BAB 4. Bertemu Calon Suami

1599 Kata
Setelah melakukan berbagai cara, Flora berhasil kuliah di kampus lain sekalipun masih di kota Jakarta. Don tidak mengijinkan Flora mengambil jurusan selain Management sehingga gadis itu menurut. Justin ikut masuk kampus yang sama dengan Flora. Tapi Mariana tetap mengambil kampus yang sama dengan Isha, karena itu mereka berpisah. Flora justru lega karena dia tidak perlu repot-repot menyingkirkan Mariana dari sisi Justin dan dirinya. Tapi yang mengejutkan, Bastian ikut mendaftar di kampus yang sama dengan Flora. Padahal gadis itu sudah berusaha maksimal menjauhi laki-laki yang di taksir adik angkatnya itu. "Unit kita untungnya sebelahan Flo, jadinya kalau gue nggak punya makan bisa minta sama lo." Ucap Justin sambil tersenyum lebar. Flora terkekeh geli. "Baru juga sehari sampai Jakarta, udah sok-sokan pakai Lo-Gue." Balas gadis itu mencibir. Gantian Justin yang terkekeh geli. Jika sebelumnya Flora berangkat sendiri ke Jakarta dan tiba-tiba di susul oleh kedua sahabatnya, di kehidupan kali ini Flora mengajak Justin secara langsung untuk tinggal di lingkungan yang sama. Yang untungnya di kabulkan oleh Don karena tempat tinggal yang Flora pilih kali ini lebih murah di banding tempat yang sebelumnya di rencanakan Don. Semuanya seperti biasa di urus oleh Ayah Justin yang luar biasa itu. "Aw," Flora menoleh ke arah samping sambil memegangi pundaknya yang di tabrak oleh seseorang. Dan tepat saat itu, jantungnya nyaris berhenti melihat seorang laki-laki tampan menatapnya dengan wajahnya yang arogan. "Maaf." Ucapnya dengan wajah yang tidak ramah dan sangat cuek. Laki-laki itu bahkan tidak menanyakan kondiri Flora setelah dia tabrak lumayan kencang. Dia melanjutkan larinya sambil membawa beberapa berkas di tangannya menuju sebuah Unit Apartemen yang letaknya tidak jauh dari tempat Justin dan Flora akan tinggal. "Lo nangis Flo? Sakit banget yah? Emang b******k tuh orang." Justin mengomel sambil menunjuk laki-laki yang tadi menabrak Flora dan saat ini sudah menghilang di balik pintu salah satu unit di lantai itu. "Nggak papa kok Jus, agak sakit dikit." Balas Flora sambil menghapus air mata di pipinya. Bisa Flora lihat bahwa wajah Justin saat ini terlihat sangat khawatir. "Nanti aku beliin obat memar yah Flo, kayaknya sakit banget yah?" Tanya Justin lagi dengan nada khawatir. Flora kemudian tersenyum tipis sambil mengambil kopernya yang tadi sempat jatuh karena tertabrak laki-laki tadi. Menghembuskan napas berat, berusaha menetralkan emosinya. Jantungnya masih bertalu-talu hebat karena wangi laki-laki itu masih sedikit tertinggal di hidungnya. "Kenapa Liam ada di Apartemen murahan seperti ini?" Pertanyaan itu cukup mengganggu kepala Flora. Tapi tentu saja hanya akan Flora simpan untuk dirinya sendiri. Justin sendiri masih mengomel karena menurutnya Flora kesakitan sampai menangis, tapi laki-laki itu bahkan terlihat tidak peduli. "Makasih banyak Jus, tapi aku udah nggak papa kok." Balas Flora berusaha menenangkan sahabatnya yang terus mengomel itu. "Hei b******k! Seharusnya kamu minta maaf!" Teriakkan jengkel Justin, membuat Flora yang sedang membuka pintu Unit Apartemennya langsung menoleh. Mata gadis itu langsung membulat, melihat Justin sedang mencengkeram kerah Liam. Jantung Flora seperti berhenti berdetak selama beberapa detik, saat mata Liam akhirnya bertemu dengan matanya. "Aku sudah meminta maaf tadi. Tidak dengar? atau telingamu bermasalah?" Liam menjawab dengan santai. Di bibirnya tersungging senyuman yang menyeramkan. Jenis senyuman yang baru pertama kali Flora lihat dari wajah suaminya di masa depan itu. "b******k!" Liam melanjutkan, juga dengan nada yang seperti mengajak bertengkar. Flora langsung setengah berlari menghampiri Justin dan menarik bajunya. "Udah Jus, aku nggak papa kok." Ucap Flora sambil terus berusaha menarik Justin agar melepaskan cengkeraman tangannya di kerah baju Liam. Karena Flora tahu persis bahwa Liam tidak mungkin sendirian. Dia sangat tahu bahwa Liam selalu kemanapun bersama Bodyguardnya. Selain karena alasan keamanan Justin, Flora sendiri tidak rela jika orang yang dia cintai sampai baku hantam dengan orang yang dia sayangi. Baik Justin maupun Liam, keduanya adalah orang yang ingin Flora lindungi. "Nggak papa? kamu sampai nangis kesakitan, kamu bilang nggak papa huh?" Tanya Justin murka. Wajahnya terlihat sangat marah. Flora sungguh sangat tersentuh dengan sikap Justin sekarang. Setelah melihat sendiri bahwa sahabatnya ini bahkan rela mati demi melindunginya, perlakukan Justin yang seperti sekarang jadi terlihat begitu tulus di mata Flora. Padahal selama menjadi sahabat Justin, Flora selalu berpikir Justin terkadang membelanya mati-matian demi terlihat keren saja. Flora sedikit merasa bersalah karena berpikir seburuk itu pada sahabat yang sangat baik itu. "Menangis?" suara Liam terdengar menyebalkan. membuat Flora yang sedang berusaha menarik tangan Justin yang masih mencengkeram kerah Liam. "Orang ini menangis hanya karena sedikit bersentuhan denganku?" Tanya Liam dengan nada yang benar-benar sangat menyebalkan di telinga Flora. Apalagi setelah itu Liam mendorong Justin sampai nyaris terjerembab ke belakang dan mendekati Flora sambil menampilkan senyuman menyebelkannya itu. "Apakah pundakku terlihat memiliki duri atau semacamnya? kenapa kamu menangis hanya karena sedikit bersentuhan dengan pundak lebarku ini? Apakah kamu menderita semacam halusinasi? Atau jangan-jangan kamu sedang mencari muka di depan pacarmu itu?" suara dan senyuman Liam terasa semakin menyebalkan. Flora sampai menganga tidak percaya menyaksikan sendiri bahwa suami yang dulu selalu terlihat baik di depannya itu bisa bersikap sedemikian menyebalkannya. "Anda bilang apa barusan?" Tanya Flora berusaha untuk memastikan. Justin sendiri terlihat semakin marah karena sikap Liam. Laki-laki itu benar-benar hampir memukul Liam tapi di tahan Flora ke belakang tubuh gadis itu. "Seorang gadis yang gemar membuat drama seperti dia sebaiknya segera kamu tinggalkan. Ini hanya sebuah saran dari seorang kakak yang sudah hidup lebih lama darimu." Alih-alih menjawab pertanyaan Flora, Liam justru berbicara menyebalkan pada Justin. Flora sampai tertawa tidak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini. "Si b******k satu ini minta di tendang." Gumamnya seorang diri. Mendengar kalimat kasar itu Liam langsung menoleh ke arah Flora yang saat ini sedang menatapnya dengan penuh kemarahan. Flora kemudian menunjukkan perban di pundaknya dengan kesal. Itu adalah bekas luka karena di lempar Iris menggunakan lampu saat dia sempat bertengkar dengan adik angkatnya itu. Tapi alasan Flora menangis sebenarnya bukan karena rasa sakit akibat tertabrak oleh Liam, alasan air matanya sampai keluar adalah karena dia merindukan laki-laki itu. Tapi apa yang dia dengar baru saja? Calon suami yang sebelumnya sangat dia puja karena di matanya dia tidak memiliki kekurangan itu, menghinanya dengan menyebalkan tepat di hadapannya dengan kejam dan tidak berperasaan. Hal ini menyadarkan Flora bahwa masih banyak hal yang tidak dia ketahui tentang Liam. "Bukan pundakmu yang berduri tapi hatimu, dasar iblis sialan." geram Flora kesal. Ekspresi Liam sendiri langsung berubah ketika dia melihat luka di balut perban di pundak Flora. "Ayo Justin kita masuk! tidak perlu menanggapi manusia sombong ini." Ucap Flora menarik Justin untuk menjauh sambil memberikan pelototan kemarahan ke arah Liam yang justru terlihat tersenyum lebar. "Si b******k sialan." Flora mengatakan itu tanpa suara sebelum masuk ke dalam Unitnya karena Liam terlihat masih berdiri di lorong sambil tertawa menatapnya. Tentu saja Flora lebih dulu memastikan Justin masuk ke dalam Unitnya agar tidak terjadi baku hantam lagi. "Bagaimana dia bisa menyebalkan seperti itu? Wahh, luar biasa sekali sandiwaranya di hadapanku selama menikah. Apakah dia bersikap manis seperti itu karena mengetahui aku adalah adik dari kak Damian? Wahh si muka dua itu! Aku sampai kehilangan kata-kata." Ucap Flora seorang diri sambil mondar-mandir di dekat kasur kecil miliknya. Mulutnya terus mengucapkan kalimat-kalimat kekesalan, berusaha membohongi dirinya sendiri bahwa debaran di jantungnya sedang menggila. Siapa yang menyangka bahwa langkah berbeda yang di ambil Flora, justru mempertemukan gadis itu lebih cepat dengan calon suami yang hendak dia ceraikan itu. Benar sekali, calon suami. Setelah menyelidiki hutang dan masalah orang tua angkatnya, Flora sangat yakin bahwa dia tidak mungkin bisa lari dari pernikahan kontrak dengan Liam agar hutang orang tuanya bisa lunas. Karena itu rencana Flora berubah. Sebelumnya dia berencana untuk melarikan diri dari pernikahan dengan Liam, tapi sekarang dia bertekad akan menceraikan suaminya dengan rencana yang sudah dia susun rapih selama beberapa bulan terakhir ini. "Bagus sekali! jika dia menyebalkan seperti ini, bukankah akan lebih mudah bagiku untuk menceraikannya kelak?" Flora berbicara pada dirinya sendiri lagi. "Tapi hal pertama yang harus aku lakukan adalah memundurkan pernikahan sejauh mungkin. Pokoknya tidak boleh ada pernikahan mendadak seperti di kehidupan sebelumnya! dan mengingat aku berencana untuk tidak bertemu dengan keluarga kandungku, itu artinya tidak ada alasan bagi Liam untuk menikah buru-buru denganku. Itu artinya aku memiliki sekitar empat tahun untuk mempersiapkan perceraianku kelak." Flora terus berbicara pada dirinya sendiri. Karena jika dia boleh jujur, pertemuannya dengan Liam yang lebih cepat ini, membuatnya sangat gelisah. Bukan hanya perasaan bahagia, ada rasa takut dan trauma yang membuat tubuhnya gemetaran sekarang. Masih teringat jelas di telinga Flora suara erangan Liam saat beberapa tembakan mengarah ke arahnya. Masih teringat dengan jelas di benak Flora betapa memilukannya senyum terakhir Liam yang gadis itu lihat. Semua perasaan yang bercampur aduk di dalam dirinya itu, membuat Flora gemetaran dan sangat gelisah. Sementara itu di balik pintu, Liam masih berdiri sambil memandang pintu kamar Flora yang sudah tertutup rapat. Laki-laki itu kemudian merogoh ponselnya dan mendial nomor seseorang. "Aku baru saja bertemu dengan calon istriku. Ternyata dia sangat galak John, dan aku menyukai gadis yang galak. Kamu sangat tahu itu kan? Karena itu, pastikan dia akan menikah denganku. Singkirkan empat kandidat lain." Ucap Liam sambil melenggang keluar dari Apartemen murah yang rencananya hanya ingin dia kunjungi karena salah satu pengawalnya tinggal di salah satu unitnya. "Dan satu lagi! Beli kamar 501, bagaimanapun caranya. Pokoknya kamar itu harus jadi milikku!" "Baik Boss!" Balas John membuat Liam tersenyum lebar. "Salahmu karena membuatku tertarik. Jangan salahkan aku jika hidupmu tidak akan mudah lagi mulai sekarang, kucing nakal!" Liam bergumam seorang diri, kemudian masuk ke dalam mobilnya sambil berdendang. "Apakah telah terjadi hal yang menyenangkan Boss?" tanya salah satu Bodyguard yang Liam minta menunggu di parkiran. "Aku baru saja bertemu kucing nakal yang nyaris menggigitku tadi. Karena itu aku jadi menginginkan kucing." Balas Liam disertai dengan senyuman penuh arti. Tidak memperdulikan wajah beberapa pengawalnya yang terlihat kebingungan itu. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN