Bab 8 | Kabur Sementara

2128 Kata
Lova naik ke ranjangnya dan berbaring telentang menatap ke langit-langit dengan tatapan yang kosong. Tidak ada air mata, tidak ada isakan, maupun rintihan pedih dari bibirnya. Hanya hatinya yang terasa hampa, kosong, namun di satu sisi terasa berat dengan beban akan kehidupan ke depannya yang tidak akan mudah. Semuanya terlalu mengejutkan, fakta dia akhirnya kembali berakhir dalam pernikahan bodoh ini dengan Galen rasanya seperti dia mengulang luka lama, jika dulu dia menggunakan perasaannya setulus hati pada pria itu, namun tidak untuk sekarang. Bukan, bukan dia tidak mau menggunakan perasaannya, namun rasanya sudah lama dia tidak melibatkan hatinya atas setiap hal yang terjadi dalam hidupnya. Semua terkesan datar, tidak ada perasaan dan tanpa emosi. Hubungannya dengan Qais adalah fakta seperti yang dia ungkapkan pada pria itu. Semua hanya berawal dari rasa kasihan dengan semua usaha pria itu yang mengejar-ngejarnya, hingga pelan-pelan menggugah hati nuraninya dan membuatnya pada akhirnya menerima Qais. Namun tidak ada cinta di sana, atau dia sedang mengusahakan cinta untuk Qais. Tapi semuanya hancur karena pengkhianatan. Lova tidak terlalu mengambil pusing masalah Qais. Perasaannya pada si mantan kekasih tidak sedalam itu, dia juga tidak perlu melupakan perasaan cintanya pada Qais, karena sejak awal memang tidak pernah ada. Namun, saat dia kembali bertemu dengan Galen, semuanya berubah, dia mudah tersulut emosi, membuat hatinya lelah dalam sekejap, apalagi dengan setiap kata dan kegilaan yang dilontarkan pria itu. Hidupnya tidak lagi tenang, penuh gelisah dan ketakutan yang dia sembunyikan. Padahal dia baru saja mencoba menata hidupnya di Bali, namun semuanya hancur karena satu malam. Satu malam yang penuh petaka bersama sang mantan. Pada akhirnya Lova memilih untuk coba memejamkan matanya, walau tidak pernah merasa lelap dalam tidurnya, namun lelah hati yang emosinya terkuras sejak dari Jakarta membuat dia akhirnya bisa terlelap walau barang sejenak. Saat dia terjaga dari tidur singkatnya, Lova langsung bangkit untuk menuju ke dapur dan membuat sesuatu, yang tidak disangka, Galen masih di sana, duduk di sofa ruang tamunya, dengan laptop di pangkuannya, terlihat serius dengan kening yang berkerut-kerut. “Kenapa Kaka masih di sini?!” Tanya Lova dengan sangsi juga tatapan kekesalan yang sama. Galen melepas kaca mata bacanya dan justru menilai penampilan Lova yang sedikit kusut. “Bukannya tadi aku sudah bilang kita akan pulang ke Jakarta hari ini?! Aku dengan baik hati menunggu kamu. Cepat berkemas. Kita pulang malam ini juga!” Ucap Galen yang kini sudah menutup laptopnya, sedang Lova hanya memutar bola matanya malas dan sekali lagi mengabaikan Galen lalu melangkah menuju dapur. Galen yang kembali diabaikan langsung mendecak keras, dia mengikuti langkah Lova ke dapur dan menyentak tangan wanita itu. “Jangan mengabaikanku, Lova!” Desis Galen tidak terima, Lova menatapnya tajam dan balik menyentak tangan Galen. Dia mengambil dua roti tawar lalu membawanya ke toaster. “Tutup mulut, Kaka! Kita belum menikah dan aku akan menganggap Kaka tidak ada, karena tadi aku sudah mengusirmu!” Ucap Lova yang kini mengambil s**u UHT dari dalam kulkas dan menuangnya. Ponsel Galen yang berdering membuat Lova mengernyit saat pria itu tersenyum penuh makna. “Iya, Ma. Ini kami sedang mendiskusikan pernikahan kami. Lova sudah setuju. Dia akhirnya mengakui perasaannya jika masih cinta pada Galen.” Ucap Galen membuat Lova mendelik keras dan langsung menendang tulang kering Galen. Membuat pria itu hampir terjerembab, namun dengan liciknya justru menarik Lova dan memeluk pinggang Lova untuk bisa menahan tubuhnya, sekali lagi dia mendapat pukulan kuat di perutnya. “Iya, Ma. Nanti malam kita akan pulang. Katanya Lova setuju untuk mengadakan pesta yang mewah dan meriah.” Wajah Lova sudah merah padam mendengar bualan sialan Galen yang mengada-ada. Dia langsung merebut ponsel di tangan Galen dan meralat ucapan pria itu. -Tante … Yang Kak Galen bilang tidak benar. Sebenarnya Lova prefer intimate wedding saja, apa Tante keberatan dengan itu?- -Kok Tante si, sayang? Mama dong. Mama senang akhirnya kamu juga yang menjadi menantu Mama. Mengenai konsep wedding yang kamu inginkan, mungkin kamu bisa pulang ke Jakarta dulu ya? Nanti biar kita diskusikan dan cari jalan tengahnya, bagaimana?- Lova menggigit bibirnya dan menghela napas pelan, lalu pada akhirnya menyetujui usulan Ivanka. Galen tidak bisa mendengar dengan pasti apa obrolan itu, karena tidak berlangsung lama, sedang Lova langsung kembali menyerahkan ponselnya. -Iya, Ma. Malam ini kami akan pulang. Mama tenang saja. Calon menantu Mama tidak akan kabur di hari pernikahannya. Mana mungkin dia kabur jika masih mencintai Galen.- Mendengar nada songong Galen dan betapa percaya dirinya pria itu membuat Lova mendengus geli, sekali lagi berusaha menendang Galen namun pria itu bisa menghindar dengan cepat setelah belajar dari pengalaman. Lova memilih kembali ke kamar untuk mengemas barang-barangnya. Dia hanya akan mengirim email pengunduran dirinya besok dan tidak akan kembali lagi ke kantor. Beruntung tidak ada pinalti jika dia tiba-tiba resign. Entah berapa kali helaan napasnya terdengar berat akhir-akhir ini, Galen dengan semua sikapnya membuat Lova pusing dan lelah. Pria itu sangat membencinya, namun percakapan mereka mengenai kontrak dan bahkan mengatakan akan menikahinya sampai mati jika ada anak di antara mereka membuat Lova tidak mengerti. Sangat membingungkan. Pria itu seperti mempersulit dirinya sendiri, di saat dia membuka lebar pintu untuk lari dari tanggung jawab, pria itu justru masuk dan menutup pintu dari dalam, memilih terjebak dalam pernikahan yang tidak diinginkan oleh mereka berdua, bahkan menawarkan pernikahan seumur hidup jika dirinya sampai mengandung. Lova benar-benar tidak paham dengan pola pikir pria itu. Jika masa lalu mereka berpisah dengan baik-baik tanpa ada drama menyakitkan yang berbuntut panjang mungkin Lova akan berpikir jika Galen masih menyimpan rasa padanya, namun masa lalu mereka terlalu rumit, penuh kebencian dan nestapa duka, terutama bagi dirinya. Lova membuka ponselnya, melakukan pembelian tiket pesawat secara online. Tangannya bergerak lincah setelah berhasil mendapatkan tiket dan melakukan p********n, selanjutnya dia mencari hotel untuk dirinnya menginap sementara di Jakarta sampai mendapatkan apartemen untuknya tinggal. Pulang ke rumahnya tidak akan dia lakukan, kemarin dia terpaksa karena mamanya yang mengemis, nyatanya mamanya tidak benar-benar mengemis, justru penganiayaan yang dia terima karena dia merusak rencana sang mama dengan menantu idamannya. Lova juga merutuki dirinya sendiri, mana mungkin mamanya itu rindu? Jika selama enam tahun di London saja tidak pernah sekali pun mamanya datang untuk menjenguknya, benar-benar mengabaikannya dan bahkan panggilan telepon dalam setahun bisa dihitung dengan jari. Tapi pesan yang dikirimkannya malam itu, mengoyak sudut hati Lova yang rindu akan cinta dan kasih seorang ibu, dengan pemikirannya walau secara logika itu tidak mungkin, dia tetap percaya sang mama merindukannya dan ingin bertemu dengannya, hanya untuk menuruti egonya. Nyatanya saat pulang dia justru kembali terluka. Bukan rindu yang dia dapatkan justru kebencian dilanjut penganiayaan yang membuat Lova semakin terluka fisik dan batinnya. Setelah semua booking hotel dan pesawatnya terkonfirmasi, dia memesan taksi online, Lova keluar dengan satu koper dan shoulder bag-nya saat taksinya sudah datang. Galen masih di sana, di ruang tamu dengan laptopnya, mata pria itu memicing tajam melihat Lova yang sudah keluar dan berkemas. Namun senyumnya terbit karena Lova menuruti ucapannya untuk pulang ke Jakarta malam ini. “Keluar dari rumahku sekarang, Kak!” Ucap Lova dengan nada yang tajam, Galen balas menatapnya sinis dan beranjak dari sana. “Tentu, kita akan keluar dan langsung ke bandara.” Galen beranjak dan merapikan laptopnya. Lova menunggu Galen ikut keluar sementara dia menyerahkan kopernya kepada si supir taksi. Dia menyewa tahunan sudah dua tahun ini, padahal dia baru memperpanjang kontraknya minggu lalu, namun kini sudah harus ditinggalkan. Dia akan kembali ke Bali, bagaimanapun caranya dan apa pun statusnya setelah ini. “Kamu mau ke mana? Pergi denganku. Pesawat pribadiku sudah ada di bandara!” Galen mencekal tangan Lova dan menahan Lova yang sudah akan masuk ke taksi. Lova balas menyentaknya keras dan tanpa perasaan mendorong Galen lalu masuk ke taksi dan meminta sang supir segera pergi. Galen di tempatnya mengumpat keras dan memilih mengikuti taksi yang membawa Lova ke bandara. Begitu melihat tubuh kurus Lova yang sedang mengantri untuk check in, Galen langsung mendekatinya dan menarik Lova untuk mengikutinya. “Lepas!” Sekali lagi Lova menyentak tangannya kasar. Tatapannya tetap tajam. “Kita pulang masing-masing. Aku hanya akan bertemu dengan Tante Ivanka dan kita bertemu saat pernikahan. Menjauh dariku dan berhenti mengganggu!” Namun Galen tentu tidak membiarkan Lova menang dengan keinginannya, pada akhirnya pria itu menang dan menarik Lova untuk mengikutinya menuju pesawat pribadi keluarga Alastair. Lova tidak lagi melawan, karena itu percuma dan melelahkan, yang dia inginkan adalah berhenti terus terlibat dengan Galen. Dia memilih duduk di salah satu kursi dengan window seat. Lalu memejamkan matanya supaya tidak ada kesempatan berdebat lagi dengan Galen. Galen yang melihat Lova langsung memejamkan matanya hanya menghela napasnya, dia lalu memilih duduk di samping gadis itu. Lova yang merasakan seseorang duduk di sampingnya langsung membuka mata, tatapannya kembali nyalang pada Galen. Sumpah! Dia benar-benar kehabisan akal memikirkan tingkah pria itu! Tapi dia juga lelah mengumpat pada Galen. Kenapa dari begitu banyak kursi kosong pria itu menempel padanya?! “Mau kaka sebenarnya apa?! Kenapa harus duduk di sampingku?!” Lova pada akhirnya berteriak dengan kekesalannya yang sudah memuncak, seolah menghabiskan seluruh tenaga yang tersisa. Galen yang mendengar itu hanya mengabaikannya, pria itu pura-pura tuli dan memejamkan matanya. Seorang pramugari menghampiri mereka, memang karena hanya mereka yang ada di sana. Mengatakan jika akan segera lepas landas dan meminta Lova maupun Galen memperbaiki posisi duduknya. Lova tersenyum tipis dan mengucapkan terima kasih. Galen membuka matanya dan hanya mengangguk singkat. Tatapan matanya terus tertuju ke jendela luar saat pesawat mulai bergerak meninggalkan landasan pacu. Lova mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuhnya untuk menyembunyikan tubuhnya yang gemetar. Padahal dia cukup sering perjalanan menggunakan pesawat, namun perasaan gelisah saat take off tetap tidak bisa dia hindari, masih ada ketakutan walau dia coba meredamnya selama ini. Baru bisa tenang setelah pesawat terbang di ketinggian stabil di udara. Galen menatapnya penuh makna walau Lova terus menatap ke arah jendela, tau wanita itu sedang menyembunyikan ketakutannya. Namun tidak ada yang ingin dia ungkapkan, tidak ada juga yang ingin dia lakukan untuk menenangkan wanita itu. Memilih menjadi pengamat bagaimana Lova mengatasi masalahnya sendiri. Saat berhasil menenangkan dirinya sendiri, Lova lalu beranjak dan menatap Galen masih dengan tatapan tajamnya. “Minggir! Aku mau ke toilet!” Ucap Lova dengan nada yang tidak bersahabat sama sekali. Galen akhirnya menyingkir dan memberikan jalannya. Lova masuk ke toilet dengan jantung yang masih terasa berdebar keras. Helaan napasnya panjang dan keras, dia memilih untuk membasuh wajahnya dan bertahan beberapa saat di sana. Lelah rasanya terus berada di samping pria itu, namun tidak ada yang bisa dia lakukan untuk jauh dari Galen. Saat keluar dari toilet, Lova memilih duduk di kursi paling belakang, sengaja duduk di kursi paling tepi supaya tidak ada kesempatan bagi Galen untuk bisa duduk di sampingnya lagi. Dia mulai memejamkan matanya dan berharap bisa beristirahat sebentar saja setelah mengunyah sleeping gummy-nya. Galen juga tau Lova pindah duduknya di kursi belakang, namun pria itu memilih membiarkannya, dia juga ingin beristirahat, lelah dengan semua kejadian beruntun yang menghubungkannya dengan masa lalu yang menyakitkan. Pramugari membangunkan Lova saat pesawat sudah parkir, Lova langsung mengangguk dan beranjak, dia mengambil tasnya di kabin lalu melenggang meninggalkan pesawat, mengabaikan Galen yang masih duduk di tempatnya. “Supir akan mengantar kamu ke rumah kamu. Orang tua kamu sudah menunggu.” Ucap Galen mengimbangi langkah Lova begitu turun dari pesawat. “Hm.” Lova memilih membiarkan semua sesuai dengan mau Galen, dia yang akan merubah rencana pria itu sesuka hatinya nanti, sama seperti pria itu yang sesuka hati memutuskan masalah mereka. Dia tidak peduli lagi di mana Galen berada, yang dia tahu saat masuk ke mobil yang akan mengantarkannya menuju rumah, Galen sudah tidak terlihat. Begitu mobil tiba di halaman depan rumah, Lova langsung keluar untuk bertemu dengan satpam yang stand by di posnya. Teringat ucapan Galen yang mengatakan orang tuanya sudah menunggunya di rumah, Lova jadi bertanya-tanya, orang tuanya menunggunya untuk kembali menganiayanya? Menyumpah serapahinya? Atau memasungnya? Pulang ke rumah sama saja dengan bunuh diri bagi Lova, itu bukan lagi rumah tempatnya pulang, namun neraka tempatnya menerima siksaan dunia. “Pak, ngga usah bilang saya udah nyampe ya. Mau kasih kejutan buat Mama.” Ucap Lova membuat satpam itu akhirnya mengangguk dan membuka gerbang, berniat untuk mengambil koper Lova dari tangan sang supir namun Lova langsung mencegahnya. Dia memesan taksi online dan menunggu dengan cemas. Takut acara kaburnya kepergok oleh salah satu anggota keluarganya. “Biar, Bapak bantu, Non. Tadi si, istri bapak nganter makan ke sini sekalian ngabarin kalo di dalem pada lagi makan malam.” “Ngga usah, Pak. Saya mau ke suatu tempat dulu. Di sini aja. Tutup aja gerbangnya.” Ucap Lova lagi, bertepatan dengan itu taksinya datang. “Pak, buka aja bagasinya. Saya naikin sendiri.” Ucap Lova setelah membuka pintu belakang. Dia tergesa mengangkat kopernya yang tidak ringan itu, membuat satpam di rumahnya melongo, namun tidak sempat bertanya lebih lanjut karena melihat Lova bergegas masuk, terlihat buru-buru bahkan tidak lagi pamit atau sekedar mengatakan kemana tujuannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN