Nyonya Soya kini telah berada di sebuah Café, penampilannya yang modis dan wajah yang awet muda membuat wanita itu tampak menawan. Jus alpukat menjadi pilihannya untuk menemani sambil menunggu sang pengacara.
“Maaf aku terlambat,” ucap Doni. Lelaki yang telah membelanya di persidangan.
“Jelaskan apa yang kau katakan di telepon?” Tak membuang waktu. Nyonya Soya langsung ke inti masalah.
Doni adalah kawan lamanya, lelaki itu telah menaruh hati pada Soya dari semenjak mereka masih muda.
“Kenapa kau terburu-buru. Santai saja,” ucapnya dan memberi kode pada waitress.
“Aku tidak punya banyak waktu, Don. Aku harus masih ke rumah sakit.”
Doni tersenyum dan menoleh kearah waitress tadi.
“White coffe satu,”
“Baik, akan kami antarkan.” Doni tampak santai dan menunggu waitress itu berlalu.
Tatapan Soya begitu tajam, kejam dan bercandu.
“Keluarga Damian menyewa pengacara dan membeberkan percakapan kalian saat di rumah sakit. Dengan jelas kau mengatakan akan melenyapkan bayi yang ada dalam kandungan putrimu. Grandi membawa bukti itu dan keluhan tentangmu masuk dalam meja pengadilan. Aku tahu itu, mata-mataku ada dimana-mana.”
Soya shock, tentu saja. Dia tak percaya jika keluarga miskin itu yang menurutnya tak memiliki apapun. Bisa menyewa pengacara untuk melawannya.
“Apa kau tidak bisa membereskannya, ini duniamu kan. Aku tahu kau bukan orang yang lurus-lurus amat.”
Doni tersenyum miring.
“Ya, kau benar. Itu sebabnya aku menyukaimu. Hakim sepertinya memiliki pandangan yang berbeda. Sejauh ini, aku tidak pernah menemukan hakim itu berpihak pada ketidak adilan ”
Nyonya Soya yang sedang membakar gulungan nikotin itu berhenti untuk menatap lawan bicaranya.
“Jadi, kau ingin bilang jika Damian yang benar dalam khasus ini?”
Doni mengedikan bahu, tatapan Soya seolah ingin menerkamnya bulat-bulat
“Dengar, kau digaji bukan dengan uang sedikit. Maka dari itu lakukan tugasmu dengan baik.”
Doni terkesiap. Dia menelan salivanya dengan susah payah.
“Bagaimana kalau aku memberimu saran. Dengar, kau tak bisa memaksakan kehendak dengan Amanda. Dia dalam pengawasan,” bisik lelaki itu.
Wajah Nyonya Soya semakin tak bersahabat.
“Aku serius, satu-satunya jalan bagimu hanyalah menunggu sampai bayi itu lahir.”
Prak.
Meja di pukul kasar oleh nyonya Soya, waitress yang membawa minuman hampir saja menjatuhkan coffe yang ada di tangannya.
“Apa kau bercanda? Aku bahkan tidak bisa menunggu satu minggu lagi. Dan kau memintaku bersabar hingga Sembilan bulan lamanya!”
Waitress itu meletakan pesanan di atas meja dengan perasaan gugup
“Ini Pak, silahkan dinikmati.”
Doni mengangguk ramah. Waitress itu segera berlalu dari sana.
“Tenanglah, hey. Jangan membuat tenagamu terkuras. Itu hanya saran jika kau tidak mau mendekam di dalam penjara. Jika terjadi sesuatu dengan kandungan Amanda, maka tersangka utamanya adalah kau. Hanya kau yang tidak menginginkan bayi mereka dan buktinya sudah ada.”
“Accchhh! Sial!?”
Rokok yang ada di tangannya di tekan dengan kasar di atas meja. Bukannya senang, Doni yang melihatnya justru semakin tergoda.
“Aku tidak tahu kenapa kau begitu menggebu-gebu, tapi jika kau butuh sesuatu datanglah padaku.”
“Tutup mulutmu! Kau pikir kau siapa!?”
Mereka menjadi pusat perhatian, suara nyonya Soya yang tak dapat di control membuat semua orang menatapnya.
“Hey, mereka mengira kau sedang menyatakan cinta padaku. Kau tidak berubah, Soya. Kau masih sama, keras kepala!”
Soya mengumpat dalam hati, rasanya sia-sia bertahan di tempat itu lebih lama lagi.
“Aku punya banyak urusan, aku pergi dulu.”
"Kau tak ingin makan? Kali ini aku yang teraktir," ucap Doni meraih lengannya.
"Lepaskan, jaga batasanmu."
Soya pergi dengan santainya. Jika bukan karena sepak terjang Doni yang selalu berhasil menangani kasus kotor seperti miliknya. Soya tidak akan mau berurusan dengan lelaki itu. Keluar dari Cafe dengan membebankan tagihan jusnya pada Doni. Soya tampak santai menuju ke mobilnya. Wanita itu begitu sibuk, dan kini dia harus menuju ke tempat dimana calon menantunya berada.
Apapun akan di tempu Nyonya Soya Savitri demi pengakuan. Dia tak ingin terlihat rendah, tidak ingin di remehkan.
Gengsinya terlalu tinggi untuk mengalah pada kenyataan.
Langkahnya melenggang menuju ke rumah Daniel Argantara. Lelaki yang menjadi calon suami bagi putrinya.
Lelaki yang menjunjung harga diri dan selalu tampil perfectionist, ketertarikannya dengan Amanda bukan tanpa sebab, mereka satu alumni dan Amanda adalah wanita yang dikaguminya dari jaman kuliah.
Sayangnya, Daniel tidak bisa mendekatinya. Amanda adalah gadis populer, Tomi selalu menjaganya. Dimana Amanda pergi, di situ Tomi berada. Saat acara lamaran, Daniel menghadirinya. Tapi, saat melihat Tomi keluar dari mobil. Daniel pun pergi. Dia sadar tak bisa bersaing dengan lelaki itu.
Namun, saat menghadiri acara pernikahan. Daniel terkejut karena Tomi datang sebagai tamu undangan. Terungkapanya siapa Damian sebenarnya adalah campur tangan lelaki itu.
Nyonya Soya memarkirkan mobilnya, wanita itu baru saja tiba di kediaman keluarga Argantara.
Daniel menyambut dengan senyum mengembang, lelaki itu menunggu calon pengantinnya setelah membatalkan janji di hari yang lalu.
“Loh, Tante datangnya sendirian?” tanya Daniel. Lelaki itu celingak-celinguk mencari keberadaan Amanda.
“Iya, nggak apa-apa kan?”
Daniel menatap masam. Sejauh berhubungan dengan nyonya Soya, wanita itu selalu tak menetapi ucapanya.
“Silahkan masuk,” ucap Daniel bête.
Rumah megah itu bak istana, Soya selalu membayangkan suatu saat dia dan keluarganya bisa tinggal di sana. Orangtua Daniel adalah konglomerat dalam daftar orang-orang terkaya di Indonesia.
“Silahkan duduk,”
Nyonya Soya mengangguk ramah, wanita itu duduk dengan elegan. Mencari sosok kedua orangtua Daniel yang belum muncul dari tadi.
“Mama dan papa ke Singapura,” ucap Daniel seolah mengerti kegelisahannya.
“Oh, ya. Mengapa Jeng Alina tidak mengabari saya,” ucapnya berbasa-basi.
“Sebaiknya Tante jelaskan ke saya, kenapa Amanda tidak ikut dengan Tante, urusannya udah selesai kan?” Daniel mengabaikan pertanyaan dan bertanya balik
Nyonya Soya gugup. Lama terdiam, Daniel pun menaruh curiga.
“Kok diem, bagaimana dengan persidangannya? Semuanya lancar kan?"
Tetiba udara terasa sesak, tatapan Daniel membuat nyali Nyonya Soya sedikit menciut.
“Begini, sepertinya ada kesalahan.”
Daniel mengerutkan kening, Nyonya Soya tampak bertele-tele dan membuatnya kesal.
“Sepertinya? Tante tahu. Saya paling tidak suka dengan kata itu. Sepertinya, mungkin. Ha!”
Nyonya Soya gelagapan, dia pun menjelaskan kepada Daniel yang sebenarnya.
“B-begini, Amanda jatuh pinsan saat menghadiri persidangan. Saat kami membawanya ke rumah sakit. Dokter mengatakan jika dia, …”
“Dia?”
Daniel masih menunggu. Sedang lawan bicaranya berkeringat dingin.
“Dia hamil.”
Wajah Daniel berubah pias, lelaki itu shock mendengarnya.
“Apa!?”
“Begini, ini diluar kendaliku. Daniel aku berjanji akan mengurus perceraiannya secepatnya. Kau tidak perlu khawatir, kau hanya perlu mentransfer uang untuk tante, tidak banyak kok sekitar 3 Milyar.”
Daniel semakin terperangah.
“Apa kau bercanda, bagaimana bisa kau meminta uang sebanyak itu. Dan Amanda, dia tengah hamil.”
“Aku bisa mengatasinya, aku janji padamu.”
Daniel menggeleng.
“Tidak-tidak, aku tidak mau berurusan dengan keluarga kalian. Soal perjodohan ini, kita lupakan saja.”
Nyonya Soya merasa terancam, dia tak ingin kehilangan tambang emasnya.
“Daniel apa yang kau takutkan? Amanda hanya hamil. Hubungannya dengan Damian akan segera berakhir."
"Apa tante tega, mereka akan memiliki seorang anak. Cucu Tante sendiri."
"Aku tidak peduli. Aku sudah bilang, Amanda hanya akan menikah dengan lelaki pilihanku."