Wajah Manggala masih merah padam. Seragamnya yang putih bersih, kini kotor dengan corak bergaris berwarna coklat tua. Untuk beberapa saat, kedua remaja ini menjadi pusat perhatian rekan-rekan sekelas mereka. Sadar akan tatapan tajam dengan bibir yang terus menertawakan. Manggala pun memutuskan untuk langsung mundur dan menjauh.
"Gala!" panggil Liora berusaha untuk membujuk.
Manggala menyipitkan matanya, menunjuk wajah Liora dengan nuansa dingin yang menakutkan. "Jauh-jauh dariku!" Cowok itu memberikan peringatan pertama untuk gadis berpipi chubby tersebut.
Mata Liora berpindah arah, dari wajah cowok kegemarannya ke kaki. Di dalam rasa cemas, ia terus menegakkan bahunya sebagai tanda tidak terluka sedikit pun atas kata-kata yang keluar dari bibir Manggala yang berwarna merah muda.
Namun tak dapat dipungkiri lagi, hatinya menaruh rasa takut yang besar kali ini. Tanpa sadar, Liora menyapu kedua tangannya yang mendadak lembab ke atas rok berwarna biru tua.
"Maaf!" pinta Liora untuk yang ketiga kalinya.
"Egh!" gumam Manggala sambil mengibas seragamnya dengan ujung jari. Lalu meninggalkan gadis itu seorang diri.
Setibanya di ruang kelas, Manggala langsung melanjutkan niatnya untuk belajar. Berbeda dengan Liora yang tidak perduli akan angka pada nilai ulangannya hari ini. Baginya, hal itu adalah harga umum dan tidak terlalu penting. Tapi sebenarnya, ia sudah banyak belajar di setiap harinya.
Demi ketenangan, Liora memutuskan untuk duduk di bangku paling pojok dan sangat jauh dari Manggala. Mengetahui langkah baik gadis konyol itu, Manggala merasa lega dan kembali berusaha untuk menenangkan hatinya.
"Pak guru sudah datang," kata salah satu murid sambil berlari ke dalam kelas dan duduk di sebelah kursi Manggala.
Saat ini, Liora juga langsung memasukkan kotak donat ke bawah kolong mejanya. Bibirnya yang celemotan, semakin membuat wajahnya tampak bodoh.
Di bagian barisan paling depan, Manggala tanpa sadar terpanggil untuk memperhatikan gadis yang telah membuatnya kesal itu. Ia pun pura-pura meminjam pulpen pada rekan sebelah bangkunya untuk mengintip.
Mata Manggala menembus ke arah sudut belakang. 'Ya ampun, kenapa aku harus sekelas dengan manusia seperti itu? Apa tidak ada gadis lain, Tuhan?' Keluh Manggala tanpa suara.
"Duduk di bangku kalian masing-masing dan kerjakan ulangan hari ini, dengan benar!" perintah pak guru yang telah menyebarkan soal ulangan pada kertas HVS ukuran a4.
"Baik, Pak," jawab semua siswa, sambil menatap guru killer yang siap memberikan ulangan harian.
Seisi kelas tampak tenang dan damai. Tak ada satu pun siswa yang berani untuk menoleh, serta berbuat curang. Sebab, sedikit gerakan saja, akan diberi hukuman. Dan saat ini, satu-satunya yang masih tampak santai hanyalah Liora.
Setelah 45 menit, Liora melangkah dengan tatapan yakin ke arah guru bidang studi matematika yang tengah mengawasi tanpa henti. Senyum gadis ini tetap ramah dengan mata yang berbinar-binar.
Guru menerima kertas ulangan, dan menatap murid andalannya. "Kamu yakin semua sudah dijawab dengan benar, Liora?"
Liora mengangkat tangan, lalu memberi penghormatan. "Siap. Yakin, Pak," katanya tegas dalam senyum ceria.
"Baiklah." Pak guru menyusun kertas pertama yang dikumpulkan kepadanya. "Anak itu, sangat unik," timpalnya bicara pada diri sendiri, sesaat setelah Liora melangkah pergi.
Setelah Liora keluar dari ruangan, kegelisahan terdengar jelas dari bibir para siswa lainnya. Mereka pikir, waktu akan segera berakhir. Namun pak guru mengatakan bahwa mereka masih punya kesempatan selama 30 menit ke depan.
'Ya ampun, cepat sekali dia. Bagaimana caranya?' Tanya Manggala sambil menatap tajam ke arah punggung gadis yang paling sering membuatnya naik pitam itu.
"Diam!" bentak pak guru demi menghentikan suara dari murid-muridnya.
Tiba-tiba keheningan yang tidak menyenangkan menyeruak seantero ruangan. Setidaknya, itu membuat Manggala tidak nyaman. Wajah cowok itu bersaput warna merah jelek, beberapa tingkat lebih gelap dari pada wortel yang terlalu matang.
Tak lama, Manggala membiarkan konsentrasinya kembali terpusat pada lembar ulangan. Sesaat tadi ia sempat berpikir bahwa orang pertama yang akan keluar dari ruangan ini adalah dirinya. Sementara Liora akan tertidur pulas hingga jam mata pelajaran berikutnya berakhir. Semua itu bisa saja terjadi karena gadis konyol tersebut kekenyangan. Sebab, donat dalam susunan rapat tadi, sudah tampak hanya tinggal beberapa saja.
Manggala memijat dahi. 'Dasar otak kerdil, aku keliru.' Ejeknya pada diri sendiri.
Setelah waktu mengerjakan ulangan habis, Manggala keluar dari kelas. Ia ingin mencari tempat bersembunyi, agar bisa menjauh dari si gadis donat. Rasanya, jika ada dia. Manggala kehilangan harapannya untuk tenang.
Di belakang perpustakaan, cowok keren ini duduk seorang diri, sambil menggambar sebuah pohon rambutan di dalam pot yang ukurannya tidak terlalu besar. Awalnya, semua terasa sempurna dan berjalan dengan lancar. Tetapi, irama cekikikan dari suara yang sangat ia kenali, mulai menghampiri dan mengacaukan konsentrasinya.
"Hahaha, makanya jangan mojok di balik kamar mandi. Kalian sangat t***l, jorok!" pekik Liora yang tak mampu menahan tawanya.
"Aaagh! Dasar gadis aneh," jawab siswa lainnya yang telah basah, mulai dari rambut hingga roknya.
Liora menumpu kedua tangan di pinggangnya. "Untung aku menyiram kalian dengan air, bukan kotoran," timpal gadis itu, seraya menunjuk ke arah rekannya yang hampir menyatukan bibir dengan pacarnya.
Manggala tersenyum simpul kali ini. Sebab, apa yang Liora lakukan itu sangat menggelitik. Ia pun tahu, gadis itu mengganggu bukan karena iri pada temannya yang sedang asik pacaran. Melainkan mencegah perbuatan tak senonoh terjadi di lingkungan sekolah. Kali ini, Manggala mendukung keusilan Liora.
"Sepertinya kamu sangat senang menjadi pengganggu. Cari pacar sana!" Mirna mendorong d**a Liora, hingga gadis gempal itu hampir terjungkal ke belakang.
"Dia kan gak laku, Mir. Mana mungkin punya pacar. Udah gendut, pendek, jelek lagi," cemooh cowok berwajah m***m yang merupakan siswa SMA dan posisi sekolahnya tepat berasa di belakang SMP unggulan tersebut.
"Eh, biar jelek aku gak pernah jual murah. Nah kamu, cantik sih. Tapi anu ... ." Liora menahan ucapannya yang hampir mengeluarkan kata-k********r.
"Eh, gendut!" Cowok berseragam putih abu-abu menarik kasar tangan Liora.
"Lepas! Atau aku laporin kalian berdua ke guru BK," ancam Liora sama sekali tidak terlihat gentar.
'Boleh juga thu, Donat.' Kata Manggala sambil terus memperhatikan tiga orang yang tengah ribut di sisi toilet siswa, cukup jauh dari tempat duduknya.
"Berani macem-macem, Gue habisin lu!" Tunjuk cowok tersebut sambil mendorong dahi Liora, cukup keras.
Melihat aksi main tangan antara cowok ke cewek, Manggala tidak tahan. Apalagi ketika anak SMA itu semakin maju dan menggenggam rahang Liora dengan cengkraman yang kasar.
Manggala pun memutuskan untuk mendekati Liora dan membantunya. "Heh, Banci!" panggilnya sambil menatap tajam. "Lepasin tangan, Lu!" Manggala memasang wajah serius.
"Jangan ikut campur, atau Lu bakalan menyesal!"
Manggala buang muka, mendorong cowok SMA dengan tangan kanannya dan menarik ujung lengan seragam Liora menggunakan tangan kiri. Gayanya memang seperti jijik pada gadis ini, tetapi tetap saja ia peduli.
"Nantang Gue, Lu," tukas laki-laki kurus tinggi sambil menarik kerah baju Manggala.
Tanpa menjawab, Manggala langsung menghantam keras kepala anak SMA tersebut hingga mimisan. Panik akan darah segar yang menetes bak rintik hujan, pemuda berseragam putih abu-abu itu menahan hidungnya dan berlari untuk meninggalkan Manggala.
"Mau ke mana kamu, Banci?" tanya Liora menirukan gaya Manggala, dalam teriakan kebahagiaan. "Yes!" Lalu gadis gempal itu menari dengan konyolnya.
"Ya ampun ... ." Manggala menepuk dahi, sambil menggeleng berat. "Tidak ada malunya."
"Makasih ya, Gala. Kamu memang yang terbaik," puji Liora sambil membuat simbol jari yang semakin memuji.
"Dasar, menyusahkan saja," kata Manggala dengan ekspresi dingin.
Bersambung.
Jangan lupa untuk meninggalkan komentar, tab love, dan follow aku ya, makasih.