Bab 6. Bertemu Abraham sang rival
Antonietta menatap Abraham serba salah, sedari tadi dia hanya bisa membisu tanpa mampu menjelaskan kepada Abraham tentang kejadian tadi pagi. Dia merasa tak pantas untuk sekedar meminta maaf kepada lelaki berhati malaikat itu.
Wajah terluka Abraham sungguh tak pernah dia duga akan melihatnya. Harusnya lelaki itu marah dan menjulukinya sebagai peselingkuh dan juga julukan jahat lainnya. Bukan malah terlihat begitu terluka. Setidaknya jika Abraham marah, Antonietta akan merasa lebih baik.
“Kenapa kau melakukan hal itu, An?” tanya Abraham dengan wajah memelas penuh kesedihan dan Antonietta merasa seangatan tak nyaman di dadanya. Seakan kesedihan Abraham membuatnya sesak nafas. Dialah penyebab kesedihan sang kekasih. Selama ini Abraham selalu bersikap sangat baik dan romantic. Dia adalah kekasih yang sempurna. Mampukah dia melepaskan sosok sesempurna Abraham demi lelaki bermuka malaikat akan tetapi dibaliknya adalah iblis—Esvaldo. Akhirnya dia mengetahui nama lelaki itu setelah lelaki itu mengklaim dirinya adalah milik dari Esvaldo. Dan entah dari mana lelaki itu juga mengetahui semua hal tentangnya. Apa sebelumnya lelaki itu sudah menyelidikinya?
Hal itu membuat Antonietta begidik ngeri karena membayangkan kalau lelaki itu akan menghalalkan segala hal untuk mendapatkan apapun yang dia inginkan. Antonietta merasa terkena sial karena lelaki itu kini menargetkan dirinya sebagai sesuatu yang diinginkan lelaki itu entah sampai kapan. Mungkin sampai lelaki itu muak dan segera membuangnya seperti barang rongsokan.
“Maaf,” gumam Antonietta setelah cukup lama tak menjawab pertanyaan Abraham.
“Itu karena Antonietta jatuh cinta padaku,” sahut Esvaldo entah sejak kapan sudah berada di ambang pintu apartemen Abraham, lelaki itu berdiri dengan menyandar di salah satu sisi pintu dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celananya dan itu menambah kadar ketampanan lelaki itu. Antonietta hanya mampu meneguk air ludahnya sendiri tanpa bisa menyangkal perkataan dari Esvaldo.
“Jatuh cinta? Sejak kapan?” tanya Abraham dengan tatapan terluka. Dia tak mau menatap lelaki yang sudah merebut tunangannya tepat di malam sebelum mereka resmi bertunangan.
“Sejak pandangan pertama, setelah party di tempat Mr. Ho. Kami tak sengaja bertemu di club malam dan ya … kami saling jatuh cinta dan berakhir di ranjang,” ucap Esvaldo ringan seakan tak punya maksud apapun. Abraham yang mendengarnya hanya bisa menatap Antonietta terluka. Dia sama sekali tak menyangka sosok polos dan murni bisa berubah dalam semalam saja.
“Apa itu benar, An?” tanya Abraham berharap Antonietta akan menyangkal semua ucapan lelaki asing itu.
Antonietta melirik ke arah Esvaldo dengan takut-takut. Dia tak mau karena dirinya sampai lelaki sebaik Abraham berakhir mengenaskan. Dia yakin lelaki berwajah malaikat itu adalah lelaki yang selalu menepati perkataannya. Semua ancamananya bukan hanya sekadar isapan jempol saja. Biar saja, Abraham berpikir yang terburuk tentangnya asal lelaki itu baik-baik saja meski tak bisa bersama.
“I-itu benar,” gagap Antonietta menjawab. Jemarinya saling meremas tanda dia sedang gelisah. Meski sudah tau kalau dia harus berakhir dengan lelaki licik macam Esvaldo hatinya tak rela melepaskan Abraham yang merajai hati dan pikirannya. Membayangkan bahwa nantinya lelaki yang jadi cinta pertamanya itu berkahir dengan wanita lain membuatnya tak rela.
Ingin rasanya dia mengatakan yang sesungguhnya akan tetapi lidahnya terasa kelu hanya untuk berkata jujur. Antonietta dilema.
“Lalu apa yang kau tunggu?” tanya Abraham sengit. Kedua matanya memancarkan rasa terluka yang tak dapat dia tutupi. Ego Abraham pasti terluka, tak hanya karena melihat acara live yang tadi pagi dia saksikan dengan mata kepalanya sendiri. Kini, lagi-lagi wanita yang dicintai kembali membuatnya terluka. Dia merasa semua usahanya selama ini sia-sia. Ternyata mencintai Antonietta hanyalah kesia-siaan semata.
“Ayo, sayang. Sepertinya dia muak melihat kita berdua,” ucap Esvaldo layaknya pasangan yang saling dimabuk asmara membuat Abraham muak dan ingin memuntahkan apa yang tadi dengan susah payah dia makan karena rasa lapar. Lelaki kurang ajar itu bahkan dengan berani memamerkan keromantisannya dengan merangkul pinggang Antonietta dengan erat dan yang membuat hatinya lebih terluka, Antonietta tampak tak menolak perlakuan mesra itu. Apa Antonietta tak bisa menghargai perasaannya yang sudah tercabik-cabik oleh perselingkuhan tunangannya itu?
Antonietta hanya menatapnya dengan sendu untuk terkahir kalinya dan berlalu meninggalkannya dalam keterpurukan. Demi Tuhan, nanti malam adalah malam pertunangan resmi keduanya. Bagaimana dia membatalkan acara pertunangannya itu? Alasan apa yang akan diberikannya kepada para undangan yang kebanyakan adalah rekan kerja dan kerabat dekatnya?
Antonietta tak hanya berselingkuh darinya, akan tetapi juga melempar kotoran tepat di wajahnya. Mulai detik ini dia membenci wanita itu dan bersumpah tak ingin bertemu dengannya. Tubuh Abraham bergetar karena amarah. Dia berlari ke arah toilet. Dengan kasar dia membasuh wajahnya yang sekeruh air kobokan. Dengan sengit dia memandang pantulan wajahnya dan lambat laun kedua mata itu berubah menjadi sekelam malam, tanda kalau yang kini berdiri menatap pantulan dirinya bukanlah sosok Abraham. Akan tetapi sosok alter ego dari Abraham—Anthony. Sosok kelam yang selama ini bersembunyi dibalik sosok bersahaja Abraham. Sisi kelamnya itu hanya keluar saat Abraham sudah tak sanggup lagi menahan rasa sedihnya.
“Akhirnya aku keluar juga,” seringai Anthony sembari menyugar rambutnya yang menutupi pelipisnya membuat pesona Anthony kian memancar.
“Saatnya menghabisi para wanita busuk macam tunanganmu itu, bung,” ucapnya sembari menatap pantulan dirinya, seakan berbicara pada Abraham yang kini tertidur dalam raganya yang dikuasai oleh Anthony si kelam.
***
“Bagaimana rasanya dibenci oleh orang yang kamu cintai?” ejek Esvaldo saat mereka sudah berada di mobil yang dikendarai oleh seorang sopir yang hanya diam membisu saat Esvaldo menyeretnya memasuki pintu belakang sebuah mobil mewah yang sudah siap menunggunya di depan pintu apartemen mewah milik Abraham. Setelah memastikan kalau Antonietta duduk dengan tenang lelaki itu memutar ke pintu lainnya. Kemudian duduk menempel di sebelahnya.
Antonietta tak perlu menjawab pertanyaan yang lebih mirip dengan ejekan. Mobil melaju dengan tenang meninggalkan pelataran apartemen. Seketika suasana menjadi hening, Antonietta lebih memilih menatap pemandangan di luar jendela dibanding menoleh ke arah lelaki menyebalkan di sebelahnya.
Seakan tak peduli dengan sikap acuh Antonietta, Esvaldo memeluk pinggang wanita itu hingga tubuh keduanya kian melekat. Mau tak mau, Antonietta menoleh tak suka. Seakan meminta lelaki itu melepaskan pelukannya, akan tetapi bukan Esvaldo namanya kalau menerima permintaan wanita ini.
Karena tahu semua sia-sia, Antonietta kembali menatap ke luar jendela. Pikirannya berkelana ke sosok Abraham yang tampak terluka saat dia membenarkan perkataan Esvaldo. Sebenarnya apa yang diharapkan mantan tunangannya itu? Apa dia akan memafkannya meski melihat dirinya berada di bawah kuasa Esvaldo? Tidak bukan?
Lelaki mana yang mau memaafkan sebuah pengkhianatan?
Apa jika tetap memilih menetap Abraham akan tetap mau menerimanya? Wanita yang sudah tak murni lagi. Lelaki itu memang sangat baik dan pemaaf. Hal itu membuat rasa bersalah di hati Antonietta kian menggunung. Dia sudah menyakiti satu-satunya orang yang selalu ada untuknya selama ini. Bayangan kebaikan dan keromatisan yang diberikan Abraham memenuhi pikirannya hingga tak menyadari kalau arah mobil itu tak mengarah ke hotel tempat Esvaldo menginap selama ini atau tidak juga mengarah ke apartemennya.
>Bersambung>>