Tertangkap

818 Kata
Suara Meresahkan di Kamar Tamu Bab 8 : Hantunya Tertangkap Setengah jam kemudian, aku telah tiba di perkarangan rumah. Bersamaan dengan itu, terlihat Riko sedang mendorong motornya keluar dari garasi. Sedangkan di teras, ada Syilvina yang sedang menggendong Arshi. "Hey, mau ke mana? Udah mau malam mingguan siang-siang begini?" tanyaku kepada Riko yang sudah naik ke motornya. "Mau ngerjakan tugas, Bang, sekalian malam mingguan juga," jawabnya sambil tersenyum. "Ya sudah, hati-hati!" Kutepuk pundaknya. Aku melangkah menuju teras, Syilvina terlihat merengut sambil melirik ke arah Riko yang sudah berlalu dengan motor ninjanya. Arshi langsung turun dari gendongan mamanya dan menghambur kepadaku. Langsung kugendong dia, lalu merangkul pinggang Syilvina dan melangkah masuk. Setelah menikmati kue bersama anak-anak, aku pamit ke kamar, mau mandi dan ganti baju. Wuh, rasanya segar sekali. Sekarang saatnya tidur siang dulu. Hmm ... enaknya kalau tidur bareng Syilvina kali ya, jadi kangen. Aku keluar dari kamar dan mencari keberadaan Syilvina dan ternyata dia sedang mengeloni Arshi di kamar Arsha. Ah, ya sudah, sayang-sayangannya dipending nanti malam saja. Aku kembali ke kamar dan merebahkan diri di tempat tidur. Akan tetapi, setengah jam memejamkan mata, aku malah tak bisa tidur. Aku bangkit dari tempat tidur lalu ke kamar mandi untuk buang air. Mataku menyipit saat melihat benda kecil panjang terselit dibawah botol sampho. Kutarik pelan benda itu lalu melihatnya. Ternyata sebuah testpack dengan hasil dua garis. Apa ini milik Syilvina? Apa artinya dia sedang mengandung anak ke empat kami? Dia memang tidak pasang KB sebab tidak cocok tapi aku selalu pakai pengaman sebab kami belum program untuk punya anak lagi. Apa bisa bocor ya? Ah, kalau istriku memang benar hamil, berarti itu rezeki dari tuhan dan harus disyukuri. Aku segera keluar dari kamar mandi dan bersamaan dengan itu, Syilvina masuk ke kamar. "Sayang, kamu hamil?" tanyaku sambil menunjukkan benda kecil itu. Syilvina terlihat kaget. "Kok nggak bilang sih? Sore nanti kita periksa ke dokter ya." Aku tertawa senang sambil meraihnya ke dalam pelukan. Syilvina hanya diam. "Sayang, kok cuma diam?" Aku menatapnya. "Belum pasti juga sih, Bang, nanti deh kita ke dokter tapi jangan sore ini. Kapan-kapan saja," jawabnya sambil melepaskan diri dari pelukanku. Aku menautkan alis, mungkin Syilvina masih shock dengan kehamilan ini sebab tanpa direncanakan. "Aku ke dapur dulu, Bang, mau nyiapkan makan buat kamu." Syilvina memakasakan senyum lalu keluar dari kamar. Aku menghela napas lalu kembali berbaring di tempat tidur. Kukeluarkan ponsel dan baru teringat akan notifikasi tadi malam dari kamera CCTV yang kupasang kamar tamu. Ini saat yang tepat untuk melihatnya. Aku mulai memutar hasil rekaman dari malam pertama dulu, kemudian lanjut ke yang tadi malam. Dahiku berkerut, dengan napas yang mendadak memburu cepat. Kukepalkan tangan dengan geram saat menyaksikan adegan demi adegan itu. Darah ini semakin bergemuruh. Akhirnya hantu itu tertangkap kamera juga. Syilvina, Riko, kalian memang hantu! Umpatku kesal, dengan rahang yang mengeras dan mengepalkan tinju. d**a ini terasa begitu sakit dan tanpa terasa, air mata meleleh begitu saja. Hah, aku menangis! Aku tertawa dalam kepedihan. Mungkin tak ada sejarahnya seorang pria menangis dan ini hanya ada di dalam cerita sinetron udang terbang tapi aku nyata mengalami hal ini. Sekuat apa pun lelaki, tapi jika hatinya terlalu sakit, maka menetes juga air mata. Ini sungguh tak masuk akal, adik kandungku berselingkuh dengan istriku. Kukira kisah seperti ini hanya ada di dalam cerita novel dan film saja. Tega, mereka sungguh tega dan tidak punya otak! Apa yang harus kulakukan sekarang? Kuusap pipi lalu bangkit dari tempat tidur kemudian meraih jaket, dompet serta kunci mobil. Aku tak bisa berpikir jernih saat ini, aku harus menenangkan diri. Ini masalah besar, aku tak boleh salah dalam bertindak. Dengan menahan amarah, aku keluar dari kamar dan menuju garasi. "Bang, mau ke mana? Makanannya udah siap," teriak Syilvina dari arah dapur. Tak kuhiraukan teriaknya, aku terus melangkah menuju garasi lalu masuk ke mobil. "Bang, mau ke mana? Kenapa buru-buru?" Syilvina mengetuk kaca mobil. Tanpa memperdulikannya, kustarter mobil hitamku dan memacunya pergi. Aku mendadak jijik melihat wanita yang sudah lima belas tahun kunikahi itu. Apa kurangnya aku, Syil? Dari sejak kapan kamu berselingkuh dengan Riko? Semua pertanyaan yang tak terjawabkan ini membuat d**a semakin sesak. Mau ke mana aku? Apa yang harus kuperbuat sekarang? Kupegangi kepala yang otaknya mendadak menjadi buntu. Mungkinkah Syilvina juga sedang mengandung anak Riko? Apa yang harus kuperbuat dengan adik bungsuku itu? Haruskah dia kuusir dari rumah? Lalu bagaimana dengan ayah dan ibu? Apa mereka akan kuberitahu akan hal ini? Bisa-bisa ibu langsung kena serangan jantung. Ya Allah, begitu berat masalah ini, hamba tak bisa menemukan jalan keluarnya. Mobil terus melaju, aku tak tahu mau hendak ke mana. Tiba-tiba, mobilku sudah berhenti di pinggir laut. Aku segera turun dan menatap ke tengah sana, ombak yang selalu berkejar-kejaran tanpa lelah. Rasa asin yang selalu setia menemani ciri khas laut. Tak dapatkah Syilvina menjadi rasa manis yang selalu setia bersamaku hingga kakek nenek nanti? Mengapa dia malah menyuguhkan kepahitan ini. Kembali d**a ini terasa sesak. Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN