Libur telah usai dan rutinitas berjalan seperti biasanya. Damian kembali ke kantor tak sabar untuk mendengar berita baik.
Anita-sekertaris Tomi mengabarinya perihal email yang masuk dari beberapa perusahaan yang ingin memakai jasanya. Seolah mendapatkan angin segar, semangat Damian jadi terpecut.
Tiba di kantor lebih awal, Anita pun demikian. Keduanya tersenyum karena mereka datang terlalu pagi hingga kantor belum buka.
"Selamat tahun baru, Pak," ucap Anita sopan saat Damian berdiri dihadapannya.
"Selamat tahun baru, apa kau sudah mengabari Pak Tomi soal ...."
"Sudah, beliau juga menuju ke sini, pertemuan dengan Pak Wijaya kemarin juga membawa berita baik. Kata Pak Tomi, beliau tidak akan menyerah seperti yang lainnya dan akan tetap bersama kita hingga perusahaan bangkit kembali."
Damian takjub mendengarnya.
"Syukurlah kalau begitu."
Karena security belum datang, baik Anita maupun Damian memilih duduk di depan kantor. Sambil mempelajari latar belakang perusahaan-perusahaan yang akan bekerja sama dengannya.
Damian dan Anita tampak sibuk dan kadang tertawa.
Karena lokasi-lokasi yang harus mereka jual adalah tempat yang tidak strategis.
"Aku rasa akan sulit, Pak," ucap Anita dan menyerahkan berkas itu pada Damian. Profil dokumen yang membuat kepala wanita itu berdenyut.
"Lebih baik sulit daripada tidak ada sama sekali. Jangan mengeluhkan ini di depan Pak Tomi kau mengerti," ucap Damian tegas.
Anita mengangguk paham, tanpa mereka sadari Amanda menatap mereka dari tadi. Kedekatan keduanya sangat menggangu Amanda.
Pegawai kantor datang satu per satu, security bahkan Tomi hadir lebih awal seperti biasanya.
"Selamat tahun baru, Manda." Lelaki itu memeluknya erat tanpa sungkan. Damian yang mendengar suara Tomi menoleh menatap Amanda yang memandangnya dengan perasaan entah.
Sontak saja Damian berdiri dan menyerahkan kembali berkas-berkasnya pada Anita.
"Selamat tahun baru, Pak," sapa semua karyawan bergantian.
Tomi membalas ucapan mereka dengan ramah.
"Selamat tahun baru juga, bagaimana dengan liburannya?"
"Seru, Pak. Sangat mengasyikkan."
Damian menghampiri Amanda, tapi tak s sekalipun wanita itu menoleh padanya atau hanya sekedar menyapa.
"Apa kau datang sama Papa?" ucap Damian berbasa-basi.
Amanda hanya mengangguk ringan lalu melewatinya saat pintu kantor sudah terbuka. Sikap wanita itu berubah dan tampak kesal.
"Ada apa dengannya?" tanya Tomi.
Damian mengedikkan bahu.
"Aku tidak tahu,"
Semua orang masuk ke kantor satu per satu. Mereka langsung menuju ke tempatnya masing-masing.
Tomi memberi isyarat pada Damian agar menyusul ke ruangannya.
"Baik, Pak. Saya akan segera kesana."
Tidak jadi masuk ke ruangannya, Damian langsung menuju ke tempat Tomi. Di ketuknya pintu beberapa kali lalu membuka pintu.
“Masuklah, Dam.”
Anita tampak sibuk mengankat telepon di mejanya.
“Kita mendapatkan klien baru, akhirnya,” Tomi sangat senang dan merangkul Damian. Wajah mereka tampak berseri-seri.
“Beberapa dari perusahaan itu adalah perusahaan maju. Kita akan mendapatkan kembali kejayaan kita, Dam.”
Damian ikut senang melihat semangat Tomi berkobar.
“Baik, kami akan menghubungi kembali setelah menyiapkan kontrak kerja samanya. Terimakasih.”
Plep. Telepon di tutup dan Anita tampak bahagia.
“Yess, ada beberapa yang meminta untuk di siapkan kontraknya hari ini juga. Syukurlah semuanya telah kembali normal.”
“Bagus Anita, kalau begitu tolong atur semuanya dan clearkan semua permintaan hari ini juga. Kau tahu, lawan kita mungkin saja akan menikung nanti,” ucap Tomi mengingatkan.
“Tentu, Pak. Akan segera saya laksanakan.”
**
Amanda duduk termenung di mejanya saat Damian kembali dengan wajah berseri, tak ada pekerjaan yang bisa dilakukan membuat fokus Amanda hanya tertuju pada lelaki itu.
“Hey, maaf aku jadi terlambat menyerahkan titipan ibu,” satu tas berisi makanan di letakkan di atas meja.
“Ini ada bubur, seperti biasa. Dan, s**u soya untukmu.”
Amanda menggapainya dengan malas, dia menikmati makanannya dengan cemberut.
“Em, apa ada yang salah? Kenapa kau hanya diam saja?”
Amanda menggeleng, rasa tak nyaman melihat Damian begitu dekat dengan Anita begitu mengganggunya. Amanda mencoba buburnya perlahan, rasa yang selalu pas buatan Bu Restanti selalu membuatnya ketagihan.
“Soal tempo hari, apa kau dan papa tidak ketahuan?”
Amanda hanya menggeleng sebagai jawaban. Perubahan sikap yang dia tunjukkan membuat Damian menatapnya lekat.
"Semuanya baik-baik saja, kan?" tanyanya lagi.
Amanda selesai dengan makanannya, tidak seperti biasanya. Kali ini dia tak dapat menghabiskan bekal itu.
"Saya menunggu tugas dari Bapak."
Kalimat formal yang dilontarkan Amanda membuat Damian tertegun. Pandangan mereka saling bertautan hingga Amanda merasa jengah dan membuang wajah.
"Sebenarnya, kita akan menemui beberapa klien baru hari ini. Mungkin kita akan sibuk, tapi itu nanti."
"Oh, baiklah." Amanda semakin menjadi dengan sikap cueknya.
Damian kembali ke mejanya, sesekali dia melirik Amanda dari tempatnya berada. Jarak kembali terbentang, dan Damian bingung karena apa?
Mereka jadi sungkan satu sama lain. Keheningan di ruangan itu pecah saat telepon Damian berdering. Lelaki itu segera mengangkatnya di ikuti tatapan yang entah dari Amanda.
"Hallo," jawabnya santai.
Raut wajah Damian yang tadinya tenang kini menegang.
"Jangan bercanda kamu, Nit!" serunya.
Amanda semakin penasaran dengan apa yang mereka bicarakan.
"Baiklah, aku akan kesana."
Telepon terputus dan Amanda menatapnya penuh.
"Aku harus keluar sekarang," ucap lelaki itu bangkit dari kursinya.
"Kau mau kemana? Bukankah ini jam kantor?"
"Aku sedang bekerja, semua ini bagian dari pekerjaan," jelasnya.
"Kalau begitu aku ikut, aku adalah sekertarismu. Aku berhak mengetahui kegiatanmu," kecemburuan jelas terlihat di matanya.
Damian termangu sesaat, dia dan Tomi telah sepakat untuk menyembunyikan semuanya dari wanita itu.
"Jika kau ikut denganku, lalu bagaimana jika ada yang menelepon. Siapa yang akan mengangkatnya?"
Amanda tak dapat membantah hal itu, tugas utamanya memang menghandle pekerjaan saat Damian tak ada di tempatnya.
"Aku pergi dulu, aku akan kembali saat makan siang." Tak ingin Amanda berpikiran yang tidak-tidak. Damian oun mencium kening wanita itu sebelum pergi. Sontak saja Amanda terkejut karenanya.
Lelaki itu berlalu begitu saja.
**
Tomi dan Anita berada di Cafe tak jauh dari kantor, Damian hanya tinggal menyebrang dan sampai ke tempat tujuan. Ucapan Anita membuat Damian kembali bergidik.
"Pak, cepatlah datang. Kami berada di Cafe di depan kantor. Klien yang sudah memutuskan bekerja sama, tiba-tiba mundur dan membatalkan semuanya."
Sudag terbayang wajah kecewa Tomi di pelupuk mata, Damian melangkah masuk dan segera menemui mereka di lantai dua.
Anita yang melihatnya dari jauh, memberi kode dan Damian langsung melihatnya.
"Bagaimana bisa?" tanyanya cemas.
Tomi dan Anita menggeleng.
"Ada yang terang-terangan mengatakan jika mereka di ancam oleh pihak lawan kita. Ini semua sudah berakhir, Dam."
"Tidak, kita tidak boleh menyerah."
Tomi lemas dengan wajah pucat.
"Daniel Argantara pewaris Angkasa Grup berhasil meluluh lantakkan semuanya."