Tak ada yang bisa dilakukan Damian untuk menyelamatkan rumah tangganya. Walau dia telah berpikir cukup keras mencari jalan keluarnya. Dia tetap tak menemukan titik terang atas masalah yang dia hadapi. Dalam kebingungannya, nama Tomi tiba-tiba terlintas. Segera Damian melaju ke kantor dan menemui atasannya.
Kedatangan Damian yang memakai pakaian santai menjadi pusat perhatian teman-teman kantornya.
“Bro, bukannya lo sedang cuti?” tanya salah satu staf yang berpapasan dengan Damian.
“Iya, gua ada perlu dengan Pak Tomi.”
Beberapa staf menatap lelaki itu.
“Wah, sayangnya Pak Tomi juga nggak masuk kantor, Bro. Beliau udah serahkan semua pekerjaan pada sekertarisnya. Kalau lo mau ketemu, susul aja ke rumahnya.”
Damian tertegun sejenak. Dia tidak tahu banyak tentang siapa Tomi dan dimana alamatnya.
“Ya, dia malah bengong. Lo punya alamatnya nggak? Atau perlu gua kasih?”
Damian mengangguk cepat.
“Gua terimakasih banget sama lo, iya gua butuh alamat Pak Bos sekarang.”
Tanpa bertanya lagi, staf kantor itu segera menuliskan alamat rumah Tomi di sebuah kertas.
“Ini, oh iya. Jangan lama-lama cutinya, banyak banget kerjaan numpuk.”
Damian hanya tersenyum, karena pekerjaan yang di maksud rekannya bukanlah kapasitasnya lagi.
“Oke, gua cabut.”
Damian segera melucur ke tempat tujuan, pikirannya tak menentu. Dia terus berhitung apa saja yang bisa di jual hingga menghasilkan uang.
Damian tak pernah menyangka, jika ibu mertuanya akan meminta uang sebanyak itu. Tiba di rumah Tomi, Damian pun turun dari mobil dan mencocokan alamat dengan nomor rumah. Seorang security menatapnya dari jauh.
“Permisi, apa betul. Ini kediaman Pak Tomi.”
Security itu menatap Damian dari bawah hingga ke ujung rambut.
“Iya benar, Mas ini siapa ya, dan ada keperluan apa?”
Damian pun menjelaskan siapa dirinya dengan lugas.
“Saya karyawan yang bekerja di kantor pak Tomi, Pak. Nama saya Damian. Saya ada perlu dengan pak Tomi apa beliau ada di rumah?”
Pak security itu mundur sebentar dan berbicara lewat HT yang di pegangnya.
Damian merasa ragu, keinginan untuk bertemu Tomi tiba-tiba pupus.
“Nggak jadi, Pak,” ucapnya malu.
"Ya, untuk apa aku melibatkan dia dalam urusan rumah tanggaku," batinnya.
Damian akan segera pergi. Namun Tomi tiba-tiba keluar dari rumah dan segera menghampirinya.
“Dam, hey kau, ayo masuk.”
Damian berdiri kaku, dia menatap Tomi yang menyambutnya dengan ramah.
“Pak buka gerbangnya, dia temen saya, lain kali jika dia datang langsung bukakan pagar, ya,” ucap Tomi pada penjaga gerbang.
“Baik, Pak.”
Pintu di buka dan Damian masih terpaku di tempatnya.
“Ayo masuk, pasti ada sesuatu yang penting yang membawamu kemari. Ngomong-ngomong bukannya kalian sedang liburan, dimana Amanda?”
Tomi menatap Damian, wajah lelah dan raut wajah sendu itu membuatnya penasaran dengan kedatangan lelaki itu.
“Dam!”
“Dia di rumah orangtuanya,” ucap Damian pada akhirnya.
“Oh, iya sih. Dia memang anak Mama jadi harap maklum.” Tomi tersenyum dan merangkulnya.
“Bukan, Pak. Amanda di sana karena aku tidak bisa menebusnya.”
Wajah Tomi berubah serius.
“Apa maksudmu?”
Damian tertunduk malu, kini security dan penjaga di sana menatap Damian iba.
“Ayo masuk, Dam. Kita bicarakan semuanya di dalam.”
Istana Tomi begitu megah. Rumah yang dimiliki lelaki itu bahkan lebih mewah dari rumah kedua orangtua Amanda. Damian tidak menikmati pemandangan yang di sajikan, dia hanya fokus dengan masalahnya.
“Duduk, Dam. Ceritakan apa maksudmu dengan menebusnya?”
Damian duduk di sofa, lalu menceritakan masalahnya, di mulai tentang kedatangan Nyonya Soya yang tiba-tiba dan ingin memisahkannya dengan Amanda dan meminta uang sebanyak 3 M untuk syarat memiliki Amanda kembali.
Tomi terkejut bukan main, dia tak percaya jika identitas Damian telah terungkap secepat ini.
“Wah, bagaimana bisa tante Soya mengatakan itu. Amanda mencintaimu dan kau sudah mapan seharusnya itu cukup.”
Damian tertunduk lemas mendengarnya.
“Pak Tomi. Aku tidak tahu harus cari uang sebanyak itu kemana? Tabungan yang ku miliki, mobil berserta rumah jika aku jual, uangnya tidak mungkin cukup. Apa yang harus aku lakukan. Aku tidak mau melihat Amanda tersakiti seperti ini.”
Tomi menghela napas, dia pun tak dapat membantu Damian.
“Maaf, Dam. Aku tak bisa membantumu. Jika saja kekurangan uangmu hanya berkisar beberapa ratus juta, tentu aku akan memberikannya dengan percuma. Tapi, 3 Milyar, uang sebanyak itu.”
Keduanya sama-sama berpikir keras.
“Aku tahu, dan sebelum pergi uang itu di naikkan jumlahnya menjadi lima Milyar, jika aku tak dapat mengumpulkannya selama satu minggu ini maka perceraianku dengan Amanda sudah di depan mata.”
Tomi ikut emosi mendengarnya. Dia tak percaya jika Nyonya Soya bisa sekejam ini.
“Dam, aku rasa ini bukan hanya tentang uang. Tante Soya memang merencanakan untuk memisahkan kalian. Aku ada ide, itu pun jika kau cukup gila untuk melakukannya.”
Damian mendongak menatap lelaki itu.
“Bawa Manda kabur dari kota ini, tidak ada kesalahan jika kau melakukannya. Amanda adalah istrimu. Kau hanya berusaha mempertahankan rumah tanggamu.”
Damian menggeleng, dia tidak bisa melakukan itu.
“Tidak, Pak. Orangtuaku tidak akan setuju. Jika aku nekat, Mama mungkin akan memenjarakan ibu dan ayahku.”
Sungguh rumit masalah Damian hingga Tomi pun tak dapat membantunya.
“Lalu bagaimana rencanamu?”
Damian lagi-lagi menggeleng frustasi. Tomi menggapai ponselnya yang berada di atas meja. Lelaki itu mencoba menghubungi Amanda sahabatnya.
Suara dering terdengar nyaring. Amanda mengankat ponselnya di ujung sana.
“Hallo, lo baik-baik saja?” tanya Tomi dan memperhatikan Damian di hadapannya.
“Ya, kenapa?”
Tomi tersenyum kecut karena Manda tidak terbuka atas masalahnya.
“Benarkah? Apa kau yakin? Damian ada di sini.”
Damian menatap Tomi penasaran. Bosnya itu langsung mengaktifkan tombol speker agar Damian juga bisa mendengarnya.
“Tomi, gue nggak tahu jika nyokab punya hutang yang banyak. Gue nggak mau Damian mengambil beban itu untuk membayarnya tapi resiko yang harus gue hadapi. Gue harus merelakan dia.” Tangis pilu terdengar di seberang sana.
Damian akan bicara, tetapi Tomi menghentikannya.
“Gua saranin agar Damian membawa lo kabur, ini hidup kalian. Lo dan dia berhak bahagia. Hutang-hutang nyokab lo biar di tanggung sama nyokab lo sendiri. Lo juga nggak bisa apa-apa kan.”
Suara tangis Amanda membuat Damian terluka.
“Gue takut mama akan mencelakai Damian dan keluarganya, Tom. Ini salah gue karena begitu mencintai Damian. Gue membawa dia dalam titik kehancuran.”
Tomi merasa ikut bersalah karena mengambil andil membohongi nyonya Soya.
“Manda tidak ada yang salah dengan cinta, lo nggak perlu menyesal, Setidaknya kalian pernah bersama, kalian bahagia walau itu hanya sesaat.”
“Tapi, sekarang gue menghancurkan hidupnya, Tom. Mama sama Papa merencanakan perjodohan dengan lelaki asing yang gue pun nggak tahu dia siapa. Gue rasanya ingin mati saja, gue nggak mau pisah dengan Damian.”
Wajah Tomi dan Damian terkejut mendengarnya.
“Di jodohkan? Lo serius!”
Hanya suara tangis yang terdengar nyaring, Amanda sangat terluka dan Damian semakin frustasi.
“Gua akan kesana, gua akan bantu untuk bicara dengan nyokab lo. Tunggu gua!” ucap Tomi mengakhiri panggilan itu.
Damian menitikan air mata, kini dia memahami kenapa jumlah uang yang di pinta mertuanya sangat tidak masuk di akal.
“Kau mau ikut?” Tomi menatap Damian. Lelaki itu tampak berkaca-kaca.
“Mereka telah melemparku keluar.”
“Denger Damian, dalam situasi seperti ini. Kau harus kuat agar bisa menghibur Amanda. Ayo kesana, aku akan menemui keluarganya dan kau cari jalan untuk bertemu dengan Amanda.”
Damian tak percaya jika Tomi mau melakukan semua itu.
“Kenapa? Kau tidak percaya padaku?”
“Bukan, aku hanya meragukan diriku sendri.”