KENYATAAN

2303 Kata
    Sebuah mobil memasuki pelataran sebuah mansion. Depan teras rumah nampak begitu sepi. Shafa serta Willy melangkahkan kaki memasuki mansion. Beberapa orang telah menunggu kedatangan Shafa di ruang tamu. Salah satunya adalah Adrian. Adrian duduk santai di atas sofa dengan mengangkat kaki sebelah kanan, dan di tumpukan di atas kaki kiri.     Jantung Shafa berdetak dengan cepat. Sepertinya akan ada sidang mendadak. Yang di tujukan untuk Shafa dan Willy. Shafa berjalan dengan bantuan dari Willy karena kaki Shafa masih begitu lemas akibat efek samping obat bius yang di hirup Shafa. di depan pintu, mbok Darmi sudah siap membantu Shafa berjalan. Pegangan Shafa beralih ke mbok Darmi yang semula berpegangan pada tubuh Willy. Mbok Darmi menuntun Shafa hingga duduk di sofa sebelah Adrian.      Shafa sudah siap dengan segala kemungkinan yang ada. Shafa melihat ke seluruh ruangan. Shafa ingin tahu di mana Reza dan Iwan? Apakah mereka baik baik saja? Adrian seakan tahu apa yang sedang di cari oleh Shafa. “Sayang mereka berada di kamar masing masing.” Adrian berbicara dengan nada rendah, tapi tatapan pria itu sangat tajam. Shafa mengangguk mengerti. “Silahkan duduk terlebih dulu tuan Willy!” Adrian mempersilahkan Willy yang sedari tadi masih berdiri mematung. Kemudian Willy duduk di sofa seberang Adrian. Willy ingin tahu, apa yang akan Adrian bicarakan. “Baiklah jika tuan Adrian memaksa. Tidak baik jika menolak kebaikan seseorang.” “Saya hanya ingin mengucapkan terima kasih banyak, karena anda telah sudi menolong istri saya.” Adrian mengucapkan terima kasih dengan nada yang angkuh. Serta menunjukkan sikapnya yang begitu possesive. “Tidak masalah tuan, bukankah sebagai sesama manusia kita harus saling tolong menolong?” Willy menjawab dengan nada sesantai mungkin. “Maaf tuan Willy, kalau boleh saya tahu bagaimana anda bisa menolong saya?” shafa yang sedari tadu diam, kini mengungkapkan apa yang ada di dalam otaknya. “waktu itu saya hendak ke menemui seseorang, dan ingin mengajaknya makan malam di cafe anda nona. Di persimpangan jalan H saya melihat mobil anda melaju dari arah berlawanan. Dan melihat sebuah mobil mencurigakan membuntuti mobil anda. Saya waktu itu hanya seorang diri. Dan saya merasa aneh dengan jalanan yang sepi. Saya hanya khawatir terjadi sesuatu kepada anda, sehingga saya memutuskan untuk mengikuti dari jauh. Tidak menutup kemungkinan bahwa nona menjadi target saingan bisnis tuan Adrian. bukankah benar begitu tuan Adrian?” Adrian merasa sedikit salah tingkah ketika namanya di sebut oleh Willy. “Anda benar tuan. Tidak salah jika anda menjadi pewaris tunggal keluarga Wiliam.” Adrian berusaha menutupi kegelisahannya. “Anda bilang kalau anda mengikuti saya saat sebelum dihadang para preman itu bukan? Tapi kenapa anda tidak menolong saya saat pria br***sek itu memberi saya obat bius?” kali ini Shafa menyahuti kalimat Adrian. “anda tahu sendiri nona,,, kita kalah jumlah. Selain itu preman itu membawa senjata. Akan sangat berbahaya jika saya langsung menolong anda. Kita juga tidak akan tahu siapa dalang di balik penculikan ini.” Willy menjelaskan alasannya. Shafa membenarkan ucapan Willy. “Lantas di mana sekarang penculik itu?” tanya Shafa penasaran. “Dia sudah ditangani oleh tuan Rico. Bukankah benar begitu tuan?” Rico hanya mengangguk. Kini Shafa mengerti kenapa dirinya harus membawa bodyguard kemanapun dia pergi. Ternyata inilah alasannya. Dan Shafa harus tetap berhati hati dengan keadaan sekitar. “Baiklah terima kasih banyak atas penjelasan anda tuan Willy. Saya rasa tidak ada hal lain lagi yang perlu dibahas.” Adrian mencoba mengusir Willy secara halus. “Wah,,, anda benar benar menakjubkan tuan Adrian. baikla kalau begitu saya pamit terlebih dahulu. Nona jaga diri anda baik baik.” Pesan Willy kepada Shafa. Willy segera pergi meninggalkan kediaman Adrian. “Sayang sebaiknya kamu istirahat terlebih dulu di kamar. Nanti aku akan menyusul. Ada hal yang penting yang harus ku urus.” Perintah Adrian kepada Shafa.     Shafa kemudian menuju kamar meninggalkan Adrian sendiri di ruang tamu. Setelah beberapa saat Shafa beristirahat, tenaga Shafa sudah kembali pulih seperti sedia kala. Shafa melakukan rutinitas sore hari seperti biasa. Dalam hati Shafa sangat gelisah. Apa yang di lakukan Adrian saat ini? apakah Adrian akan melakukan hal nekat kepada Willy? Shafa tidak ingin terjadi sesuatu kepada Adrian.     Hari sudah semakin larut, Adrian tak kunjung kembali sejak sore tadi. Entah kemana perginya pria itu. Shafa tidak dapat memejamkan mata. Shafa beranjak dari tempat tidurnya. Shafa ingin memastikan apakah Adrian berada di ruang kerjanya atau tidak. Saat Shafa hendak membuka handle pintu, Shafa mendengar sesuatu yang sangat menyakitkan. Shafa mengurungkan niatnya untuk memasuki ruang kerja Adrian. shafa terdiam di balik pintu yang sedikit terbuka,dan mendengarkan percakapan Rico dan Adrian. “ Maaf tuan, sekarang apa yang harus kita lakukan?” terdengar suara Rico begitu jelas. “Kamu urus pria yang hampir mencelakai kakek. Untuk yang satu ini, aku masih ingin bermain main terlebih dulu." " Baik tuan,"  " Tidak sia sia aku berpura pura baik kepada Shafa selama ini. Gadis itu begitu naif, mengira aku benar benar berubah." Adrian tersenyum mengejek. "Maaf tuan, jadi selama ini tuan hanya berpura pura?" Rico tidak mengerti dengan apa yang di lakukan Adrian. "Kamu pikir apa aku benar benar serius dengan gadis bodoh itu?" Rico hanya terdiam. "Saya hanya tidak mengerti tuan."  "Setelah aku tahu kakek menjadi target ba****an itu, aku berfikir untuk mengalihkan target. aku membuat Shafa seolah olah adalah orang yang paling berarti untukku. ternyata cara ini sungguh efektif untuk mengalihkan target musuh.” Adrian tersenyum menang.     JEDUARRR,,,,, bagai di sambar petir,,, hati Shafa sakit. Bahkan lebih sakit dari pada saat Shafa menyaksikan Adrian bercinta dengan wanita lain. Inikah tujuan Adrian sebenarnya. Tanpa sadar, air mata Shafa mengalir begitu saja. Adrian sengaja memperlakukan dengan selayaknya, serta memperkenalkannya pada koleganya hanya untuk pengalihan target saingan bisnisnya. Adrian sengaja membahayakan hidup Shafa untuk melindungi dirinya.      Tubuh Shafa terasa lemas, dadanya terasa sesak. Bahagia yang dirasa Shafa beberapa minggu ini, semuanya adalah semu. Semua hanya ada dalam angan Shafa saja.  Pantas saja selama ini Adrian tidak pernah meminta haknya sebagai suami. Adrian hanya ingin aku sebagai pelindung kakeknya, bukan sebagai istri. Padahal tanpa diminta pun, aku akan berusaha melindungi kakek semampuku.      Kini Shafa merasa jatuh sejatuh jatuhnya. Entah apakah bisa dirinya bangkit lagi. Setelah Shafa di sanjung dan di bawa terbang menuju nirwana, kini Shafa di hempaskan begitu saja. Shafa merasa dunianya runtuh. Inikah yang di namakan patah hati? Shafa tidak ingin merasakan untuk yang kedua kali. Inilah yang dimaksud oleh siti beberapa hari lalu. Shafa begitu naif dan bodoh. Begitu percaya dengan mudahnya kepada Adrian. yang notabenya seorang Iblis berwajah malaikat. Shafa segera kembali ke kamar sebelum Adrian ataupun Rico mengetahui dirinya berada di sana.     Shafa menangis di dalam kamar mandi. Ia nyalakan keran air, dan di biarkan mengalir deras. Sehingga dapat menyamarkan suara isak tangis Shafa. Shafa menangis sejadi jadinya. Ia menumpahkan semua sesak yang ada di hatinya. Cinta yang pernah tersemat untuk Adrian, kini hilang sudah tergantikan rasa benci.     Setelah menangis selama dua jam lamanya, kini Shafa sudah terlihat sedikit lebih baik. Akalnya pun sudah kembali jernih. Untuk sementara ini, biarlah Shafa ikuti arus alur sandiwara yang di lakukan oleh Adrian. shafa akan tetap seperti biasa. Untungnya Shafa sekarang memiliki tempat untuk mencurahkan isi hatinya. Juga ada kesibukan lain di cafe. Membuat Shafa sedikit mengalihkan rasa sakit hati. Shafa sangat yakin sekali, masih ada beberapa hal yang tidak di ketahui Shafa. perlahan tapi pasti, Shafa akan memecahkan misteri itu sedikit demi sedikit.     Kini gadis mungil itu mencoba menata hati yang telah porak poranda. Mengumpulkan setiap serpihan hati yang pecah. Berharap akan kembali utuh. Mungkin waktu yang dapat menyembuhkan. Selama ini Shafa hanya diam karena mengormati Adrian sebagai suami dan tetap berpikir positif. Tapi kini tidak akan lagi. Shafa akan berfikir sesuai logika. Shafa mulai memejamkan mata menuju alam mimpi. Setidaknya Shafa ingin benar benar bahagia meski hanya dalam mimpi. ***     Hari ini shafa bersikap seperti hari hari sebelumnya. Hanya saja Shafa yang sekarang lebih pendiam, dan lebih suka menyendiri. Adrian melarang Shafa pergi ke cafe, dengan alasan khawatir akan diri Shafa pasca penculikan yang terjadi padanya kemarin. Shafa hanya mengangguk patuh saat Adrian melarangnya. Namun Shafa tetap pergi ke cafe tanpa izin Adrian.     Sejak kedatangan Shafa, Siti belum mendengar suara Shafa mengoceh seperti biasa. Siti merasa ada sesuatu yang terjadi dengan atasan sekaligus temannya. Siti yang mengetahui perubahan Shafa mencoba membuat Shafa mengungkapkan kegundahan gadis itu. Masih ada waktu sebelum cafe di buka untuk konsumen. Itu cukup untuk membuat Shafa berbicara dari hati ke hati. “ Fa,, kita ke ruangan kamu yuk!!” Siti mengajak Shafa keruangannya agar dapat bicara dengan leluasa. Siti tahu pasti, ini karena Adrian. mereka berdua berjalan memasuki ruangan Shafa. Siti menutup semua jendela serta gorden di ruangan Shafa. “Kamu kenapa sih,,? Ada masalah dengan suamimu?” tanya Siti tanpa basa basi. “ Gak ada kok. Aku Cuma lelah aja.” Shafa menjawab denga tidak bersemangat. “Jangan bohong deh,,,aku tahu kamu bohong.” Ujar Siti sambil menatap tajam Shafa. “ Aku denger kemarin kamu hampir di culik sama orang ?” Siti melanjutkan pertanyaan. “Dari mana kamu tahu?” Shafa balik bertanya “ Dari ibuk lah,,, kan ibuk tiap hari tinggal sama kamu.” Shafa hampir lupa kalau Siti anak dari mbok Darmi. “iya ya,, aq kok jadi lemot gini,,?” Shafa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “ Itu karena kamunya terlalu banyak pikiran. Mending ceritain aja, siapa tahu aku bisa memberikan saran?!” Shafa berfikir kembali. Haruskah ia menceritakannya kepada Siti? Bagaimana sikap Siti selanjutnya jika ia tahu seperti apa Adrian yang sebenarnya?. “Terlalu banyak mikir kamu,,,”Siti  membuyarkan lamunan Shafa. “Beneran gak ada kok, hanya pertengkaran suami istri biasa.” Jawab Shafa tidak ingin memberitahukan hal yang sebenarnya. “Serius kan kamu,,,? Gak ada yang kamu sembunyikan dariku kan?” Siti masih saja ragu akan jawaban Shafa. “Iya ,,, bener kok. Kan kemarin aku di anter pulang sama tuan Willy.” Shafa mencoba mengalihkan perhatian Siti. “ Serius kamu?” “ Kalau gak percaya tanya aja mbok Darmi.”  Siti seketika bungkam saat nama ibunya di sebut. “ Fa kalau aku lihat nih,,, kayaknya tuan Willy suka sama kamu deh.” Ucap Siti . “Tahu dari mana kamu kalau tuan Willy suka sama aku?” Shafa mengerutkan kening. “Ya tahu lah,,, dari pandangannya saat menatapmu. Terlihat jelas tahu gak? Matanya berbinar setiap kali menatapmu. Dan dia selalu tersenyum saat melihatmu.” Siti mengingat dengan jelas bagaimana cara Willy menatap Shafa. “Aku udah tahu,, “ Shafa menjawab dengan santai. “Serius kamu udah tahu?” Shafa mengangguk. “Dari awal ketemu sama tuan Willy, aku udah tahu kalau dia ada rasa sama aku. Tapi kamu tahu sendiri kan Adrian gimana?” Siti manggut manggut mengerti. “Jadi yang kemarin kamu panggil aku itu memang sengaja karena ada tuan Willy?” “ he em, betul sekali! Itu sebabnya aku tidak mau kalau hanya berdua saja dengan tuan Willy. Bisa bisa di gorok leherku.” Shafa mengarahkan tangannya ke leher seperti orang hendak menyembelih. “Lha bertemunya kapan?” Siti semakin penasaran. “ Sebelum kakek datang. Lebih tepatnya malam sebelum kakek datang.” “Kok malam sih? Memang kamu kemana malam malam bisa sampai kenal tuan Willy?” siti memotong cerita Shafa begitu saja. “Dasar pikiran kotor kamu,,, orang cerita belum selesai juga ,,, pake acara potong segala. Bikin salah paham aja kamu!” Shafa mendengus sebal ke arah Siti. Sambil memukul Siti dengan kertas yang di gulung. “Aw,,, jangan gitu donk,,. “ Siti berteriak saat Shafa memukulnya. “ Makanya kalau ada orang cerita di dengar sampai selesai dulu, jangan asal nyelonong aja.” “ Iya iya,,, maafkan daku putri. Itu karena hamba terlalu penasaran dengan cerita putri.” Gurau Siti dengan menirukan gaya ala ala pelayan kerajaan. “Lalu bagaimanakah kelanjutan dari cerita tuan putri?” “Malam itu Adrian mengajak aku ke pesta ulang tahun perusahaan salah satu koleganya. Dan yang mengadakan pesta tersebut adalah WILIWM CORP. Kamu tahukan wiliam corp?” Siti mengangguk lagi. “ di sana tuan Willy bicara terang terangan kalau aku cantik di depan Adrian. Adrian murka saat itu juga. Kalau saja tidak ada Rico, mungkin akan ada perkaelahian di pesta itu.” Shafa menceritakan semua tentang pertemuan pertama Shafa dengan Willy. “Jadi hari ini kamu bertengkar karena tuan Willy?” Siti kembali menegaskan kegalauan Shafa. “,,,” Shafa hanya diam tidak ingin menjawab pertanyaan Siti. “Terus kemarin bagaimana bisa tuan willy yang menolongmu? Bukannya tuan Adrian memiliki mata mata dan terus mengawasimu? Harusnya tuan Adrian tahu lebih dulu kalau kamu dalam bahaya.” Siti berasumsi sendiri. Shafa mendongak menatap Siti. Benar juga apa yang di katakan Siti. Shafa mengingat percakapan Adrian semalam dan hanya tersenyum kecut. Bagaimana Adrian mau menolong, kalau memang ini siasat Adrian untuk menjadikannya target para musuhnya. “Tuan Willy tidak sengaja melihat mobil yang ku tumpangi di ikuti mobil asing, dan dia mengikuti dari belakang. Itu yang dia katakan saat di rumah.” Shafa memicingkan mata ke arah siti. “Dari tadi kamu menanyakan tuan Willy mulu,,, kamu suka tuan Willy ya,,,?!!” Shafa bergantian menggoda Siti. Siti mengangguk malu. “Ya,, ketahuan sedang jatuh cinta,,,!” Shafa tersenyum mengejek Siti. “Nanti aku akan cerita ke mbok Darmi,” Siti melebarkan matanya, “Jangan coba coba kamu cerita sama ibu!!” Siti mengncam Shafa. “Memangnya kenapa kalau aku cerita sama mbok Darmi? Beliau pasti senang, karena anak sulungnya jatuh cinta. Akhirnya anak perempuanku tidak akan jadi perawan tua lagi.” Shafa sambil menirukan gaya mbok Darmi. “Shafa aku bilang jangan,,,aku mohon,!!” Siti memohon dengan sungguh sungguh. “Udah ah,,, jangan berlebihan gini, aku hanya bercanda kok. Maaf ya kalau aku keterlaluan.” Shafa merasa bersalah, Shafa tahu benar dengan gejolak yang di rasakan Siti. Perbedaan status sosial yang begitu jauh, akan membuat jalan Siti semakin terjal. “Makasih fa,,” Siti memeluk Shafa. “sama – sama, ayo kita turun. Sebentar lagi cafe sudah buka.” Mereka turun untuk segera membuka cafe.    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN