Kerja Kelompok

1592 Kata
Jam pulang sekolah sudah berbunyi tepat jam dua siang. Arya masih belum menentukan tempat di mana mereka akan mengerjakan tugas kelompoknya sehingga ia meminta Reza untuk menentukan tempat. Arya berjalan menemui Reza dan menanyakannya. "Za? Kamu udah bilangin ke anak-anak? Terus gimana? Sama aku bingung cari tempatnya." Arya nampak ragu karena sebelumnya ia tak pernah meminta pertolongan seseorang terlebih lagi dia adalah ketua kelas. Reza tersenyum kemudian ia merekomendasikan sebuah tempat yang tak jauh dari sekolah mereka. "Iya Arya aku udah ngumpulin mereka, kok. Kamu jangan khawatir katanya mereka bakal datang tapi pada bisa jam empat sore ini. Untuk tempat kita mungkin bisa ke cafe yang gak jauh dari sekolah, lagian rumah kita juga gak jauh-jauh amat, kan?" Reza tersenyum sembari bersiap untuk pulang dengan tas yang telah ia gendong. Sementara Florensia nampak mendekati mereka kemudian mengatakan sesuatu. "Reza, Arya? Apa hari ini jadi ngerjain tugas? Tugasnya besok dikumpulin, kan?" ucap Florensia nampak santai dengan ekspresi polosnya. "Cantik-cantik kok oon, sih? Ya harus dikerjain sekarang lah, terus mau ngerjain kapan coba?" gumam Arya melihat Florensia dengan tatapan innocent. "Yaudah nanti kumpul jangan ampe telat, ya? Aku nanti berangkat sama yang lain biar ada temennya," ucap Florensia. Kini mereka telah berada di rumah masing-masing nampaknya Lucy masih mengirimkan Arya sebuah pesan sekaligus mengirimkan sebuah video dirinya mengenalkan pantai yang ada di pulau karena Arya sempat memintanya. [Arya maaf kalo baru bisa ngirim video sekarang, liat videonya pasti kamu suka. Kapan kamu mau kemari? Aku tunggu loh] Pesan itu telah dibaca Arya kemudian di atas kalimat itu sebuah video menunjukkan Lucy yang sedang bermain di rekam oleh seseorang. "Lucy? Dia beneran ngirim video, loh. Eh? Tunggu ini beneran Lucy? Ya ampun aku kira foto waktu itu cuma ngambil di internet, aduh malu banget aku malah kirim artis Korea!" Arya melihat video yang memiliki durasi kurang lebih dua menit itu dan di akhir video Lucy menyapanya yang membuat Arya seketika tersanjung. "Ya ampun ya ampun ya ampun! Ini beneran Lucy! Kok bisa aku ketemu sama cewek secantik ini? AAAAAAA kehidupan aku kenapa sangat beruntung!" Arya terlihat bahagia sampai ia berguling-guling ke sana kemari karena ia begitu senang melihat Lucy. "Bentar aku balas dulu deh." [Wah pantainya bagus banget, ya? Aku jadi pengen banget ke sana] "Kalo aku balas gitu kira-kira normal gak, ya? Apa terlihat basa-basi banget? Ya ampun aku beneran gak nyangka bisa ketemu cewek kayak Lucy," ucap Arya memeluk handphonenya. Setelah pulang sekolah Lucy dan Rio pergi ke pantai untuk berfoto dan mengenang masa kecil mereka, di sana juga Lucy membuat video untuk Arya yang nantinya akan Arya lihat. "Buruan Rio pantainya lagi bersih banget, ayo fotoin aku." Lucy berlari melepas sepatunya, ia masih memakai seragam olahraga sekolah tetapi, Lucy membasahinya sekarang sampai bentuk tubuhnya tercetak sempurna. "Kebiasaan si Lucy, kenapa dia harus basah-basahan pake seragam sekolah? Bentuk tubuhnya beneran kebentuk itu, aduh aku kasih handuk dulu deh," ucap Rio menyimpan kamera kemudian membawakan Lucy handuk. Mereka sudah duduk di bawah pohon kelapa di hamparan pasir putih, Lucy pun telah terselimuti oleh handuk yang menutupi perutnya walaupun sebenarnya Lucy masih menggunakan seragamnya. "Kamu khawatir, ya? Kenapa kamu ngasih handuk?" tanya Lucy yang duduk disampingnya. "Kamu sadar gak, sih? Kamu itu udah gede. Kamu bukan anak kecil lagi. Kamu kalo mau basah-basahan harusnya tau kostum dong, tadi bentuk tubuh kamu beneran kebentuk, loh." Rio nampak sedikit kesal kemudian meminum air kelapa yang sebelumnya ia pesan di warung. "Ih kebiasaan kamu Rio pasti mikir yang aneh-aneh, ya? Padahal aku biasa aja, loh," ucap Lucy tersenyum. Saat mereka sedang berbincang kemudian handphone Rio berdering. Seseorang menghubungi dirinya yang ternyata adalah adiknya yang sekarang sekolah di Jakarta dan tinggal bersama tantenya. "Vito? Bentar Vito nelpon, nih," ucap Rio mengangkat telepon itu kemudian ia letakkan di pipinya. "Vito? Bukannya Vito tinggal di Jakarta? Wah aku mau ngomong sama dia dong, aku mau nanya dia sekolah di mana." Lucy nampaknya sangat antusias dengan telepon yang di terima Rio. "Sebentar kita video call aja, ya." Vito adalah adik Rio yang merupakan anak kedua dari keluarganya. Vito anak yang cukup cerdas saat SMP bahkan ia pernah mengikuti olimpiade sains Nasional yang diikuti seluruh sekolah se-Indonesia walaupun dia berada di posisi ke dua puluh. Bakatnya yang cemerlang di bidang ilmu pengetahuan satu itu mengantarkan ia sekolah di internasional boarding school yaitu tempat yang Arya duduki saat ini. "Kakak! Ya ampun gak kerasa udah enam bulan lebih aku gak ketemu kak Rio, eh ada kak Lucy juga? Halo kak apa kabar?" Vito nampak bahagia karena bisa menghubungi kakaknya walaupun saat ini hanya berkomunikasi lewat telepon genggam menggunakan vitur video call. Rio menjauhkan handphonenya agar Lucy bisa tersorot kamera depan. Mereka kemudian banyak mengobrol sampai akhirnya Lucy hampir keceplosan menanyakan Arya. Sampai saat ini sebenarnya Lucy belum memberitahu Rio jika ia bermain aplikasi chat online dan bertemu laki-laki bernama Arya yang selama ini menemani Lucy di dalam chat. "Halo Vito, aku baik-baik aja. Kamu gimana kabarnya? Sehat? Oh iya katanya kamu dapet beasiswa sekolah di Jakarta, ya? Di mana? Apa kamu kenal." Belum sempat Lucy meneruskan perkataannya kemudian ia menutup mulutnya. "Eh kenapa? Kamu mau tanya apa?" tanya Rio. "Eh enggak ini kayak ada yang masuk ke mulut aku," sanggah Lucy mencoba mengalihkan perhatian. "Oh." "Ya ampun hampir aja aku keceplosan, Rio kan belum tau." Lucy menepuk-nepuk kepalanya sembari menjauh sedikit dari Rio sementara Rio masih memegang handphonenya dan berkomunikasi dengan Vito. "Aku sekolah di internasional boarding school, kak. Ini tempat orang-orang kaya menuntut ilmu, seneng banget aku bisa dapet beasiswa di sekolah ini," ucap Vito nampak bahagia di dalam layar handphone itu. Mendengar nama sekolah yang disebutkan Vito kemudian Lucy benar-benar teringat pada Arya dan Langsung membelalakkan matanya. "Itu kan ma sekolah tempat Arya belajar? Apa tempat yang mereka tempati itu satu gedung yang sama?" gumam Lucy merasa jika nama sekolah yang Vito sebutkan mirip dengan nama sekolah yang Arya tempati, ditambah lagi ia mengatakan itu adalah sekolah orang-orang kaya. "Yaudah kamu baik-baik di sana Vito, kakak doain semoga bisa berguna buat keluarga, ya? Apa masih ada yang mau kamu bicarain?" tanya Rio sebelum ia menutup sambungan video itu. "Oh enggak, kak. Kakak baik-baik di sana, kak Lucy juga semoga kita bisa cepet ketemu, ya?" ucap Vito melambaikan tangannya. Sambungan video itu pun berakhir dan nampaknya Lucy masih penasaran dengan tempat Vito kini tinggal sehingga ia mencoba bertanya pada Rio. "Udahan?" tanya Lucy yang melihat Rio menaruh kembali handphonenya ke saku celana. "Iya, beruntung banget adekku, orang pinter enak, ya? Mau sekolah di mana aja bisa." Rio tersenyum ke arah Lucy. "Kamu juga pinter, kok." Lucy menatap Rio dengan tatapan polos. "Apaan? Pinter apaan?" tanya Rio memalingkan pandangannya ke arah pantai. "Pinter boong hahaha." Lucy tertawa yang membuat Rio memberikan ekspresi tersenyum. "Dasar hahaha kirain pinter apa." "Tapi adek kamu tinggal di mana, sih? Betah gak dia di sana?" Lucy menggigit bibir bawahnya sembari menaik-turunkan alisnya. "Aku gatau tapi kalo kamu liat dari ekspresinya barusan kira-kira dia betah gak?" tanya Rio. "Kayaknya betah, sih. Tapi adek kamu beneran sekolah di tempat itu? Itukan sekolah mahal, terus kemarin sempat masuk berita kalo sekolah itu menjuarai olimpiade sains, kan? Cewek lagi." Lucy memeluk kedua kakinya yang ia tekuk terlihat seperti seorang anak kecil yang sedang termenung. "Iya kamu bener, dia emang sekolah di sana kok," balas Rio tersenyum. Lucy tersenyum saat ia memikirkan apakah Vito mengenal Arya atau tidak, karena jika ia mengenalnya mungkin akan lebih menarik. "Kira-kira Vito kenal Arya gak, ya? Itu artinya Arya sekarang kelas tiga berarti Vito adik kelas Arya, dong? Hmmm menarik." Gumam Lucy. "Bagus deh." Lucy tersenyum. "Kamu kenapa senyum-senyum? Kamu mikirin apa?" tanya Rio yang melihat Lucy mulai beranjak dan pergi dari sana. "Engga hahaha, kejar aku Rio." Lucy tertawa lepas kemudian ia berlari menjauh dari Rio. "Mau kemana kamu? Tungguin, oy!" Rio mengejar Lucy sambil buru-buru menenteng tas gendongnya. Saat ini Arya sudah terlihat di tempat perjanjian, tidak terlalu rapi karena baju yang Arya punya hanya itu-itu saja. Arya mengenakan kaus putih celana jeans dan membawa beberapa buku pelajaran di dalam tas. Outfitnya biasa saja tapi jika mau dibandingkan dengan orang-orang itu sepertinya Arya yang lebih sederhana. Sudah hampir jam lima dan mereka masih belum berkumpul padahal jam tiga lima puluh tadi Arya sudah di tempat itu. "Mereka pada kemana, sih? Aku ampe nambah air putih saking lamanya, mana aku gak punya nomor mereka, lagi." Arya terus melihat layar handphonenya dan fokus pada menit yang tertera di sana. Jam empat lewat empat puluh satu menit tetapi, belum ada tanda-tanda teman-temannya di sana. "Ya ampun apa mereka inget? Kalo gak dikerjain sekarang gimana?" ucap Arya semakin gelisah. Tiba-tiba beberapa chat dari nomor baru, masuk ke handphonenya. Arya langsung melihat isi chat itu yang ternyata isinya informasi jika tidak bisa hadir ke sana karena ada urusan mendadak. "Nomor siapa, ni? Eh? Kenapa baru bilang sekarang!" ucap Arya emosi. Tak lama setelah itu ketika Arya ingin membalas chatnya tiba-tiba chat dari nomor baru lainnya juga masuk. Hal itu membuat Arya kesal dan menjambak rambutnya sendiri. "Ya ampun kenapa jadi begini? Terus gimana aku ngerjainnya? Dari dulu selalu kayak gini, pasti yang kerja satu orang padahal ini kan kerja kelompok!" Gumam Arya. Walaupun kesal tetapi Arya hanya membalas seperti pesan di bawah. [Oh gitu, ya? Hahaha yaudah santai aja nanti aku yang kerjain, kok] "Sial kenapa aku gak bisa marah sama mereka? Ya ampun jadi orang baik kadang selalu dimanfaatkan, ya?" ucap Arya menghela napasnya nampak lesu. Terdengar suara seseorang yang memanggilnya. "Hei? Ada masalah? Apa orang-orang itu gak mau kerja kelompok? Apa mereka ngasih kamu hadiah? Manfaatkan situasi ini, bodoh." Lelaki berkacamata itu menyeringai pada Arya. "Kamu siapa?" tanya Arya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN