BAB 5. Perubahan Liam yang Mengejutkan

1171 Kata
"Surprise!" teriakan Mariana tepat ketika Flora membuka pintu membuat gadis itu terlonjak kaget. "Kenapa kamu pakai Almamater yang sama kaya aku?" Tanya Flora sedikit terbata. Mariana terkekeh geli. "Aku nggak jadi kuliah di sebelah soalnya nggak ada kamu sama Justin. Nanti aku kesepian." jawab Mari sambil menghambur ke pelukan Flora. "Bukannya kamu udah daftar dan bayar yah setahuku? kok kamu bisa tiba-tiba pindah gini sih?" tanya Flora penasaran. Mari tersenyum lebar. "Iya aku minta pindah sama ayah aku." kekehnya terlihat bahagia. Flora kemudian memaksakan dirinya untuk tersenyum dan merangkul sahabatnya itu agar terlihat akrab seperti biasa. Sekalipun hal ini sangat berat untuknya yang sudah terlanjur memupuk Dendam di hatinya pada Mariana yang kelak akan mengkhianatinya itu. "Loh Mari, kok pakai..." "Iya Jus, aku akhirnya pindah ke kampus kalian aja soalnya aku kesepian di sana sendirian." Potong Mari dengan nada ceria seperti biasanya. Justin tersenyum lebar sampai matanya membentuk bulan sabit. Keduanya terlihat berbincang bahagia merayakan berkumpulnya kembali tiga sahabat itu. Tapi Flora justru menatap Justin dengan perasaan yang campur aduk. Karena hanya dia yang tahu, bahwa di masa depan, orang yang sekarang sedang menerbitkan senyuman Justin sangat lebar, adalah orang yang akan mencabut nyawanya. Semua pemikiran itu, membuat Flora tanpa sadar mengepalkan tangannya menahan rasa benci dan marah. Setelah berpikir panjang, Flora merasa bahwa menunjukkan perasaanya yang sebenarnya pada Mari sekarang tidak ada gunanya. Karena Flora perlu membuat Mari tidak terlalu waspada dengannya, agar diam-diam Flora bisa mencari informasi yang dia inginkan tentang Organisasi tempat Mari berada. Organisasi yang malam itu datang menyerang John dan pasukannya. Yang membantu Mari untuk membunuh Flora. Di detik terakhir hidupnya, selain senyuman jahat Mari yang terlihat jelas di mata Flora, ada satu petunjuk penting yang juga Flora lihat saat itu. Sebuah Tatto bergambar pedang yang terukir di tangan kiri, laki-laki yang mengeksekusi Flora dan mengatakan kalimat profokasi di detik terakhir hidup gadis itu. Flora sangat yakin bahwa laki-laki itu adalah Boss dari Mariana. Demi untuk mengetahui identitas laki-laki bertato itu, Flora akan menahan amarah dan dendamnya di depam Mariana, sekalipun itu bukan hal yang mudah. Flora tidak berpikir banyak tentang pengkhinatan Mariana. Tapi melihat gadis itu tiba-tiba saja ikut dengannya ke kampus yang tidak lebih baik dari kampus yang dia pilih sebelumnya, Flora menyadari bahwa Mari memang di kirim seseorang untuk mengawasinya. Tapi untuk sekarang, Flora akan berpura-pura bodoh sambil memeriksa keadaan. Suatu hari nanti, dia akan membalas Mari dengan balasan yang setimpal dengan apa yang bahkan belum dia lakukan sekarang, sebab masa depan yang dilihat Flora belum terjadi. Tapi mengingat gadis itu sepertinya memang di kirim seseorang untuk mengawasi Flora sejak awal, hal itu sudah cukup menjadi alasan bagi Flora untuk menciptakan penderitaan pada pengkhianat psikopat itu. "Btw kamu tinggal dimana Mar?" "Aku di Apartemen ini juga kok, tapi beda lantai. Soalnya kamar 501 yang sebelumnya kosong, tiba-tiba aja ada yang beli Cash. Aku nggak bisa berbuat apa-apa. Padahal itu sebelahan banget sama kamu Flo. Sayang banget aku kurang cepet." Jawab Mariana dengan wajah terlihat kecewa. "Nggak papa, masih satu gedung juga kan kita. Artinya kita masih berdekatan." Balas Flora dengan senyuman manis. Ketiganya kemudian segera berangkat ke kampus, karena hari ini adalah hari pertama masa Orientasi. Ketika acara selesai, Justin di jemput oleh Orang Tuanya untuk makan malam bersama karena besoknya mereka akan kembali ke Batam. Flora dan Mari di ajak ikut oleh Ayah Justin, tapi keduanya menolak. Mari juga pergi di jemput seseorang yang dia sebut tantenya, sementara Flora sendiri memutuskan untuk kembali ke Unitnya karena dia lumayan kelelahan dan tidak enak badan. Luka akibat lemparan lampu di pundaknya, cukup membuatnya kesulitan. Flora merasa sedikit demam sekarang. Dengan langkah yang gontai, gadis itu kembali ke Apartemennya. Tapi mengingat tidak ada apapun di kulkasnya, Flora memutuskan untuk mampir ke minimarket yang letaknya tepat di Lobby Apartemennya. "Porsi makanmu cukup mengerikan untuk ukuran seorang gadis yang rata." Ucapan itu seketika langsung membuat Flora menoleh sambil membulatkan matanya. Di hadapannya saat ini ada Liam yang terlihat sedang tersenyum mengejek ke arahnya. Flora menghembuskan napasnya kasar menahan kesal. "Bagaimana dia bisa bersikap semenyabalkan ini? Kemana perginya sosok laki-laki yang sangat aku kagumi dulu? Atau ini adalah dirinya yang asli? Apakah aku sebodoh itu sebelumnya?" Flora bergumam seorang diri setelah kembali membalik badannya dan fokus pada makanan yang hendak dia beli. Flora berusaha untuk tidak menanggapi ucapan Liam sekalipun dia sangat kesal. Energi sosialnya sudah lumayan habis kali ini, karenanya Flora malas berdebat. "Buat apa memakan sayuran sebanyak itu? memangnya kamu kambing? Pilih ini! badanmu tinggal tulang dan tidak menarik sama sekali sekarang." Ucap Cedric lagi sambil menaruh satu pack menu nasi daging ke dalam keranjang belanjaan Flora. "Saya tidak ada urusan dengan anda! nggak usah sok kenal!" Balas Flora galak. Liam tersenyum manis lalu mengambil beberapa sosis dan telur rebus di hadapannya dan memasukkannya lagi ke dalam keranjang belanjaan Flora. Sikap Liam yang kurang ajar seperti ini sungguh di luar ekspektasi Flora. Sebab Liam yang Flora kenal sebelumnya seperti tidak memiliki cela. Dia baik dan ramah pada semua orang, suka menolong, manis dan penyayang. Sebenarnya siapa laki-laki yang sekarang sedang menaruh banyak makanan di keranjangnya tanpa permisi itu? Flora sampai kehilangan kata-kata karena saking terkejutnya dengan sikap kurang ajar Liam yang terlihat seperti sudah mendarah daging itu. "Apakah telinga anda tidak berfungsi tuan?" tanya Flora heran sebab Liam terlihat tidak peduli dengan kekesalan Flora. "Madu ini juga lumayan bagus untuk menambah berat badan." Liam bergumam seorang diri sambil memasukkan sebotol besar madu ke dalam keranjang Flora. Membuat emosi gadis itu naik sampai ke ubun-ubun. Tapi belum sempat Flora mengamuk, laki-laki itu tiba-tiba mengambil keranjang belanjaan di tangan Flora yang sudah nyaris penuh itu dan membawanya ke kasir tanpa permisi. Dengan kekesalan yang memuncak, Flora terus mengawasi pergerakan Liam yang tidak tahu malu itu. Gadis itu sampai tidak bisa berkata-kata melihat sikap menyebalkan Liam yang sudah di batas manusia Normal menurutnya. Tapi detik berikutnya, Flora memilih untuk mengatur napasnya agar emosinya bisa diredam. Berjalan keluar dengan wajah kesal hendak kembali ke Apartemennya. Keinginannya untuk membeli makanan sudah sirna saat ini. Tapi baru saja keluar pintu beberapa langkah, Flora di cegat oleh beberapa orang. Dua diantara mereka, sangat Flora kenali. Mereka adalah Bodyguard Liam yang ikut terbunuh di malam kelam itu. Flora berdiri mematung dan sedikit terbawa perasaan. Tapi itu hanya berlangsung beberapa detik saja, karena di detik selanjutnya Liam datang dan meletakkan dengan paksa dua kantung besar belanjaan yang sudah dia bayar di tangan Flora. "Makan yang banyak dan tumbuhlah dengan baik. Tapi jangan hanya tubuhmu saja yang tumbuh, sesuatu di depanmu itu juga perlu di tumbuhkan." Bisik Liam dengan kurang ajarnya. Setelah itu laki-laki itu tersenyum lebar dan meninggalkan Flora sambil melambai. "Dasar b******k sialan!" Flora berteriak kesal ke arah laki-laki itu. Tapi Liam malah terkekeh geli sambil kembali melambaikan tangannya. Seolah dia sedang memberitahu Flora bahwa kali ini, laki-laki itu menang lagi dalam urusan membuat Flora kesal. "Bagaimana mungkin suamiku yang manis dan baik hati bisa berubah menjadi berandalan seperti itu? Apakah selama ini aku tidak sadar sudah di bodohi?" Flora bergumam seorang diri sambil menghentakkan kakinya kesal masuk ke dalam Lift menuju kamarnya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN