8. Tidak Cocok

691 Kata
"Bangun! Gak usah males-malesan!" suara Keenan berseru keras di telinga Alice hingga terbangun. "Masak sana!" Keenan seperti mengusir Alice segera pergi dari kamarnya. Keenan muak dengan segala alasan yang Alice buat jika menyangkut tentang Alicia. "Baik mas. Aku masak dulu." *** "Ini rencana mama?" Keenan bertanya dengan raut tidak percaya, setelah Alice diusir sekarang adik itu kembali lagi? Vivi terpaksa mengangguk, percuma juga berbohong karena Keenan sudah mengetahuinya. "Mama melakukan ini agar kamu selalu bahagia, bukan takut dan sedih memikirkan Alicia," Vivi menjawabnya dengan lesu. Tak ada pilihan lain, hanya Alice yang bisa menggantikan posisi Alicia selain itu tidak mungkin karena kemiripan kakak-adik itu seratus persen identik. "Alice sudah bangun?" "Ma, tolong jangan sebut dan panggil nama itu meskipun dia bukanlah istriku," Keenan menekan setiap ucapannya dengan rasa amarah yang terpendam, kebenciannya terhadap remaja muda itu semakin bertambah. Pasti Alice hanya memanfaatkan keadaan ini sebagai keuntungannya sendiri. "Alice meminta uang berapa sampai dia mau melakukan ini?" Keenan bertanya lagi ingin mengetahui kepastiannya secara langsung dari Vivi. Kalau tidak jauh dari uang selain itu mungkin biaya kuliah Alice akan terjamin. Vivi tak bisa menjawabnya. Jika ia memberitahukan yang sebenarnya tentang uang jaminan 50 juta, Keenan akan kecewa kepadanya. "Makanan sudah siap. Ayo kita sarapan," Alice selesai menyiapkan semua makanan dari nasi, lauk, sayur, bahkan roti dan selai juga ada yang terakhir adalah dua minuman air putih atau s**u. "Apakah ini tidak asin lagi?" Arion pun mulai mengambil sayur sop itu setelah piringnya terisi dengan nasi yang masih panas. "Sedikit. Tapi lumayan, perkembangan yang cukup baik. Bukan seperti kemarin itu," Arion menilai namun menunjukkan ketidaksukaannya pada Alice tetap sama. "Jangan pernah memakai baju mama ataupun menyentuh lemariku yang disana ada pakaian Alicia," Keenan pun memperingati hal ini pada Alice, gadis itu tidak boleh bermacam-macam menyentuh barang pribadinya karena itu memang bukanlah hak Alice. "Aku tau, biarlah pakaian ini saja yang aku gunakan setiap hari," Alice menyahut dengan nada pasrah dan menyerah, demi uang berobat untuk ibunya ia rela tidak cantik selayaknya perempuan dengan berganti pakaian yang bisa memperindah kecantikan. "Bagus, kalau kamu mengalah," Keenan berujar malas. Makan sarapan pagi kali ini kurang berselera, seharusnya yang memasak semua makanan ini adalah istrinya namun takdir justru mempermainkannya untuk kedua kalinya. 'Aku rela melakukan ini demi ibu agar bisa sembuh dan pulih. Kakak gak tau selama ibu sakit, beliau selalu minta di temani setiap malam. Aku yang selama ini merawat ibu dengan baik. Tapi balasan kakak justru mementingkan pernikahan karena harta bukan atas nama cinta,' batin Alice dalam hatinya, menjadi yang kedua bukanlah keinginannya meskipun ia tidak mencintai Keenan hanya saja setiap kali dekat dengan laki-laki itu hatinya berdegup kencang seperti aliran listrik yang mendefinisikan makna jatuh cinta pertama sebagai sinyalnya. "Aku berangkat dulu yah, ma. Males disini," Keenan berpamitan, berangkat kerja lebih awal sangat baik daripada harus melihat Alice. "Hati-hati ya Keenan. Mobil nomor satu, khusus di siapkan untukmu," ujar Vivi. Setiap Keenan bepergian, berganti mobil beberapa kali adalah kebiasaan anaknya, entah itu karena bosan atau kurang cocok dengan mesin dan warnanya. Dan sekarang Alice tidak tahu harus melakukan aktifitas apa, yang biasanya di pagi hari berangkat kuliah justru sekarang harus berdiam diri di rumah mertua dan mengurusi Keenan, tentu hal ini membuat Alice tidak siap itulah mengapa alasannya enggan menikah di usia muda kalau kesiapan saja belum ada. "Kenapa? Bingung ya mau ngapain?" tanya Arion membuat Alice masih diam tak ingin menjawabnya. "Cuci semua piring ini yang bersih, sapu halaman rumah, bersihkan kamar Keenan yang berantakan, jangan lupa selalu cek sumber air agar kita semua bisa mandi nanti sore. Kalau macet, jangan harap masuk ke dalam rumah karena penjaga disana akan mengusirmu," Arion memberikan banyak tugas rumah tangga pada Alice dan sebelumnya ia telah menyuruh penjaga rumah atau bodyguard untuk selalu mengawasi gerak-gerik Alice sampai gadis itu mengerjakannya dengan benar. "Baik ayah. Aku pasti akan menyelesaikan semua itu," ujar Alice menyanggupi permintaan Arion. Vivi sebenarnya merasa keberatan karena tidak mungkin Alice mengerjakan itu seorang diri, namun kesungguhan gadis itu membuat hatinya lega. Alice tidak menolaknya. *** Keenan mencari satu berkasnya yang tidak ada. Bahkan tas yang ia bawa pun sudah di cek dengan benar meneliti semua isinya namun tetap nihil, berkas itu tidak ada. Keenan berpikir sejenak. "Apa ketinggalan di rumah ya?" hatinya mulai gelisah, meminta bantuan pada siapa kali ini? Jarak yang begitu jauh tidak memungkinkan dirinya kembali pulang, memakan waktu banyak dan meeting-nya akan batal hari ini juga. "Permisi Tuan Keenan," suara lembut seorang perempuan itu memasuki ruangannya. "Masuk!" Keenan berseru emosi, sudah tidak minat lagi memandang wajah cantik sekretaris pribadinya itu. Hal yang tidak pernah diketahui oleh Alicia adalah, Keenan juga menyukai Almeera. "Tuan Keenan meeting sebentar lagi akan dimulai. Apakah anda sudah siap? Bagaimana dengan rencana proyek kita Tuan?" Almeera bertanya dengan sopan. Tapi emosi Keenan mereda mendengar suara lembut Almeera bagaikan pasir putih di tepi pantai. Langkahnya mendekati Almeera, menghirup parfum favoritnya, sampai terbuai sebentar namun pikirannya memaksanya untuk sadar. Ada cinta yang harus dijaga, Alicia tetaplah berada di hatinya tak bisa tergantikan oleh wanita manapun. Almeera hanya diam, tak berani bersuara apalagi bertanya mengapa Keenan bisa mendekatinya tanpa alasan. "Berkas yang aku bawa sekarang tertinggal di rumah. Apa yang harus aku lakukan? Itu penting untuk bahan materi meeting kita hari ini." "Bukannya Tuan Keenan punya istri ya sekarang? Suruh dia saja membawa berkasnya kesini. Agar bisa mempersingkat waktu," usul Almeera dengan ide cemerlangnya, entah Keenan setuju atau tidak ia hanya bisa membantu masalah kecil ini. Selama bertahun-tahun juga, hanya ia yang mampu mendampingi Keenan jika ada kendala seperti ini. Keenan melupakan satu hal ini. Alice, perempuan itu akan berguna di situasi seperti ini. Keenan menghubungi Alice, lama tak di angkat sampai panggilan kedua suara kelelahan itu menyapa telinganya. Ada apa dengan Alice sampai nafasnya tidak teratur? Mencemaskannya? Keenan menggeleng, bukan saatnya itu tidak berguna! "Ambilkan berkas yang ada di kamarku. Tepatnya laci meja." "Buat apa Mas? Aku masih menyapu halaman rumah, daun-daun disini banyak. Kalau-" "SEKARANG ALICE! JANGAN MENOLAK!" sahut Keenan emosi. Almeera sampai terlonjak kaget melihat bos-nya itu marah kepada istrinya. 'Tuan Keenan kalau marah serem juga ya? Gimana sama istrinya nanti? Kasihan sekali dia, nasibnya tidak beruntung. Pernikahan yang kurang bahagia,' batin Almeera kasihan. Setaunya istri Keenan itu wanita baik, keduanya saling mencintai namun hari ini berbeda Keenan memarahi istrinya sendiri. Alice pun meninggalkan pekerjaannya. Meletakkan selang air dan mematikan kerannya, tanpa menggulungnya lebih dulu Alice hanya meletakkan selang air sembarangan. Tak peduli nanti ia dimarahi, yang terpenting berkas Keenan harus sampai di kantor secepatnya. *** Alice akhirnya sampai di perusahaan terbesar yang bergerak di bidang teknologi itu. Langkahnya memasuki kantor namun seorang satpam menahannya. "Maaf, ada keperluan apa anda disini? Siapa?" satpam itu menelisik tampilannya seolah menilai kelayakan yang di terapkan oleh kantor. Oh, Alice baru menyadarinya jika ia masih menggunakan daster lusuh yang kusut. Karena tidak ganti, mungkin aroma asam akan tercium. Dengan terbata Alice menjawabnya. "A-aku mencari mas Keenan. Berkasnya ketinggalan, aku diminta kemari untuk menemuinya." "Begitu ya? Ok, silahkan." Akhirnya di perbolehkan masuk juga, Alice bingung harus mencari Keenan dimana. Ruangan yang luas dan banyak karyawan berlalu-lalang membuatnya bingung. Kehadiran Alice tentu menarik perhatian para karyawan yang ada, mereka sedikit terkejut. "Itu siapa? Apakah pengemis yang meminta sumbangan?" Alice mendengar itu, tentu saja rasanya sakit di anggap sebagai pengemis katanya? Benar, pakaiannya adalah identitas dirinya sekarang menunjukkan siapa dirinya yang bukan nyonya Keenan. "Dengar-dengar itu istri bos Keenan." "Cantik juga, tapi kuno." Alice menyerah, tak ada pilihan lagi selain bertanya pada mereka. Mungkin tau dimana Keenan sekarang. Alice menghampiri karyawati seksi dengan bibir merah merona seperti pewarna makanan, make-up bold tebal itu membuatnya berpenampilan angkuh. "Apakah kamu tau mas Keenan sekarang dimana? Aku harus mengantarkan berkas ini secepatnya karena penting," Alice berucap cepat sekali tarikan nafas, tak ada waktu lagi. "Mas Keenan? Hei! Panggil dia bos Keenan! Apa kau ingin cari mati huh!" Bukannya mendapatkan jawaban baik, Alice di bentak oleh perempuan itu. Apakah ada yang salah? Keenan sekarang memang suaminya tapi- "KENAPA DIAM? AYO PANGGIL BOS KEENAN!" Alice terperanjat kaget. "Bos Keenan," sedikit gemetar ia menjawab sesuai perintah. "Jangan kasar dengan dia, lihatlah sebentar lagi menangis." "Dasar cengeng." "Itu istrinya bos Keenan. Kalian jangan mencampurinya!" "Istri darimana? Dia kan pengemis, tidak cocok bersanding dengan CEO muda seperti bos kita." Ya, tidak pantas. Alice mengerti, tapi ini lebih baik dirinya yang menerima celaan semua itu daripada kakaknya. Bagaimana perasaannya nanti? Sudahlah, yang terpenting ialah yang di caci habis-habisan asalkan kakaknya tidak merasakan sakit hati yang mendalam karena perbandingan status. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN