Bab 8. Menikah?
Mereka membuka salah satu pintu yang paling lebar. Saat berada di ambang pintu, lagi-lagi dia dibuat takjub dengan isi ruangan itu.
Sebuah kasur indah dengan kelambu indah menjuntai menutupi sebagian kasur. Benar-benar seperti dalam dunia khayalan Antonietta dulu.
“Ini kamar siapa?” tanya Antonietta kagum.
“Kamar Anda dan Tuan,” sahut salah satu wanita itu sopan. Antonietta spontan menoleh ke arah pelayan yang tadi menjawabnya.
"Apa maksudmu?" tanya Antonietta dengan suara meninggi.
"Kecilkan suaramu," sentak Esvaldo yang entah sejak kapan sudah berdiri menjulang menyender di tepian pintu, wajahnya menjadi kaku entah karena apa. Antonietta bahkan bisa merasakan amarah yang menguar dari sekujur tubuh lelaki tampan itu, "kalian bisa pergi," usirnya kepada pelayan yang memang sudah selesai dengan tugas mereka.
"Baik, tuan," ucap para pelayan itu bersamaan. Antonietta menatap takjub dengan kepatuhan para pelayan itu.
"Mereka sangat patuh padamu," ejek Antonietta. Ucapana Antonietta membuat seringai di wajah Esvaldo kian lebar.
"Dan kau juga termasuk yang harus patuh padaku," ucap Esvaldo penuh penekanan.
"Siapa dirimu?" tantang Antonietta.
"Tuanmu," ucap Esvaldo dengan tatapan tajamnya.
"Aku tidak sudi, better kamu bunuh aku saja," tantang Antonietta yang sudah merasa hiduonya tak ada artinya lgi. Dia sudah kehilangan keluarganya dan juga orang yang paling dia cintai. Jadi untuk apa lagi dia hidup? Tak ada.
"Membunuhmu? Itu adalah hal terakhir yang akan kulakukan padamu," ucap Esvaldo tenang. Lelaki itu mendekat ke arah Antonietta berdiri. Saat jarak mereka hanya satu langkah saja, Esvaldo berhenti bergerak. Dia menatap Antonietta dengan lembut. Tatapan paling lembut yang pernah dilihat oleh Antonietta. Entah kenapa dia sedikit berdebar. Akan tetapi dengan cepat dia mengenyahkan perasaan yang mendadak hadir. Lelaki di depannya ini pasti sengaja berakting begitu lembut padanya, padahal dia sedang mempersiapkan jebakan baru untuknya.
"La-lalu apa yang akan kau lakukan padaku?" gagap Antonietta berusaha keras menahan matanya tetap manantang mata teduh Esvaldo.
"Menikahimu," bisik Esvaldo sembari mengikis jarak antara keduanya. Dia mulai menghirup leher jenjang Antonietta yang terasa menggiurkan baginya. Dia hirup hingga seluruh rongga dadanya terisi penuh aroma Antonietta. Satu-satunya wanita yang tak terpengaruh akan pesonanya. Akan tetapi, wanita itu tak bisa menolak sentuhannya. Itu sedikit menghibur Esvaldo. Setidaknya Antonietta tidak menolak cumbuannya.
Sekuat tenaga Antonietta menahan erangannya. Digigitnya bibir bawahnya. Esvaldo yang mengetahui hal itu langsung mencumbu bibir sensual Antonietta hingga wanita itu tak bisa lagi menahan erangannya. Esvaldo tersenyum bangga mendengarnya.
Tok ... tok
Suara ketukan di pintu membuat Esvaldo menggeram marah. Akan tetapi dia mengingat sesuatu yang sangat penting. Sesuatu yang akan mengubah kehidupannya dan juga Antonietta dalam waktu sejam lagi. Maka dengan wajah menahan kesal dia menghentikan cumbuannya. Dia memandang wajah merona Antonietta yang sangat sexy saat sedang b*******h. Lagi-lagi dia mengulum senyum bangga menyadari karena dialah Antonietta b*******h. Esvaldo membersihkan bekas saliva mereka berdua yang membasahi bibir dan dagu Antonietta dengan jempolnya.
"Sangat menggairahkan," gumamnya serak karena menahan gairah, "aku sangat ingin melanjutkannya, tapi di luar juga sangat penting buat kita berdua. Bersiap-siaplah, aku mau kamu jadi pengantin tercantik yang pernah ada."
Antonietta hanya mampu berdiri dengan limbung, andai tak ada lengan kekar yang menahan tubuhnya mungkin saja dia langsung terjerembab ke lantai. Rangsangan yang diberikan oleh Esvaldo masih membuat tubuhnya seperti jelly. Dan juga kalimat terakhir dari Esvaldo juga membuat pikirannya bercabang.
Dia bahkan tidak sadar saat Esvaldo membopongnya dan mendudukkannya di depan meja rias yang sangat indah. Dia hanya mampu melihat pantulan dirinya dan juga Esvaldo yang menjulang tinggi di belakangnya. Tersenyum dengan begitu mempesona. Andai saja, mereka bertemu dalam situasi yang lebih baik dan di hatinya belum ada nama Abraham bertahta di sana, mungkin saja dirinya langsung jatuh cinta saat melihat wajah tampan penuh senyum itu.
Antonietta hanya bisa menatap punggung Esvaldo setelah lelaki itu mengecup puncak kepalanya dengan lembut dan berpamitan dengan begitu lembut. Setelah tubuh Esvaldo tak dapat dia lihat lagi masuklah tiga orang lelaki cantik yang Antonietta tebak adalah yang betugas untuk membuatnya menjadi mempelai tercantik seperti janji Esvaldo.
Pikirannya sudah meninggalkan tubuhnya, banyak hal yang dia pikirkan hingga dia tak menyadari apa saja yang dilakukan ketiga lelaki itu kepada wajah, rambut dan pakaiannya. Saat kesadarannya kembali dia sudah melihat wanita mempelai yang sangat cantik. Dia tak menyangka kalau dirinya bisa secantik ini.
Antonietta sudah sedari kecil memimpikan pernikahan bak dalam dongeng, di mana mempelai wanita dirias dengan begitu cantik dengan tatanan rambut yang begitu mempesona dan juga pakaian pengantin seindah ratu dalam dongeng Cinderella. Dia memandang pantulan wajahnya dengan begitu takjub. Seakan mimpi masa kanak-kanaknya menjadi kenyataan.
Harusnya dia bahagia bukan? Akan tetapi, perasaannya begini hampa? Seakan ada yang menghilang dalam hidupnya. Apa karena mempelai pria yang akan dinikahinya bukanlah Abraham, pengantin idamannya sejak dia kanak-kanak?
Andai saja, saat ini yang menjadi mempelainya adalah Abraham, alangkah sempurna kebahagiaannya. Tak ada kesedihan dan juga kehampaan yang akan dia rasakan, seperti saat ini. Semua begitu indah dan sempurna. Akan tetapi, tak ada kebahagiaan yang dia rasakan.
"Anda adalah pengantin tercantik yang saya rias. Tuan pasti sangat puas," gumam lelaki kemayu yang sedari tadi meriasnya. Sedang dua lelaki lainnya Antonietta tebak adalah asisten lelaki kemayu tadi.
Aku tidak mau menikah dengannya, batin Antinietta tanpa berani mengungkapkan apa yang ada dalam hatinya. Dia tak mau hal pribadinya dan juga Esvaldop menjadi gosip murahan. Dia memang tak suka dengan cara licik Esvaldo mendapatkannya. Akan tetapi, itu tak menjadi alasan baginya untuk menjelek-jelekkan atau mempermalukan Esvaldo di depan orang lain. Biarlah itu hanya jadi rahasia mereka berdua.
Tok ... tok.
Pintu kamar kembali diketuk dari luar.
"Masuk," ucap lelaki kemayu tadi dengan suara mirip perempuan. Pintu perlahan terbuka dan nampak lelaki yang selalu mengikuti Esvaldo sejak mereka berada di London.
"Apa mempelainya sudah siap?" tanya lelaki itu datar tanpa perlu memeriksa penampilan sang pengantin. Dia hanya menatap lelaki kemayu tadi.
"Sudah, kurasa tuan akan sangat puas dengan penampilan nyonya," ucap lelaki itu dengan wajah penuh kebanggaan saat membimbing Antonietta bangkit dari tempat duduknya dan memperlihatkan hasil karyanya ke arah lelaki datar itu.
"Bagaimana menurutmu Esteban?" tanya lelaki kemayu itu minta pengakuan atas karyanya.
"Hmmm," gumam lelaki yang ternyata bernama Esteban itu.
"Ah, kayaknya aku salah meminta penilaian kamu. Sangat menyebalkan," decih lelaki kemayu tadi dengan wajah jengkel yang terlihat sangat jelas di wajahnya yang cantik.
Mungkin kalau lelaki itu memakai gaun seperti dirinya, Antonietta pasti tak akan mengira kalau lelaki itu adalah seorang lelaki, karena wajah cantiknya yang menipu.
"Silahkan nona," ucap Esteban mempersilahkan kepada Antonietta untuk berjalan mendahuluinya. Dengan ragu Antonietta mengangguk mengikuti perintah dari anak buah Esvaldo itu. Ingin rasanya dia membantah dan kabur saja dari sini. Akan tetapi, dia bisa apa? Dia bahkan tidak tahu di mana mereka kini berada karena sepanjang jalan kedua matanya tertutup rapat seakan Esvaldo memang tak ingin dia tau di mana kini dia berada.
"Apa kami memang akan menikah?" tanya Antonietta yang hanya di jawab dengan anggukan oleh Esteban. Antonietta menggeram kesal akan tingkah lelaki itu. Esteban ternyata lebih menyebalkan dibanding Esvaldo.
>>Bersambung>>