Bab 7. Rasanya ingin kabur saja

1156 Kata
Bab 7. Rasanya ingin kabur saja   Antonietta menatap bingung saat mobil yang dia naiki dengan Esvaldo malah memasuki area Bandar Udara Heathrow yang juga terkenal dengan London Heathrow. Bandara utama yang melayani kota London, Britania Raya dan merupakan bandara tersibuk di Negara tersebut. “Kita mau menjemput siapa?” tanyanya bingung. “Kita yang akan pergi,” sahut Esvaldo datar. Dia kesal karena sepanjang jalan wanita itu hanya diam mengabaikan keberadaanya. Baru kali ini ada seorang wanita yang berani mengabaikannya. “Apa? Kamu bahkan tidak mengatakan apapun,” tolak Antonietta. Lelaki itu hanya menatap wanita itu datar. Sudah cukup wanita itu melakukan sesuai maunya, kini biar wanita itu tahu siapa yang berkuasa di sini. “Aku tidak perlu menjelaskan apapun padamu,” sahut Esvaldo sembari meninggalkan Antonietta di belakangnya. Saat dia melewati beberapa anak buahnya dia berbisik, “bawa dia ke pesawat. Dengan cara apapun.” “Baik, Tuan,” sahut salah satu orang terpercayanya. “Mari Nona,” ajak lelaki itu setelah berada di dekat Antonietta. Baru saja wanita itu bernafas lega karena berpikir bahwa lelaki itu tak mungkin membawanya karena melihat sikap dinginnya. Ternyata pemikirannya salah. “Aku tidak mau,” tolak Antonietta. Dia berpikir inilah saatnya kabur dari lelaki itu, mumpung hanya anak buahnya saja yang berdiri di depannya kini. “Tolong jangan membuat kami harus memakai cara kasar kepada Anda,” ucap lelaki itu dengan tatapan datar sangat mirip dengan cara Esvaldo menatapnya saat dia membuat lelaki itu marah. Like boss like he’s employees. Menyebalkan, batin Antonietta. Ternyata bos dan anak buah kelakuannya sama saja. Dengan ragu akhirnya dia menuruti perintah lelaki itu setelah lelaki itu menyuruhnya berjalan lebih dahulu dengan tangan kanan menunjuk ke arah Esvaldo berlalu. Setelah dia berjalan ternyata dua orang lelaki berbadan kekar berjalan di sebelah kanan dan kirinya dan jangan lupakan lelaki tadi yang mengikutinya di belakang. Antonietta merasa dirinya tak ubahnya seperti tawanan yang harus dikawal begini ketat. Seakan mereka takuit dia akan melarikan diri. Sebenarnya memang itulah yang sedari tadi dipikirkan oleh Antonietta. Mencari celah untuk kabur. Akan tetapi dengan kawalan seketat ini ke mana dia bisa kabur. Wanita itu akhirnya menyerah dengan rencana kaburnya dan memilih mengikuti kemauan lelaki arogan itu. Antonietta melihat ke arah belakangnya berharap Abraham sang kekasih akan sudi menyelamatkannya dari manusia iblis yang kini berjalan di depannya dengan sangat angkuh. Akan tetapi, dia harus menelan segala kekecawaannya. Mana mungkin setelah dia selingkuhi lelaki terkasihnya itu masih peduli padanya. Yang ada saat ini lelaki itu pasti merutukinya dengan berbagai macam julukan keji. Mulai dari peselingkuh sampai jalang tak bermoral. Dia bisa apa? Dengan bahu terkulai lemas, dia kembali menatap ke arah punggung lelaki yang sudah sukses membuat hidupnya lepas kendali. Sebelum bertemu dengan lelaki itu dia adalah sosok polos dan terhormat. Kini, dia akan dikenal dan diingat sebagai wanita peselingkuh yang tega menyelingkuhi tunangannya di malam sebelum pertunangan mereka. Apalagi yang dia harapkan di Negara ini lagi. Mungkin jika dia menghilang sekalipun tak ada yang akan mencarinya. Tidak keluarga, tidak juga kekasih. Kini, dia harus berjuang sendiri. Air matanya menetes tanpa dia undang. Dia benci menjadi lemah di hadapan orang lain. Akan tetapi, saat ini hatinya serasa disayat sembilu hingga tak bisa menahan laju air matanya. Abraham adalah obsesinya selama ini, dia mendekati lelaki itu dengan segala cara supaya melihatnya. Dan saat dia sudah mendapatkannya, badai malah datang di saat yang tak tepat. Inikah yang dinamakan kalau dirinya memang tak berjodoh dengan Abraham, cinta pertamanya? Kenapa takdir Tuhan begini tega? Dia menyesali malam di mana dia bertemu dengan lelaki kejam di depannya itu. Andai saja dia tak terpedaya ucapan teman yang ternyata hanyalah musuh yang berpura-pura peduli padanya. Akan tetapi, malah menjebaknya. Andai saja dia tak ingin melihat dengan kedua matanya sendiri perselingkuhan Abraham yang hanya akal-akalan dari temannya saja. Imelda, kenapa teman satu-satunya yang dia percaya malah menjerumuskannya ke dalam neraka ini. Andai saja …. Mungkin saat ini dia sedang berbahagia dengan pertunangan mereka berdua dan merancang pernikahan yang sesuai dengan mimpinya selama ini. Ada dirinya sebagai mempelai wanita dan Abraham sebagai mempelai prianya. Alangkah bahagianya kehidupannya andai dia tak perlu bertemu lelaki kurang ajar yang sudah merenggut kesuciannya dan kini memaksanya untuk mengikutinya entah ke mana. Dengan bara kemarahan yang membara dalam hatinya dia menatap punggung lelaki di depannya. Andai pandangan matanya bisa membakar, mungkin saat ini punggung lelaki itu sudah gosong terbakar tatapan amarah dari Antonietta. Seakan bisa merasakan pandangan tak suka dari wanitanya lelaki itu menoleh menatap ke arah Antonietta dengan senyuman yang bagi Antonietta adalah senyuman penuh ejekan ke arahnya. Dengan malas Antonietta malah mengalihkan pandangannya ke arah lain. Dia tak mau melihat wajah menyebalkan lelaki itu. Esvaldo menyeringai di sana, dia tahu wanitanya kini sangat marah dan ingin mengutuknya. Dan dia tak peduli dengan apa yang dipikirkan oleh Antonietta. *** Antonietta sampai di sebuah kastil yang sangat dingin menurutnya. Indah akan tetapi hanya kesunyian dan kehampaan di dalamnya. Apa ini rumah lelaki gila itu? Batinnya bertanya. “Rumah dan orangnya sama-sama hampa,” gumam Antonietta sembari melirik sebentar ke arah lelaki arogan itu dan ternyata lelaki itu juga sedang menatapnya. Antonietta segera mengalihkan pandangannya dengan serba salah karena sudah ketahuan diam-diam memperhatikan lelaki itu. Perlahan dia dapat mendengar suara tawa renyah Esvaldo-lelaki itu. Antonietta sejenak terpesona padanya. “Apa semuanya sudah selesai persiapannya?” Terdengar lelaki itu bertanya kepada salah satu pelayan yang selalu berada di samping Esvaldo. Antonietta berpikir mungkin lelaki itu adalah orang terpercaya Esvaldo. “Sudah tuanku, kita tinggal mempersiapkan nona saja,” sahut lelaki itu yang diangguki oleh Esvaldo. Lelaki itu melirik ke arahnya dan tersenyum puas entah karena apa. Antonietta mengernyit tak suka. Dia merasa mereka sedang merencanakan sesuatu kepadanya. “Baik, lakukan dengan baik,” titah Esvaldo sembari melirik ke arah Antonietta sebelum berlalu tanpa mengatakan apa-apa kepada wanita yang hanya bisa diam terpaku di tempatnya. Wanita itu tak tahu kenapa dia dibawa ke mari kalau hanya tak dianggap oleh lelaki itu. Tak lama pelayan tadi bertepuk tangan dan datanglah beberapa pelayan perempuan datang ke arah pelayan tersebut. “Kalian persiapkan nona dengan benar. Ingat! Jangan sampai kalian mengecewakan tuan, atau kalian akan menerima akibatnya,” ucap pelayan atau mungkin Antonietta bisa menyebutnya sebagai kepala pelayan di sana karena semua pelayan terlihat sangat hormat padanya. “Baik, tuan,” sahut semua p[elayan wanita itu serempak. Pelayan wanita itu kalau dihitung ada enam orang. Mau apa mereka sehingga mendekat ke arahnya? Antonietta mundur begitu mereka kian mendekat hingga tubuhnya menabrak kursi sofa yang ada di ruangan itu. “Nona, tolong ikut kami. Atau kami akan mendapat masalah,” pinta salah satu wanita itu dengan wajah penuh permohonan. Antonietta yang melihatnya menjadi tidak tega dan mulai mengikuti mereka semua yang menggiringnya ke lantai atas. Rumah ini sangat indah, batin Antonietta diam-diam mengagumi selera lelaki arogan itu. Dia membelai pegangan tangga yang terbuat dari kayu jati yang diukir sangat indah. Antonietta seakan diajak ke negeri dongeng dan kini dia berada di istana yang indah … tapi hampa. >>Bersambung>>
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN