Cowok es berkulit kuning tersebut kembali menjauh dari Liora yang masih menari dengan gaya yang khas. Penampilan memalukan ini sudah membuat Manggala kesal dan tidak tahan untuk tetap berada di sisi cewek yang ia juluki gadis donat tersebut.
Menyadari kepergian cowok favoritnya, Liora langsung menghentikan tarian dengan gerakan konyol, lalu mengejar. "Gala!" pekiknya dengan bibir yang terus tersenyum. "Makasih ya," ucapnya sekali lagi, sambil mengatur napas setelah berada di sisi kanan Manggala.
"Heh, buat apa?"
"Pertolonganmu tadi," timpal Liora sambil merapikan rambutnya yang sudah acak-acakan. "Eh, Gala! Apa kepalamu tidak sakit?"
"Biasa aja," jawab Manggala tampak malas untuk mengobrol.
"Ingin makan donat bersamaku, sepulang sekolah nanti? Aku yang traktir deh!"
Manggala menatap jauh ke depan. "Tidak," tukasnya terkesan cuek.
"Baiklah," kata Liora sambil mengimbangi langkah Manggala, tapi ia sengaja membuat masalah dengan melangkahkan kakinya tinggi-tinggi.
Manggala menghentikan langkah, berdiri tegak sambil menarik sisi kanan bibirnya. Tak lama, ia menatap tajam ke arah Liora. "Apa kamu tidak bisa berjalan seperti manusia normal?"
"Apa?" tanya gadis bulat itu, sambil memiringkan wajahnya. "Haaah, apa rahasia ketampananmu itu? Ayo katakan kepadaku!" goda Liora yang tidak peduli jika harus dimarahi.
"Makan makanan yang sehat, dan jauhi donat!" timpal Manggala terdengar jelas di telinga Liora.
"Waaah, kamu menjawab pertanyaanku?" Manik mata hitam pekat milik Liora berbinar-binar.
"Hentikan itu!" pinta Manggala yang dapat melihat sinar kecil, seperti cahaya dari jarak yang cukup jauh.
"Tidak mau!" Liora terus saja menentang.
Liora memang begitu mengagumi Manggala, tetapi ia bukan tipe perempuan yang bisa diatur dengan mudah. Baik itu pola pikir, maupun tingkahnya. Berbeda dengan gadis lain pada umumnya. Sebab, jika mereka sedang merasa suka, maka bersedia untuk melakukan apa saja.
"Dasar keras kepala," gerutu Manggala semakin kesal, tapi ia tidak mengusir gadis donat itu.
Setelah kembali berjalan bersama. "Gala!" Panggil Liora sambil tersipu malu.
"Hm?" gumamnya tipis karena malas.
"Mau tidak, menjadi cinta monyet untukku?" tanya Liora dengan pipi yang memerah. "Mau ya!"
"Apa?" Manggala kembali menghentikan langkahnya. "Membersihkan wajah saja masih belum becus, mau pacaran lagi. Ya ampun."
Liora mengeluarkan ponsel miliknya, lalu membuka kamera untuk bercermin. "Aku sangat rapi, kok," gumamnya tanpa mengedipkan mata.
"Hah." Manggala menghela napas panjang. Kali ini, ia terlihat benar-benar kesal.
Sedang mengeluarkan isi hatinya, seseorang mendekat dari jauh. Dia adalah gadis lain yang begitu menyukai Manggala. Bedanya, ia memiliki sifat yang feminim dan suka bercermin. Baginya, penampilan adalah hal yang utama. Meskipun, masih belia.
"Gala!" Susan memanggil sambil tersenyum, lalu mendekat dan memberikan sebungkus coklat. "Untukmu," katanya dengan senyum yang manis.
"Apa ini?" tanya Manggala yang tak suka jajan, menikmati makanan selain buah, sayur, ataupun menu sehat dan segar lainnya.
"Coklat ini sangat enak, aku membelinya karena berpikir kamu akan suka."
"Tidak, maaf! Aku tidak makan coklat," tolak atlit taekwondo yang sebenarnya tak ingin diganggu oleh gadis lainnya. Menurut Manggala, satu gadis saja sudah sangat merepotkan.
"Emmmh." Susan mengunci bibirnya karena kecewa. "Seharusnya, kamu mencoba coklatnya terlebih dahulu!" pintanya sambil memaksa.
"Apa ini penting untukmu?" tanya Manggala sambil menatap kaku.
"Hari ini aku ulang tahun, dan aku ingin kamu menerimanya." Susan memberikan alasan yang membuat Manggala bersedia menerima kudapan manis tersebut.
"Baiklah kalau begitu?" Manggala mengambil sekotak coklat yang dihiasi pita berbentuk hati, berwarna merah muda. "Aku akan mencobanya nanti!"
Susan tersenyum bahagia, wajahnya tampak ceria. "Emmmh, makasih ya."
"Tidak masalah."
"Oh iya, Gala. Apa siang ini bisa jalan denganku?"
"Soal itu ... ."
"Please!" mohonnya sambil menyatukan kedua tangan di depan d**a. "Aku ingin lebih dekat denganmu. Soalnya, tahun depan aku akan pindah dan melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMA) di luar kota. Emh, aku hanya punya beberapa bulan saja untuk bermain denganmu."
Manggala mengangkat kelopak matanya, melirik ke arah Liora yang kini terbungkam. "Baiklah, aku ikut."
"Ih, senang banget deh. Makasih ya, Gala," kata Susan, meloncat kegirangan, sambil tepuk tangan kecil dan tampak manis.
Manggala menatap Liora. "Kamu mau ikut, Donat?" tanyanya sambil menatap gadis yang suka mengganggunya itu.
'Kenapa dia menawariku? Apa dia ingin pamer, dan membuatku marah? Jahat!' Kata Liora di dalam hatinya.
Siswa siswi kelas sembilan ini tampak mulai saling melirik, satu dengan lainnya. Karena telah terbayang rasa sakitnya, Liora memilih untuk tidak melihat kemesraan antara Susan dan cowok idolanya.
"Tidak mau," jawab Liora sambil menahan kekesalannya. "Aku harus belajar dan les tambahan. Selamat bersenang-senang!" Lalu gadis itu meninggalkan Susan dan Manggala dengan mata yang hampir basah.
'Menyebalkan! Dia menolakku, tapi menerima cewek itu di hadapanku. Jahat.' Liora melangkah dengan wajah kecewa.
"Seharusnya, kamu juga mengajak Liora! Mana seru, kalau hanya berdua saja."
"Tapi ... aku memang ingin kita jalan berdua saja."
"Aku tidak suka itu," timpal Manggala yang mengisyaratkan bahwa dirinya tidak ingin lagi menikmati acara jalan-jalan bersama Susan. "Lain kali saja ya, Susan!" ujarnya sambil melangkah pergi.
Susan menahan tangan kanan Manggala dengan eratnya. "Gala, sebentar!" pintanya sambil terus menggenggam erat. "Kamu kenapa sih? Bukannya kamu nggak suka ya sama Liora? Bahkan kamu sering membentak dan memarahinya."
"Itu benar. Tapi, aku juga suka Liora yang tidak pernah mengabaikan teman dan menganggap mereka sebagai pengganggu," ucap Manggala yang memang suka bicara seadanya.
Setelah kalimat itu keluar dari bibir Manggala, remaja itu meninggalkan Susan begitu saja. Gadis itu pun tahu bahwa kencannya sore nanti, gagal total.
Di dalam kelas, Liora menumpahkan rasa marahnya pada beberapa donat yang masih tersisa. Tiba-tiba saja, gadis ini terbayang ibunya yang sudah lama tiada. Iya, sejak wanita terbaik di dalam hidupnya itu meninggal dunia, lima tahun yang lalu. Liora tinggal bersama ayahnya yang bekerja ekstra, demi memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Sejak saat itu, Liora dipaksa bekerja keras. Bukan hanya sekedar belajar, gadis itu juga harus mengerjakan semua pekerjaan rumah. Mulai dari membersihkan, hingga menghadapi apa pun selama ayahnya bekerja.
Donat merupakan satu-satunya cara Liora menghibur diri. Makanan ini adalah menu favorit ibunya dan hampir setiap hari, wanita itu membuatkannya untuk Liora.
Donat madu spesial yang tak pernah Liora jumpai di mana pun. Rasa rindu pun membawa gadis ini kepada setiap toko yang menjual aneka donat. Namun hingga detik ini, ia belum juga menemukan rasa yang sesuai dengan buatan tangan almarhumah ibunya.
'Bu ... .' Ratap Liora sambil menggigit donat dan menulis simbol hati yang di tengah-tengahnya, diisi dengan kata 'Kangen'.
Tanpa sengaja, bulir-bulir air mata Liora menetes. Hatinya benar-benar sakit dan tersayat. Mungkin ini bukan hanya tentang ibunya, tetapi juga Manggala.
Gadis ini sama sekali tidak pernah mengeluh tentang rasa rindu yang hebat ini kepada siapa pun, termasuk ayahnya. Selama ini, ia terlihat begitu tegar dan ceria. Namun di balik bibir yang melengkung manis, Liora tetaplah gadis belia yang haus akan kasih sayang.
Bersambung.
Jangan lupa untuk meninggalkan komentar, tab love, dan follow aku ya, makasih.