saya tuan, saya tidak tahu kalau ada tamu spesial disini.” Siti pun menunduk malu. “Makanya punya mulut tuh di rem, jangan kayak kareta gak punya stasiun,,” “Ye,,kok aku,,? Kamu sendiri gak bilang sama aku kalau ada tamu spesial. Tahu gitu aku kan juga bisa pasang rem terlebih dulu, biar gak asal nyeplos.” Siti tidak mau dirinya di salahkan “Itu dasar karena kamunya aja kayak kaleng menggelinding dari tangga. Nyelonong aja gak pake rem gak liat juga situasi seperti apa?” “Ya,,, kok gitu amat sih kamu sama aku?” Siti dengan nada cemberut.     Willy yang sedari tadi diam memperhatikan dua orang yang sedang bertengkar, tertawa terbahak bahak. Merasa lucu dengan perdebatan Shafa dengan Siti. Shafa dan Siti berhenti berdebat saat mendengar suara Willy yang tertawa terbahak. Mereka berdua baru sadar kalau mereka sekarang menjadi tontonan para pengunjung cafe.  Shafa beserta Siti duduk di bangku pengunjung. Mereka berdua menunduk karena malu. “Apakah sudah selesai acara perdebatannya?” tanya Willy dengan menahan tawanya.     Keduanya mengangguk bersamaan. Seperti dua anak kecil yang habis di marahi oleh ibunya. Sungguh lucu dan menggemaskan. Rasa suka Willy kepada Shafa semakin menjadi. Willy ingin melindungi Shafa sepenuhnya dari Adrian. tapi Willy sadar, statusnya bukanlah apa apa. Sedangkan Adrian merupakan suami sah Shafa. kali ini Willy tidak dapat berbuat apa apa selain mendekatkan diri kepada Shafa agar bisa mengenal lebih jauh gadis yang di sukainya sejak pandangan pertama. Kalau sampai terjadi sesuatu kepadamu, aku berjanji akan merebutmu dari Adrian fa. Aku akan tetap menunggumu. Ucap Adrian dalam hati. “Sudah tuan,,, selamat menikmati hidangan kami.” Ucap Siti dengan menahan malunya. “Ayo kita makan bersama!” Ajak Willy kepada Shafa dan juga Siti. Siti hanya mengerjapkan mata tidak mengerti. Apakah benar dirinya di ajak makan bersama di sini? Siti menatap Shafa penuh tanya, Shafa juga menatap Siti seolah tatapan tersebut mengatakan  ‘udah makan aja dulu, nanti akan aku ceritakan semuanya’. Siti yang mengerti dengan kode tatapan Shafa, mengikuti apa yang yang di lakukan Shafa. “Sebelumnya mohon maaf tuan, saya sengaja mengajak Siti untuk berbincang bersama.” Shafa berterus terang mengenai kedatangan Siti di sana. “ perkenalkan dia Siti teman sekaligus pegawai saya.” Shafa melanjutkan perkataannya. “Tidak masalah nona,, saya bisa mengerti. Lagi pula saya senang bisa mendapat teman baru.” Willy menyunggingkan senyum terpaksa. Sialan,, gak bisa berduaan dengan Shafa jadinya. Tapi ku akui, Shafa begitu pintar menjaga dirinya yang ber status istri adrian. tak apalah, aku bisa mencari informasi dari Siti. Ucap Willy dalam hati. “ Perkenalkan nona, nama saya Radian Wilson Wiliam. Biasa di panggil Willy.” Willy menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan. “ Saya Siti Darminto. Maaf jika tuan tidak berkenan.” Siti merendah di hadapan Willy. Karena Siti tahu siapa orang di depannya ini.Siti merasa tidak pantas berkenalan dengan salah satu keluarga Wiliam.     Siti sudah menduga akan ada hal seperti ini. Tidak heran jika banyak laki laki yang tertarik kepada Shafa. Selain cantik, Shafa juga baik. tapi memang lebih baik jika Shafa selalu berhati hati. Bukan hanya itu. Status Shafa menjadi istri konglomerat no satu di negara itu, membuat Shafa di incar banyak orang. Entah itu sebagai sasaran  balas dendam ataupun sebagai umpan. Mengingat perangai Adrian bak seorang Iblis.     Seseorang di kejauhan menyeringai, sambil mengamati setiap gerak gerik Shafa. kemudian orang tersebut menghubungi seseorang. Terdengar suara di seberang telepon .’ Lakukan.’ . orang tersebut memutuskan panggilan telepon, dan menaruhnya di kantong saku celana.     Siang telah berganti senja. Kini waktu Shafa untuk kembali ke mansion besar milik Adrian. dalam perjalanan menuju mansion, Shafa merasa kalau dirinya sedang di buntuti sesorang. Hatinya was was, firasatnya mengatakan akan terjadi hal buruk. Shafa merasa aneh, jalan raya yang biasanya ramai akan kendaraan yang hilir mudik, kini lenggang. Tidak ada satu kendaraanpun yang melintas. Shafa semakin gelisah, ia terus saja merapalkan doa agar dirinya tidak mengalami hal yang menakutkan.     Tak lama mobil yang di tumpangi Shafa beserta 2 bodyguard setianya di hadang oleh 2 mobil.  Dari dalam mobil tersebut keluar beberapa orang berbadan besar. Mereka terlihat seperti preman pasar. Reza dan Iwan keluar dari mabil bersiap untuk melawan para preman yang menghadang mobil nonanya. Sangat terlihat sekali pertarungan yang tidak seimbang. Ada sekitar 10 orang preman yang menghadang. Sedangkan Shafa hanya punya 2 bodyguard saja.     Shafa hanya melihat dari dalam mobil, tanpa tahu apa yang mereka bicarakan sebelum berkelahi. Dalam awal perkelahian, Iwan dan Reza mampu menumbangkan lima orang. Karena bertarungnya satu lawan satu. Tapi untuk lima orang terakhir Shafa sungguh takut. Mereka membawa senjata tajam. Shafa mencoba untuk keluar dari dalam mobil. Shafa ingin membawa Reza dan Iwan untuk kabur saja. Shafa tidak ingin kedua bodyguardnya kenapa napa. Shafa hendak berlari menuju Iwan yang posisinya lebih dekat. Tapi langkah Shafa terhenti karena ada seseorang yang menarik tubuh Shafa ke belakang dan membekapnya dengan sapu tangan. Shafa seketika tidak sadarkan diri. Shafa di bopong menuju mobil paling belakang. Sayup sayup Shafa mendengar suara seseorang, “Cantik juga istri ba***gan itu. Tidak salah aku memilihnya untuk di jadikan umpan. Ayo kita jalan.” Ucap orang itu.     Shafa merasa sangat lemah. Tubuhnya tidak dapat ia gerakkan. Tapi Shafa yakin ada tangan seseorang yang membelai tubuhnya. Tangan tersebut membelai pipi, kemudian turun ke dagu. Jempol tangan pria itu mengusap lembut bibir Shafa. Shafa ingin berteriak, dan memberontak, sehingga Shafa dapat melarikan diri dari para penculik itu. “Sayang ,,, dirimu terlalu cantik, dan tubuhmu terlalu indah untuk di lewatkan.” Ucap pria itu dengan tangan yang semakin liar me**ba bagian tubuh Shafa. Shafa menangis dalam pingsannya. Tidak rela orang lain menj***h tubuhnya. “Chiiii,,,iit.” Suara ban mobil yang bergesek dengan aspal, tanda bahwa mobil tersebut berhenti mendadak. “Ada apa ini? kenapa tiba tiba berhenti?” Tanya pria tersebut. tangan pria yang me**ba tubuh Shafa terlepas saat mobil yang di tumpangi berhenti mendadak. “Itu tuan ada yang menghadang.” Kata supir mobil tersebut. pria itu melihat ke arah mobil yang menghadangnya. “Sialan,,, apa apaan ini? “ pria itu keluar mobil. Hanya dengan satu kedipan mata, para pengawal menghajar habis pria yang menculik Shafa. Shafa merasa tubuhnya di bopong dan di bawa masuk ke dalam mobil. Shafa mencium aroma yang segar dan wangi. Tak lama kedua mata Shafa dapat terbuka. Shafa menangis ketakutan, Shafa bersyukur bahwa orang yang di hadapannya adala orang yang ia kenal. “Anda tidak apa apa nona,, apa pria br***sek itu melukaimu?”?” Willy nampak begitu khawatir. Ya,, pria yang menolong Shafa adalah Willy. Willy memberikan jaket yang di kenakannya kepada Shafa. “Terima kasih tuan,,!!” Shafa menerima jaket yang di sodorkan kepadanya. “Mari aku antar nona pulang.” Shafa hanya mampu mengangguk. Dadanya terlalu sesak mengingat apa yang baru saja ia alami. Willy hanya terdiam  tak mampu untuk berkata. Ingin sekali rasanya Willy merengkuh tubuh mungil Shafa ke dalam pelukannya. Agar gadis itu merasa sedikit tenang.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN