BAB 7. Cemburu yang Kekanakan

1618 Kata
"Anda akan sibuk di istana selama beberapa tahun kedepan, untuk apa anda memerintahkan saya untuk membeli tiga Unit Apartemen di sekitar Unit yang ditinggali oleh Nona Flora yang mulia." John bertanya dengan penasaran. Karena bukan hanya kamar 501 yang tepat di sebelah Flora saja yang Cedric beli, tapi tiga kama yang tersisa, yang letaknya berdekatan dengan Unit milik Flora juga Cedric beli dengan menggunakan identitias orang kepercayaanya di Indonesia. Setelah bertemu langsung dengan Flora dan melihat Reaksi Cedric pada salah satu kandidat calon istrinya itu, John sepenuhnya menyadari bahwa tuan mudanya itu sangat tertarik pada Flora, lebih dari yang dia pikirkan. Tapi pembelian Apartemen itu sungguh membuat John penasaran, karena dia tidak bisa menemukan alasan yang tepat kenapa Cedric sampai menghamburkan uangnya untuk membeli sesuatu yang menurut John tidak memiliki kepentingan itu. "Bisa saja unit itu akan dibeli oleh seorang laki-laki yang menaruh minat pada si kerempeng itu kan? Bukannya aku terlalu suka padanya atau apa, tapi aku hanya menghindari masalah di masa depan, mengingat dia adalah calon istri yang aku pilih." Balas Cedric terdengar cuek. John mengangguk saja sambil menyembunyikan senyuman geli miliknya di dalam hatinya saja. Sebab jawaban Cedric sudah menjelaskan dengan gamblang tentang alasan sebenarnya, kenapa Cedric sampai repot-repot membeli unit Apartemen yang tidak tergolong bagus itu. John langsung bisa menyadari, bahwa Tuan Mudanya, saat ini sedang jatuh cinta dan berusaha untuk menyangkalnya. Sayangnya John sudah terlalu berpengalaman, untuk bisa dibohongi menggunakan alasan klasik yang terdengar palsu itu. "Menurut saya Nona Flora cantik." ucap John memberikan pendapatnya. "Siapa bilang kamu boleh memperhatikannya John! Jangan memperhatikan sesuatu milik tuanmu, itu tidak sopan." Balas Cedric terlihat kesal. John tidak mampu menyembunyikan senyuman gelinya lagi. Untungnya Cedric tidak melihat senyuman itu. Karena bisa dipastikan, Tuan mudanya yang pemarah itu, akan mengumpat kesal ke arah John yang sekarang terlihat seperti sedang meledeknya itu. "Saya tidak berani, yang mulia." Balas John kemudian memilih diam setelah itu. Saat ini mereka masih di Indonesia, karena Cedric masih memiliki beberapa urusan di tempat ini. Tapi John sangat tahu bahwa urusan yang tersisa itu, sebenarnya bisa di kerjakan oleh orang kepercayaan Cedric. Tapi laki-laki itu memutuskan untuk melakukannya sendiri. membuat John rasanya ingin sekali meledek tuan mudanya itu. Sebab delapan puluh persen alasan kenapa Cedric masih di Indonesia sekarang adalah karena Flora. John bisa melihat bahwa Cedric, terlihat enggan meninggalkan negara ini, dan setiap hari selalu mencari alasan aneh untuk bisa melihat Flora. Baik di kampus maupun di sekitaran Apartemennya. Dan karena sikap kepo Cedric yang berlebihan itu, laki-laki itu akhirnya menemukan sesuatu yang cukup mengganggunya. Yaitu pertemuan Bastian dan Flora yang sekarang sedang dia lihat dari dalam mobilnya yang gelap. "Kenapa kamu nggak jadi kuliah di kampus impian kamu sebelumnya Flo? Padahal aku udah ikut daftar disana." Ucap Bastian dengan tatapan yang membuat Cedric rasanya ingin mencongkel kedua mata laki-laki itu. Sebab Bastian saat ini sedang menatap Flora seperti laki-laki itu sangat memujanya. "Dasar laki-laki gatal." Cedric mengumpat dengan tidak sopan dan membuat John yang saat ini duduk di bangku pengemudi lumayan kaget. "Kamu kan tahu gimana keadaan keluarga aku Bas. Aku gagal mendapatkan Beasiswa penuh seperti yang aku harapkan. Karena itu aku pilih pindah kampus yang lebih terjangkau, daripada aku nggak jadi kuliah." Jawab Flora tentu saja berbohong. Karena sebenarnya Don tidak masalah Flora berkuliah di kampus ternama yang sebelumnya menjadi incarannya, sebab Don akan menggunakan kebaikannya itu untuk mengancam Flora agar mau menikah kontrak dengan Cedric demi membayar hutang-hutang putranya yang tukang judi itu. Flora sendirilah yang sengaja menjauh dari kampus impiannya itu untuk menghindari Isha. Tapi tentu saja, Flora tidak bisa mengatakan semua itu dengan jujur pada Bastian. "Padahal nilai kamu pasti masuk di kampus itu." Bastian mendesah kecewa. "Nggak masalah kok Bas, lagian kampus kita kan nggak terlalu jauh. Masih di sekitaran Jakarta. Kalau ada waktu libur, kita kan masih bisa jalan kaya dulu." Balas Flora sambil tersenyum ramah. Yang membuat wajah Cedric semakin keruh oleh kekesalan. "Apa-apaan senyuman sok cantiknya itu? Orang lewat saja bisa tahu kalau gadis itu sedang memberikan si gatal itu harapan." Cedric lagi-lagi berbicara sendiri. Dia kesal karena di depannya, Flora selalu memberikan wajah galak yang menyebalkan, tapi di depan Bastian Flora justru tersenyum lebar dan terlihat sangat cantik. "Kemampuan bahasa Indonesia anda sudah lebih baik yang mulia." Ucap John berkomentar. Sebab Cedric sudah lancar menggunakan istilah-istilah yang tidak ada di kamus. Sejak kecil, Cedric memang sangat cepat belajar, terutama tentang bahasa. Karena pelajaran bahasa adalah kesukaan laki-laki itu. Sekarang, calon raja Inggris itu sudah menguasai setidaknya tujuh bahasa dengan Fasih. "Tidak ada hubungannya John! jangan membuatku semakin kesal." Omel Cedric jengkel. John langsung meminta maaf sambil mengalihkan pandangannya ke samping untuk menyembunyikan senyuman gelinya. Menurut John, Cedric bukan orang yang memiliki banyak ekspresi seperti Damian. Cedric juga tidak pernah terlihat menginginkan sesuatu atau menyukai sesuatu secara berlebihan, yang sampai membuat ketenangannya menghilang seperti sekarang. John lumayan terkejut dengan perubahan Cedric sejak bertemu langsung dengan Flora beberapa bulan lalu. Tuan mudanya yang selama ini selalu John lihat seperti robot baik hati yang hanya memikirkan negaranya, akhirnya terlihat seperti manusia. Tapi mengingat Flora hanya orang biasa saja, dan tujuan awalnya hanya untuk di manfaatkan agar Cedric bisa menyamar di Indonesia dengan sempurna dan mendapatkan surat-surat yang dia butuhkan, John sedikit khawatir dengan perasaan tertarik yang saat ini sedang di tunjukkan dengan jelas oleh Cedric. Sebab jodoh dari sang pangeran, sudah di siapkan oleh Raja dan Ratu sejak jauh-jauh hari. Yang John tahu, kandidatnya ada dua. Arabella Windsor yang semua orang ketahui baru di temukan belum lama ini, dan satu lagi adalah putri Yolanda dari kerajaan Spanyol. John sedikit khawatir dengan Flora jika Cedric benar-benar tertarik dengannya. Sebab John pikir, keduanya akan sulit untuk benar-benar bersatu dalam pernikahan yang diakui oleh negara tempat Cedric berasal. John juga khawatir Cedric akan terluka jika dia terus mempertahankan ketertarikannya ini. Tapi di sisi lain, John juga tidak tega menghalangi Cedric dalam usahanya mendekatkan diri pada Flora. Karena untuk pertama kalinya, John akhirnya bisa melihat Cedric, mengambil sikap yang seperti manusia normal pada umumnya. Dan yang jelas terlihat dimata John adalah kenyataan bahwa Cedric terlihat bahagia, setiap kali laki-laki itu berada di dekat Flora. "Aku akan membuat perjanjian dengan si kerempeng itu." Ucap Cedric kemudian membuka pintu mobilnya dan keluar begitu saja. Laki-laki itu berjalan dengan santai, kemudian duduk tepat di sebelah Flora. Bastian sudah pergi beberapa menit lalu, menyisakan Flora sendirian di bangku pinggir jalan itu dengan beberapa makanan di hadapannya. "Sepertinya saya sudah mengatakan pada anda bahwa kita tidak perlu saling mengenal sebelum kita menikah." Ucap Flora dengan wajah malas. Wajah Liam terlihat keruh dan jengkel. Selama beberapa menit, laki-laki itu hanya diam sambil menatap Flora dengan tajam. Membuat gadis itu merasa tidak nyaman dan sedikit salah tingkah. Bagaimanapun, Cedric atau yang dia kenal sebagai Liam itu, pernah menjadi laki-laki yang sangat dia cintai. Karena itu di tatap dengan begitu intens oleh laki-laki itu membuat Flora berdebar hebat. "Apa? kenapa melihatku begitu?" Flora bertanya dengan sedikit terbata. "Ayo kita buat perjanjian sebelum pernikahan!" Ucap Cedric, akhirnya bersuara. "Perjanjian apa lagi sih? Aku nggak mau! Pokoknya kita tidak ada hubungan apapun selama kita belum menikah. Itu harga mati!" balas Flora malas. "Kamu harus datang ke Apartemenku besok! Aku akan membuat poin perjanjiannya malam ini dan kamu bisa tanda tangan besok." Ucap Cedric seenaknya. "Aku bilang aku nggak mau! telinga kamu nggak berfungsi atau gimana sih?" Flora berucap jengkel. Tapi wajah Cedric terlihat tidak peduli. "Pengawalku akan menjemputmu tepat setelah kamu pulang kuliah besok. Kalau kamu tidak datang, aku akan menyeret kamu ke Apartemenku dan mengurungmu di sana minimal satu minggu. Tentu akan banyak hal menyenangkan yang sedikit dewasa yang bisa kita lakukan kalau kamu menginap selama itu di Apartemenku. Karena itu, jika kamu tidak ingin aku culik, aku sekap kemudian aku perlakukan sesuka hatiku, besok kamu harus datang. Mengerti Flora?" Cedric berucap panjang tanpa sedikitpun memberikan Flora kesempatan untuk menyangkal. Setelah itu dia langsung berdiri dan hendak melangkah pergi. "Ya sialan! Aku bilang nggak mau! Apa kamu nggak bisa mengerti bahasa manusia? Memangnya kamu siapa huh? Ya! b******k! Aku bicara padamu!" Teriak Flora kesal, tapi Cedric tidak peduli dan hanya melambaikan tangannya saja tanpa menoleh. Senyuman tipis terbit di bibirnya. Karena membuat Flora kesal, seperti menjadi kebahagiaan tersendiri untuk laki-laki itu belakangan ini. "Ayo kita pulang!" perintah Cedric pada John setelah dia mengenakan sabuk pengamannya. "Baik yang Mulia." John bisa melihat dari kaca, sambil mengemudi. Bahwa wajah Cedric yang sebelumnya sangat keruh, sekarang sudah berubah menjadi berseri-seri, setelah berbicara dengan Flora, hanya beberapa menit saja. John ikut tersenyum, karena menurutnya, Cedric berhak merasakan emosi seperti sekarang sekalipun takdir besar sedang menunggunya. Sebab Jatuh cinta adalah hak semua orang tanpa memandang status sosial ata kedudukan. "Ada pesan dari yang mulia Arthur, Yang Mulia." Ucap John sesaat setelah keduanya meninggalkan mobil dan berjalan menuju lantai paling atas di salah satu gedung Apartemen paling mahal di kota itu. "Ada undangan makan malam di kerajaan Spanyol dari Tuan Putri kan? Aku malas datang." Balas Cedric terlihat tidak peduli. "Tapi anda harus datang kali ini Yang Mulia, karena undangan ini bisa anda manfaatkan untuk menjadi alasan agar anda bisa berbicara dengan Yang Mulia Putra Mahkota Miguel. Itu adalah pesan yang dikirimkan Ayah anda." Ujar John menjelaskan. Keduanya membicarakan masalah ini, tepat setelah mereka sampai di Apartemen Cedric. "Aku tidak mau pergi, titik! Aku malas bertemu dengan perempuan gatal itu." Desah Cedric kesal. "Anda tidak boleh berbicara seburuk itu pada anggota keluarga kerajaan lain yang Mulia, hal ini bisa menjadi pemicu peperangan." John sedikit menasehati. "Tapi kamu tahu kan John, gimana menyebalkannya Yolanda. Aku malas bertemu dengannya dan berakhir harus menemaninya melakukan hal sesuka hati dia." Protes Cedric kesal. "Bagaimana mungkin ada seorang putri yang tidak tahu malu seperti dia." Cedric bergumam sendiri, kemudian masuk ke kamarnya setelah sebelumnya menyambar handuk yang disiapkan pelayannya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN