Bab 9 | Usaha Menggagalkan Pernikahan

1968 Kata
Ponselnya terus berdering sejak dia tiba di hotel, ada panggilan dari mamanya, papanya juga dari Tante Ivanka namun tidak ada panggilan dari Galen. Seketika Lova tertegun dengan pemikirannya sendiri. Kenapa dia seperti berharap Galen menghubunginya? “Sinting kamu, Lova!” Desis Lova memukul kepalanya sendiri. Dia memilih untuk mengisi bath up dengan air hangat dan berencana berendam untuk menenangkan pikirannya yang kusut sejak di Jakarta, dan kini dia justru kembali ke Jakarta lagi. Kepalanya penuh memikirkan apa yang bisa dia lakukan untuk menggagalkan rencana ini? Kemana dia harus kabur? Tapi apakah dia bisa tidak ditemukan sedangkan dia tidak memiliki siapa pun yang membantunya? Yang bisa membantunya bersembunyi dari Galen dan keluarganya. Dia jadi menebak-nebak, secepat apa mereka bisa menemukannya setelah mengetahui dirinya tidak pulang ke rumah. Dia bahkan turun di tengah jalan dari taksi yang dinaikinya di rumah tadi, supaya tidak terlacak dan mudah ditemukan. Ponselnya terus berkedip-kedip, dan Lova pada akhirnya memilih untuk menonaktifkannya. Dia juga sudah menonaktifkan lokasinya sejak meninggalkan rumah. Ingin tenang untuk malam ini dan melupakan sejenak hal yang terjadi. Apakah dia memang harus benar-benar berakhir dengan Galen? Haruskah dia menjalani satu setengah tahun pernikahannya dengan Galen? Bisakah dia menjalaninya dengan baik dan mereka benar-benar berakhir tanpa ikatan lagi setelahnya? Kembali menjadi asing sama seperti sembilan tahun yang lalu? Lova memeluk dirinya sendiri, dia sedang duduk di balkon kamarnya menatap gemerlapnya kota Jakarta, pikirannya berkelana dan terasa penuh dengan prasangka juga ketakutan, namun semuanya tetap jalan di tempat, karena dia tidak memiliki pilihan atau kekuatan kecuali dari dirinya sendiri. Dia memilih masuk kembali ke kamar, memilih untuk menyibukkan diri dengan membuat CV supaya bisa segera melamar pekerjaan. ‘Lihat kan? Kamu bilang mau kabur, tapi apa yang kamu lakukan justru seperti telah siap berakhir dengan pernikahan bersama Kak Galen?’ Batinnya berbisik, membuat Lova hanya mendesah kesal namun juga mengumpat dirinya sendiri. Dia akhirnya memilih pasrah, pasrah dengan kehidupannya setelah ini. Menjalaninya seperti dulu, tanpa rasa, tanpa emosi. Dia akan melakukannya sebaik mungkin, cukup tidak perlu menganggap Galen ada, hanya raganya yang akan tinggal dengan pria itu, dengan begitu semua akan cepat berlalu, seperti itulah harapannya. Lova memilih memakan buah pisang yang sudah tersedia di sana, juga mengambil protein bar yang dia miliki di tasnya, setidaknya perutnya tetap terisi supaya lambungnya tidak rewel. Namun, ketukan pintu di kamar hotelnya membuat Lova mengernyit. Untuk apa layanan kamar mengetuknya malam-malam begini? Dia juga tidak memesan makan malam melalui layanan kamar. Pada akhirnya Lova memilih mengabaikannya, jika itu memang petugas hotel, tentu mereka akan menelponnya dan mengatakan keperluannya. Nyatanya, ketukan itu semakin terdengar tidak sabaran, membuat Lova menjadi tidak nyaman, dia memutuskan untuk menelpon hotel agar mengusir siapa pun yang ada di depan pintu kamarnya. “Ibu Lova, ini saya salah satu staff hotel.” Mendengar suara itu membuat Lova beranjak dan pada akhirnya membuka pintu, namun dia langsung terkejut dengan siapa yang ada di depannya. Bukan hanya petugas hotel, namun juga Galen yang menatapnya begitu nyalang. Dia memerintahkan petugas hotel itu pergi melalui gerakan matanya, dengan begitu mudah mendorong Lova untuk masuk ke dalam dan mengunci pintunya dari dalam. “A..pa… yang akan Kaka … la ..kukan?” Tanya Lova dengan detak jantung yang perlahan naik. “Apa hobi kamu memang menyusahkan sejak dulu?” Tanya Galen yang cukup menohok hati Lova, emosi wanita itu akhirnya tersulut, namun dia mencoba meredamnya, menarik napasnya panjang sambil memejamkan matanya. “Aku malas terus berdebat dengan kamu, Kak! Keluar sekarang.” Ucap Lova mendorong tubuh Galen, namun semudah itu Galen membalik keadaan, dengan cukup kuat mendorong Lova hingga wanita itu jatuh ke ranjang. Tidak hanya sampai di situ, Galen mengungkung tubuhnya hingga dia berada di bawah pria itu dengan posisi yang membuatnya menahan napas. “Apa aku bilang aku akan pulang ke rumah? Aku hanya bilang akan kembali ke Jakarta untuk menemui Tante Ivanka, untuk membicarakan pernikahan bodoh kita. Setelahnya aku mau ke mana bukan urusan Kaka. Justru kamu lah yang menyusahkanku dengan menyeretku dalam pernikahan ini!” Lova yang kembali menghimpun kekuatannya pada akhirnya mendorong Galen dan langsung duduk dengan napas yang memburu. Galen tidak memberikan perlawanannya lagi dan hanya bersidekap menatap penuh makna pada Lova. “Aku memudahkanmu untuk lari dari tanggung jawab. Itu lebih mudah untuk kita! Tapi kamu justru membuatku susah dengan memaksa pernikahan konyol ini! Jadi jaga ucapan Kaka!” Ucap Lova yang masih tidak terima dengan kalimat Galen sebelumnya. Dia lalu beranjak, menuju ke balkon, membuka pintu sekaligus mengambil kuncinya. Mengunci dirinya dari sana dan berbalik menatap Galen masih dengan aura permusuhan yang kental. “Jika kamu tidak mau pergi dari sini. Maka aku akan tidur di balkon. Aku muak satu ruangan dengan Kaka!” Ucap Lova dengan nada dinginnya, dia lalu memilih duduk di kursi santai yang ada di sana dan mengatur degup jantung juga deru napasnya yang akhir-akhir ini kembali bekerja keras sejak bertemu dengan Galen. -Aku pulang.- Pesan itu akhirnya Lova dapatkan dari nomor yang baru, bertepatan dengan suara pintu yang kembali dibanting dan membuat Lova bisa menghela napas lega, dia kembali masuk ke kamar dengan tubuh yang sudah terasa dingin dan menggigil, menyelimuti dirinya dan memilih mengistirahatkan tubuhnya walau itu sulit dia lakukan di saat kepalanya penuh dengan satu nama yang selalu menimbulkan rasa yang menyesakkan sejak kandasnya hubungan mereka. *** Sebuah panggilan masuk untuk yang ke sebelas kalinya di pagi hari itu pada akhirnya membuat Lova menyerah. Dia menarik napasnya panjang sebelum menjawab panggilan itu. Dia tau cepat atau lambat dia akan semakin sering bersinggungan dengan keluarga Galen juga keluarganya sendiri. Delapan tahun merantau membuatnya merasa memiliki kehidupannya sendiri, interaksinya sangat minim dengan teman-teman kampus atau teman kerjanya dulu. Lova lebih suka menyendiri, lebih banyak menghabiskan waktunya hanya di kampus, rumah dan tempat kerja. Bahkan daftar kontaknya tidak lebih dari sepuluh orang. Dia selalu menghindari berhubungan dengan teman kampus atau teman kerjanya after office hours, sehingga komunikasi dengan rekan kerjanya hanya sebatas melalui aplikasi kantor khusus untuk karyawan. Kini, sering sekali ponselnya berdering, dari nomor-nomor asing yang sebenarnya dia sudah bisa menebak. Jangankan mendapatkan nomor ponselnya, mengejar dirinya ke ujung dunia pun akan mereka temukan. Lova tahu, bagaimana pengaruh keluarga Alastair untuk banyak lini sektor bisnis di Indonesia. Bahkan masing-masing dari keturunan mereka memegang dan merajai hampir semua sektor bisnis. Jika keluarga Galen memegang kendali penuh pada lini sektor industri teknologi, perhotelan dan pariwisata, industri retail juga farmasi. Itu sektor yang dibebankan untuk diurus dan diwariskan kepada Kalvin Alastair. Belum industri lain yang diwariskan untuk dikelola oleh saudara-saudra Kalvin Alastair. Mereka adalah keluarga besar, super besar. Galen sendiri merupakan anak ke dua dari empat bersaudara. Kaka pertamanya laki-laki dan masih berada di Amerika, yang akan digadang-gadang mewarisi dan mengelola seluruh sektor industri teknologi kerajaan Alastair. Sedang Galen dan Valen adalah kembar sepasang, di mana Galen yang diamanahkan untuk mengelola dan memimpin sektor industri perhotelan dan pariwisata plus bidang retail, di bidang retail ini, Alastair Group telah memiliki swalayan besar yang telah tersebar di banyak kota di Indonesia. Valen, saat ini masih kuliah di US, mengambil pengalaman sebanyak-banyaknya dan bekerja di perusahaan farmasi internasional sebelum nantinya akan kembali memimpin perusahaan farmasi milik keluarganya. Adiknya yang bungsu -Shanum-, saat ini sedang menempuh pendidikan di Jerman. Berada di semester akhir, yang nantinya akan mengambil alih memimpin industri retail jika sudah siap dan mampu mengambil tampuk kepemimpinan yang untuk sementara dipegang oleh Kalvin dengan Galen yang membantunya. Sedang Elodie, dia adalah adik sepupu yang seumuran dengan Shanum, memilih kuliah di dalam negeri. Sudah sejak balita dia diasuh dan dirawat oleh Kalvin dan Ivanka. Kisah orang tuanya tidak beruntung, ibunya yang merupakan adik dari Ivanka, meninggal setelah melahirkan Elodie, melahirkan Elodie tanpa memiliki suami karena dia diperkosa oleh pria b******k saat menempuh pendidikannya di Milan. Semua orang juga langsung mengetahui saat melihat paras Elodie, jika wanita itu bukan keturunan asli Kalvin Alastair, karena matanya yang kebiruan, juga wajahnya yang campuran. Sudah menjadi rahasia umum jika Elodie anak blasteran, dan saat mereka sekolah dulu. Selalu ada gosip yang beredar tentang asal-usul Elodie, Galen selalu ada di sana untuk melindunginya dan menenangkannya. Juga menghajar siapa saja yang berani membuat Elodie menangis. Sialnya, Elodie selalu menggunakan ketidak beruntungan nasibnya atas ketidak jelasan orang tuanya sebagai tameng untuk terus memonopoli Galen tanpa pria itu sadari. Lova justru larut dalam lamunannya tentang keluarga mantan kekasihnya itu. Iya, dia tau bagaimana silsilah persaudaraan Galen Keandra, karena dulu hubungannya dengan Galen cukup rumit, hingga melibatkan saudara-saudara pria itu juga, yang berakhir dengan kebencian yang mendarah daging. Bukan hanya saudara kandung, juga sepupu-sepupu pria itu yang bersekolah di tempat yang sama dengan mereka. Mereka kompak membenci Lova pada akhirnya. Sedang Galen, tidak pernah tahu dan tidak butuh tahu juga siapa Lovs dan bagaimana keluarganya yang rumit. Sehingga kemarin malam, saat pria itu datang untuk makan malam, Lova bisa melihat keterkejutan dari semua anggota Alastair yang datang. Tentu hanya ada Galen dan Elodie yang datang, karena saudara mereka yang lain masih stay di luar negeri, namun Lova tidak tau setelah akhirnya mereka mendengar pernikahannya dengan Galen tiga minggu lagi, akankah mereka bertahan atau justru pulang untuk melindungi Galen dari wanita sepertinya? Yang dulu pernah membuat Galen dan Elodie hampir mati. -Assalamualaikum, Tante.- Salam Lova pada akhirnya setelah mengangkat panggilan itu dengan menahan napasnya. Lova juga bisa mendengar helaan napas panjang di sana, entah helaan napas yang kesal karena panggilannya terus diabaikan, atau helaan napas lega karena akhirnya panggilannya diangkat. -Waalaikumsalam, Lova sedang apa? Kalau Tante ajak sarapan pagi ini Lova bisa? Tapi jika Lova lelah dan masih ingin istirahat tidak apa-apa, mungkin kita bisa dinner nanti malam?- Tetap saja, ditolak sekarang atau nanti, dia harus menemui calon mertuanya itu. Lova melirik ke sudut kiri ponselnya untuk mengetahui jam berapa sekarang. -Boleh sarapan, Tante. Mau bertemu di mana?- -Oke. Di restoran hotel tempat kamu menginap saja ya? Tante akan datang satu jam lagi.- -Baik, Tante.- Panggilan berakhir begitu saja, dan Lova kembali meringkuk di ranjangnya, menekan perutnya yang terasa sangat nyeri karena tamu bulanannya yang baru saja datang tadi subuh. Kadang, jika dia mengalami haid, nyerinya bisa tidak tertahankan, dan bisa hanya berbaring seharian di ranjang, dengan keringat dingin dan wajah yang pucat, Lova kadang meminum obat pereda nyeri haid, kadang juga membiarkannya sampai membaik sendiri. Rasanya hari ini dia ingin terus rebahan di ranjang, namun sepertinya hal itu tidak bisa terealisasi. Menstruasinya kali ini sangat ia syukuri, karena itu artinya dia memang tidak hamil akibat dari hubungan satu malam itu, jika dia hamil maka yang akan dia berikan pada buah hatinya hanyalah penderitaan sejak bayinya di kandungan. Bayinya akan menjadi anak di luar pernikahan yang tidak memiliki nasab ayahnya, menjadi aib untuk anak itu sendiri dan pasti menimbulkan luka bagi anaknya jika mengetahui kehadirannya adalah hasil kesalahan bodoh orang tuanya. Dalam hati, Lova sangat bersyukur dan berterima kasih kepada yang Maha Kuasa karena masih memberikan kemudahannya dalam hidup bahkan setelah dosa besar yang dia lakukan, kemudahan karena tidak ada buntut panjang atas dosa besar yang dia lakukan. Saat Lova tiba di restoran, dia sudah melihat Ivanka yang duduk di sana dan tersenyum begitu menyadari kehadirannya. “Lova … Di sini, Nak.” “Tante … Ada apa?” Lova memilih to the point, walau nyatanya banyak sekali yang perlu mereka bicarakan, namun Lova tidak tau memulai dari mana sehingga dia langsung menanyakan saja. Mendengar panggilan Lova untuknya membuat Ivanka memilih menahan diri untuk tidak menegurnya seperti kemarin di telepon, dia tidak ingin membuat calon menantunya itu tertekan dan tidak nyaman. “Membahas pesta pernikahan kamu dengan Galen tentu saja.” Jawaban Ivanka yang ringan dan tanpa beban itu justru menjadi beban yang menggelayuti hati Lova. Dia menatap lekat pada Ivanka, hatinya berkecamuk untuk bertanya. “Tante, I just got my period. So, can we just cancel the wedding?” Ucap Lova dalam satu tarikan napas yang panjang. Ivanka yang mendengar itu juga menahan napasnya, dia menatap lekat pada Lova dengan emosi yang sulit dideskripsikan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN