Kinerja perusahaan Tomi semakin menurun, tak ada lagi klien yang ingin bekerja sama dengannya. Pengaruh Daniel begitu kuat hingga dengan sekejap para pengusaha berpihak dan menjauhinya.
Tomi memutar otak, mencari cara agar bisa bertahan. Namun, hasilnya nihil. Dia tak menemukan jalan keluar. Anita menatapnya cemas, apalagi saat Tomi terpejam di kursinya cukup lama.
“Pak, apa kau baik-baik saja?”
Wanita itu mendekat dan melambai di depan wajah Tomi.
“Aku bingung, Nit. Beri aku solusi atau kau akan di rumahkan mulai besok.”
“Pak, saya pun tidak tahu harus bagaimana. Hanya Pak Wijaya yang bertahan menggunakan jasa kita.”
Tomi membuka mata.
“Pak Wijaya katamu?”
“Iya, Pak. Pak Wijaya masih bertahan dengan beberapa proyek besar. Kita hanya mengandalkannya. Jika Pak Wijaya juga hengkang maka berakhir sudah.”
Di tengah perbincangan mereka, suara pintu di ketuk terdengar nyaring dari luar.
“Masuk,” ucap Tomi.
Pintu terbuka dan Damian muncul dari sana. Anita tentu saja lega, akhirnya lelaki itu tiba.
“Selamat siang, maaf aku sedikit lama. Kami terhalang hujan di jalan.”
“It’s oke, bagaimana dengan pemeriksaannya?” tanya Tomi.
“Semuanya baik, perkembangannya normal. Dan, dokter mengatakan jika kami akan memiliki seorang putri.”
Tomi dan Anita terpukau, berita itu merupakan kabar membahagiakan yang mereka dengar seharian ini.
“Wow, selamat Dam,” Tomi bangkit dan memberinya pelukan.
“Terimakasih.”
“Amanda pasti sangat senang, kau tahu. Dia memang memimpikan seorang anak perempuan yang lucu.”
Ada banyak cerita yang hanya di ketahui Tomi.
“Bagaimana dengan perusahaan?” Damian menatap Anita.
Berita kebangkrutan perusahaan masih di rahasiakan dan hanya mereka yang tahu.
“Kita kehilangan banyak klien, klien terbesar kita hanya tinggal Pak Wijaya.”
“Apa kita akan melakukan promo? Semisal pasang iklan atau mengunjungi perusahaan-perusahaan lain yang belum mengenal kita.”
Tomi tak pernah memikirkan hal itu.
“Perusahaan kita, perusahaan besar. Banyak pengusaha yang ingin bekerja sama dan menjalin mitra dengan kita.
“Tapi, situasinya sangat berbeda sekarang, Pak. Kita akan memilih beberapa orang karyawan yang di rasa cukup bisa menguasai marketing. Mereka akan menyebar, perusahaan kecilpun tidak apa-apa. Beri mereka diskon dan potongan harga. Aku yakin kita dapat kembali bangkit.”
“Aku setuju dengan Pak Damian. Aku akan ikut dengannya untuk melakukan kunjungan.”
Tomi masih berpikir, bisa saja Daniel tidak menjangkau perusahaan kecil karena berpikir itu bukan levelnya.
“Baiklah, aku percayakan semuanya pada kalian.”
Damian dan Anita pun pamit pergi untuk mendapatkan timnya.
“Kalau begitu kami permisi, Pak.”
Damian begitu bekerja keras, tidak ada gengsi untuk pekerjaannya. Anita menjadi rekan yang solid, saat Damian memberi arahan pada karyawan yang akan di bawahnya. Anita menyiapkan brosur untuk di bagi-bagikan.
Seketika semua orang di buat sibuk.
“Menghampiri akhir tahun, kita akan membuat satu gebrakan baru. Anggap saja kita sedang bersenang-senang,” ucap Anita pada karyawan yang tersisa.
“Maksudnya apa, Nit?”
“Begini, setiap orang akan di beri brosur, dan memakai pakaian badut.”
Beberapa ada yang antusias dan yang lainnya tidak setuju.
“Ya, apa-apaan ini. Kita bukan anak magang yang harus turun ke jalan,” protes salah satu di antaranya.
“Iya, benar. Kita harusnya merayakan pecapaian seperti tahun-tahun sebelumnya. Booking tempat, makan-makan.”
Anita berusaha menjelaskan tanpa membocorkan keadaan yang sebenarnya.
“Tahun ini berbeda, kita akan menuju tahun 2022. Jadi, kalian harus menghibur orang-orang di jalan sambil membagikan brosur, bagi yang tidak berkenan bisa mundur tapi jangan harap ada bonus tahun baru.”
Seketika mata mereka melebar.
“B-baiklah, kami akan melakukannya.”
Damian memperhatikan mereka dari jauh, lelaki itu bangga pada Anita karena mampu menyakinkan semua orang.
“Silahkan pilih pakaian badut yang lucu menurut kalian, lalu ambil masing-masing brosur. Usahakan habis ya, makanya pilih tempat yang strategis, yang tentu banyak di lewati orang-orang.”
“Baik, Bu.”
Anita mengawasi pembagian flayer sedang Damian membawa karyawan untuk speck up di depan klien-klien baru.
Mereka pun berangkat dan membawa beberapa mobil.
Anita dengan timnya dan Damian dengan orang-orangnya.
“Pak, kita akan kemana?” tanya salah satu di antara mereka.
Damian menyerahkan kertas yang sudah di siapkan Anita sebelumnya.
Beberapa nama perusahaan menjadi pilihannya.
“Kami bahkan tidak tahu perusahaan ini ada atau tidak, Pak.”
Damian tersenyum mendengarnya.
“Ya, maka dari itu kalian di utus kesana, mereka peusahaan baru, pasti butuh tenaga kita. Presentasikan panjualan-penjualan yang berhasil kita raih, yakinkan mereka bahwa dengan bekerja sama dengan kita usaha yang di rintisnya akan semakin maju.”
“Baik, Pak. Kami mengerti.”
Mobil melaju ke tempat tujuan, Damian menurunkan mereka satu persatu.
“Semoga berhasil,” ucapnya.
Karyawan-karyawan itu tak merasa curiga sama sekali.
“Baik, Pak.”
“Saya akan m,enjemput kalian setelah mengantarkan rekan yang lain, jadi tunggu saja.”
‘Baik, Pak.”
Sejauh ini semuanya lancar-lancar saja, Damian menurunkan rekan-rekannya pada titik yang di inginkan hingga di lokasi terakhir.
“Aku akan menunggumu di sini, masuklah dan dapatkan kepercayaan mereka.”
Semua orang bersemangat.
“Baik, Pak.”
Saat menunggu di kejauhan, seseorang mendekatinya dan itu membuat Damian terkejut.
“Wah, apa yang kau lakukan di depan perusahaan yang baru berjalan enam bulan?” seringai licik seolah meremehkan terpampang di wajah lelaki itu.
“Bukan urusanmu,” ucapnya dan akan masuk ke mobil.
“Hey, kau berpikir akan mengumpulkan klien dengan cara ini, memang berapa keuntungannya, mereka tak ada apa-apanya.”
Damian mengabaikan lelaki itu, dia adalah asisten pribadi Daniel.
“Hey, aku sedang bicara padamu!”
Lelaki itu menghadang Damian dan tidak membiarkannya pergi.
“Kau pikir dirimu siapa? Jangankan kau, atasanmu itu pun aku tidak takut.” Damian mendorongnya hingga lelaki itu hampir terjatuh.
“b******k!”
Damian tak ingin mencari keributan, dia memilih pergi dari sana tak peduli dengan kaki tangan Daniel yang naik pitam melihat usahanya. Dengan cepat, mobil yang di kendarai Damian melesat pergi. Kini pikiran buruk muncul di kepalanya.
Jika Daniel tahu tentang usaha barunya maka berakhirlah sudah.
**
Di kediaman Angkasa grup. Asisten Daniel benar-benar melaporkan apa yang dia temui pada bosnya. Wajah tak suka jelas terlihat pada lelaki itu.
“Bos, tenang saja. Dia hanya mampu menjangkau perusahaan kecil, perusahaan yang baru saja berkembang, mereka tak ada apa-apanya dengan kita.”
Daniel mengepalkan tangan. Dia type lelaki yang menghargai semua usaha.
“Kau pikir begitu?”
“Tentu saja, Bos. Akju bahkan tidak yakin apa mereka bisa balik modal atau tidak. Tidak disangka perusahaan besar seperti itu mau turun ke jalan untuk mencari peluang.”
“Awasi mereka, tekan semua orang yang ingin bekerja sama dengan Tomi corporation. Aku tidak mau mereka memiliki harapan walau secuil,” ucap Daniel tegas.
Sang asisten terpukau dengan mata melebar.
“Baik, Bos.”