15-16

1884 Kata

Om Satria menangkup kepalaku, aku perlahan memejamkan mata karena malu bersitatap dengannya. Hening. Dadaku berdebar-debar. Aku terus memejamkan mata, merasai bibir Om Satria yang menyapu lembut bibirku. Lama-lama aku penasaran apa Om Satria tengah menatapku maka aku pun membuka mata, kami bersitatap dalam diam. Tatapan Om Satria yang redup seakan menembus jantungku. Canggung. Tapi kami saling membalas. Hingga usapan lembut di kepala membuatku akhirnya membuka mata, aku menjauhkan tubuh dan menunduk karena malu. Aku tersentak saat Om Satria mendongakkan daguku lalu menciumku, membuat jantungku berdetak-detak cepat. Duuh, bagaimana ini? Aku sungguh bingung mengakhirinya. Akhirnya setelah cukup lama, Om Sateia melepas ciuman, dengan tatapan terus tertuju ke wajahku. Aku meremas-remas ta

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN