Tiba di rumah, Amanda langsung di seret masuk ke dalam. Rama yang sedang membaca Koran terkejut melihat putrinya menangis tanpa kehadiran Damian.
“Manda, ada apa,Nak?”
“Papa.” Amanda berlari memeluk Papanya.
Nyonya Soya melempar tasnya di sofa lalu menyilangkan tangan di d**a.
“Aku menjemputnya, aku memisahkannya dengan lelaki penipu itu.”
Rama tak percaya ini, istrinya bertindak tanpa meminta izin darinya.
“Ma, kamu apa-apaan. Kamu tidak berhak memisahkan mereka, Amanda sudah menjadi tanggung jawab Damian.”
“Siapa bilang! Aku adalah ibunya, aku yang telah membesarkan dan menyekolahkan dia hingga menjadi orang besar. Papa pikir tujuan hidup mama adalah melihat putrid kesayangan kita mengabdi dengan keluarga miskin itu.”
Manda melerai pelukannya, dia menoleh pada wanita yang di hormatinya itu. Perlahan Amanda berlutut di lantai, hal yang tidak pernah dia lakukan selama menjadi putri dari kedua orangtuanya.
“Ma, aku sangat mencintai Damian. Dia pun begitu mencintai Amanda, Ma. Mama lihat bagaimana perjuangannya untuk menikahi Amanda. Dia bisa menabung, beli rumah, mobil dan membahagiakan Amanda dengan caranya sendiri.”
“Manda, andai mama tahu dia hanya lelaki kere dari keluarga sederhana tentu mama akan tetap memilih Seno anak temen mama.”
Manda terus memohon dan menagis di kaki ibunya.
“Tolong, Ma. Jangan pisahkan Manda dengan Damian,”
Rama membantu Manda berdiri tapi putrinya itu menolak.
“Pa, lebih baik Manda mati aja kalau kalian tetap maksa memisahkan kami. Manda mencintai suami Manda, Pa.
Tidak tahan mendengar tangaisan putrinya, Soya pun mengajukan syarat.
“Baiklah, asal Damian bisa melunasi hutang-hutang mama maka kalian bisa bersama.”
Manda segera bangkit dan memeluk mamanya erat.
“Terimakasih, Ma. Berapa hutang yang mama punya, Manda akan segera menelpon Damian untuk mengusahakan uangnya.”
Nyonya Soya tersenyum kecut.
“Sekitar 3 M.”
Amanda berhenti mencari nomor ponsel suaminya.
“Tiga M, milyar, Ma?”
“Iya, itu baru hutangnya belum bunganya.”
Manda terkejut mendengar itu.
“Mama hutang begitu banyak, uangnya di pakai untuk apa, Ma?”
Tatapan aneh dari putrinya membuat Soya tersinggung.
“Kenapa? Apa itu terlalu mahal untuk memilikimu.”
“Ma, Manda bukan barang, Manda ini manusia anak Mama. Jika hutang Mama hanya berkisar ratusan juta mungkin kami bisa bantu, kami bisa jual mobil dan rumah sekalian. Tapi ini hutang Mama. Uangnya dipakai untuk apa?”
“Bukan urusan kamu!” Nyonya Soya menatap geram.
“Di luar sana, banyak lelaki yang siap membayar lebih demi menikah denganmu. Jika Damian tidak mampu melunasinya makan pernikahan kalian akan berakhir cukup sampai di sini. Titik.”
Soya melangkah pergi ke kamarnya. Amanda menangis dalam ketidak berdayaan, uang sebanyak itu mau ambil dari mana.
“Pa, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa mama sampai punya hutang sebanyak itu?”
Rama memeluk putrinya, dia pun merasa sangat bersalah karena kegagalannya di dunia bisnis. Soya terus melampiaskan kekesalannya di meja judi.
“Maafkan papa karena tidak dapat melindungimu, papa juga kaget saat mama membayar hutang arisan sebesar tujuh ratus juta. Pergaulan mamamu di luar kendali papa,”
“Manda nggak mau pisah sama Damian, Pa. Ini tentang hutang mama, tapi kenapa imbasnya lari pada hubungan kami?”
Rama memilih diam, dia pun tak menemukan jalan keluar yang lain.
**
Damian tak dapat tidur, semalaman dia mencoba menghubungi Amanda tetapi usahanya sia-sia. Amanda mematikan ponselnya.
Wanita itu tak bisa membebankan semua masalah keluarganya pada Damian.
“Dam, apa kau sudah bangun, Nak?”
Bu Restanti menunggui di depan pintu kamar.
“Iya, Bu.”
Wajah murung Damian membuat hati ibunya sedih.
“Maaf, sebagai orangtua kami gagal menjadi layak untukmu.”
Damian menggeleng mendengarnya.
“Ibu ngomong apa, Bu? Ibu dan Ayah adalah kehidupan yang di hadiahkan Tuhan untukku. Ini semua bukan kesalahan kalian, ini semua salahku yang tidak bekerja lebih giat lagi.”
Bu Restanti menangis, teringat kata-kata besannya yang begitu menyakitkan.
“Pergilah, minta baik-baik pada mertuamu. Ibu yakin mereka akan luluh jika kau berada di sana menunggu putrid mereka, Amanda sangat mencintaimu, Dam. Ibu bisa melihatnya.”
Pak Grandi berdiri tak jauh dari tempat mereka.
“Ya, ibumu benar. Pergi dan temui mertuamu. Ingat, jangan pernah terpancing emosi. Minta dengan baik putri mereka.”
Damian mengangguk, dia pun kembali ke kamar untuk bersiap. Sekali lagi dia mencoba menghubungi Amanda, tapi hasilnya sama saja.
30 menit kemudian, Damian tiba di tempat tujuan. Security yang bekerja memberinya jalan dan tidak menahannya.
“Selamat pagi, Den.”
“Pagi, Pak.” Damian membalas sapaan lelaki itu dengan ramah.
Awal yang baik menurut Damian, dia segera turun dan mendapati mobil mertuanya tidak ada halaman.
“Pak, Mama sama Papa di mana?” tanya Damian.
“Baru aja keluar, Den. Sepertinya buru-buru.”
“Oke, terimakasih.”
Damian segera masuk, berharap Amanda masih ada di dalam rumah.
Lelaki itu langsung masuk dan mendapati bibi yang sedang bersih-bersih.
“Amandanya ada, Bi?” tanya Damian membuat art itu terrkejut.
“Den, Damian. Iya Den, non Amanda ada di atas.”
Damian merasa lega mendengarnya, segera dia berlari menuju ke kamar istrinya. Amanda sedang duduk di tepi ranjang dengan tatapan kosong mengarah ke jendela.
“Sayang,” Damian mendekati dan Amanda terkejut melihatnya.
“Dam, bagaimana caranya kamu bisa masuk?”
Damian memeluknya erat.
“Mama dan Papa sedang keluar, aku sangat mengkhawatirkan kamu makanya aku ke sini.”
Amanda sekali lagi menangis dalam pelukan lelakinya itu.
“Kamu nggak boleh di sini, Dam. Kamu harus pergi sebelum mama dan papa datang.”
“Nggak akan, aku nggak akan pergi sebelum berhasil mendapatkan kamu.”
Amanda tertegun. Dia menangis sejadi-jadinya.
“Aku mohon pergilah, jangan buat semua ini semakin rumit,” ucapan Amanda membuat Damian terpaku.
“Apa maksudmu? Mama ingin memisahkan kita dan aku tidak menginginkan itu, aku akamn tetap di sini walau orangtua kamu mengusir aku. Kita sudah menikah, aku tidak akan menyerah begitu saja.”
Suara mobil terdengar berhenti di halaman, Manda mengenal betul siapa pemiliknya.
“Dam, mereka pulang. Kita harus apa?” Amanda panik dan begitu ketakutan.
“Kita hadapi bersama. Ini pernikahan kita, hubungan kita.”
Nyonya Soya memasuki rumah, wanita itu pulang lebih cepat setelah mendapatkan telepon dari asisten rumah tangganya.
“Minta mereka turun, sekarang,” ucap Nyonya Soya.
Bibi yang berdiri tak jauh dari tempatnya segera naik ke lantai dua. Wajah nyonya Soya begitu kesal. Dia yakin menantunya itu tak memiliki uang sebanyak yang dia pinta.
“Wow, bagus sekali. Jadi apa kau sudah membawa uangnya?”
Damian terpaku sepertri orang linglung. Dia menatap ke kiri dan ke kanan, mencari siapa lawan bicara wanita di hadapannya.
“Aku bicara padamu, Damian. Apa Amanda tidak menyampaikan syarat yang ku pinta untuk menggagalkan perpisahan kalian?”
Damian lagi- lagi menatap bingung.
“Ma, aku mohon. Jangan lakukan ini,” ucap Amanda.
Dia berusaha melindungi suaminya.
“Kenapa? Bukannya semalam kamu sangat yakin untuk tidak berpisah.”
Nyonya Soya menatap angkuh. Tidak peduli bagaimana rapuhnya Amanda saat ini, dia tetap pada rencananya semula.
“Aku tidak tahu apapun, Ma. Katakan apa yang harus saya lakukan?” ucap Damian.
Nyonya Soya tersenyum licik.
“Aku meminta uang sebesar 3 Milyar pada Amanda, tapi karena dia tidak menyampaikannya padamu maka nominal uang itu berubah menjadi 5 Milyar.”
Amanda dan Damian lemas seketika.
“Ma, apa kau mencoba mempermainkan kami? Tiga Milyar itu bukan uang yang sedikit, apalagi jika Mama menambah nominalnya.”
“Mama tidak peduli, jika Damian tidak sanggup maka lepaskan saja pernikahan kalian. Ini akibatnya jika kalian berani menipu Mama.”
“Ma,” Amanda kembali berlutut di hadapan sang ibu.
Damian tak berdaya mendengar nominal yang meluncur bebas dari mulut ibu mertuanya.
“Ma, kasihani Manda, Ma. Aku janji nggak akan meminta sedikitpun uang Mama. Aku nggak perlu warisan dari Mama asal aku bersama Damian, Ma.”
Bibi dan semua pekerja di rumah itu menatap iba pada Amanda. Tuan putrid dalam istana yang megah kini berlutut merendahkan dirinya demi cinta.
“Kalian pikir, cinta saja cukup untuk bertahan dalam pernikahan. Tidak! Damian, salahku karena mempercayai penampilanmu. Mulai hari ini, Amanda bukan lagi istrimu.”
Damian menggeleng dan berlutut di lantai. Kini airmata lelaki itu ikut luruh dalam wajah tegasnya.
“Beri aku waktu, Ma. Uang sebanyak itu tak bisa ku kumpulkan dalam waktu singkat.”
“Ya, aku tahu. Maka dari itu, tak ada kesempatan untukmu. Pergilah sebelum aku benar-benar membawa masalah ini ke polisi.”
Damian mengeluarkan kunci mobil. Juga kunci rumah yang baru saja di milikinya.
“Ma, tolong aku sangat mencintai Amanda. Hanya ini harta yang aku miliki sekarang. Aku janji akan mencari lebih giat lagi.”
Blassh!
Nyonya Soya melemparkan kunci-kunci itu. Tidak peduli dengan perasaan Damian.
“Pergi kamu, sebelum saya kehilangan kesabaran.”
Damian terpejam merasakan perih yang teramat dihatinya.
“Bi! Panggil Mamang di depan, usir dia dan jangan biarkan dia menginjakkan kaki di rumah ini lagi.”
Damian bangkit setelah mendengarnya.
“Tidak perlu aku akan pergi sendiri.”
Damian