Bab 5 : Selalu begini

1165 Kata
Farrel duduk di kursi depan halaman rumah sakit. Ia sedang berusaha menghubungi seseorang namun tak ada jawaban. Di sisi lain Harsya duduk sendirian di koridor rumah sakit, ia mengetuk-ngetuk kan tangan di kursi tunggu. Saat di tempat kecelakaan tadi Farrel menghampiri Harsya, ia menarik tangannya kemudian berjalan menuju ambulan. "Sha Lo mau gak ikut gue ke rumah sakit." Harsya menatap Farrel " Kenapa gak telepon keluarganya aja." "Dari tadi gue udah telepon keluarganya, tapi gak diangkat," ujarnya. "yaudah ayo," jawanya kemudian ikut masuk ke dalam ambulan. Pintu terbuka, Harsya segera berdiri kemudian dokter keluar beserta perawat lainnya. "Gimana keadaannya dok?" tanya Harsya. "Anda siapa nya pasien?" Harsya berpikir sejenak "Saya teman dekatnya dok" dokter mengangguk "Pasien belum sadarkan diri, beliau terlalu banyak kehilangan darah, mohon beritahukan walinya untuk segera menghadap saya," ujar dokter lalu berjalan pergi. Farrel menyisir rambutnya kasar ia kesal dari tadi tak ada satupun keluarga Azam yang bisa dihubungi. ia melirik ke arah pintu rumah sakit, kemudian melihat Harsya keluar dari sana ia segera berlari menghampiri. "Gimana Azam?" tanya Farrel cemas. " Kata dokter dia belum sadar karena kehilangan banyak darah, dan katanya wali Azam harus segera menghadap dokter." Dritt.... dritt..... handphone Farrel bergetar, ia melihat nama yang tertera di layar handphone bertuliskan 'Senjata Azam' itu adalah ibu Azam .Ia segera mengangkat telepon tersebut. Setelah Farrel memberitahu kejadian dan keadaan Azam, orang tua Azam segera menuju rumah sakit. Orang tua Azam menghampiri Farrel yang tengah duduk di kursi tunggu bersama Harsya. "Rel dimana Azam?" tanya ibunya dengan ekspresi cemas. "Di IGD tan," ujarnya. ibunya mengangguk pelan "Terimakasih Rel, sudah mengantar Azam " ucap ayah Azam. "Tante dan om, tenang aja Azam pasti segera sadar," ucap Farrel. Mereka pamit dan segera pergi menuju IGD. Farrel mengantar pulang Harsya itung-itung berterimakasih pada Harsya karena sudah ikut membantu sahabat terdekatnya Azam. Ia berlagak seolah-olah tak tahu jalan rumah Harsya sehingga ia terus bertanya arah jalan. "Sampe sini aja Rel, gue masuk ke gang jadi mobil gak akan bisa masuk, pokoknya makasih banyak ya," kata Harsya. kemudian keluar mobil. "Kayaknya keadaan sekitar sini sepi, Lo jangan keluyuran malam." "Gak usah khawatir gue bisa jaga diri ko," jawabnya. "Siapa yang khawatir, gue cuma mengingatkan, Lo kan ceroboh." Harsya men decak kesal. "Gue balik," ucap Farrel. "hati-hati." Farrel mengangguk lalu pergi. Harsya sedang bersantai di tempat tidur dengan sebungkus coklat yang menemaninya. "Dia sangat tampan matanya besar, hidung nya mancung, bibirnya sangat tipis, dan rahang nya sangat tajam." "Tapi kenapa gue gak fall in love at first sight, gue merasa biasa aja padahal dia sangat tampan kaya lagi paket komplit." Harsya selalu merasa ia selalu jatuh cinta terhadap lelaki tampan, tapi kali ini hatinya tak merasakan apapun mungkin bener apa yang dikatakan Delia. Kelas hari ini telah selesai, Harsya dan circle nya sekarang berada di kantin kampus. "Sebentar lagi tahun baru guys, terus libur panjang, liburan bareng yu," ajak Delia. "Ide bagus," ucap Bunga semangat. "Gimana Sha ," tanya Dina. "Sorry banget gue gak bisa ikut, nyokap gue nyuruh gue pulang," ucap Harsya tidak enak, "Kalian aja ya, jangan sampe gak jadi karena gue gak ikut "Yaudah, Lo gapapa kan?" kata Bunga. "Gak lah, santai aja." jawab Harsya. Pukul 15 :30, Harsya keluar dari masjid setelah melaksanakan sholat. Kemudian berjalan melewati rumah yang sangat besar dan mewah berwarna putih . Harsya berbicara dalam hati " Beruntung banget, orang yang punya rumah besar dan mewah ini, sepertinya sampai mati pun ia tak akan bisa memiliki rumah seperti ini." terdengar suara gerbang rumah terbuka Harsya reflek menoleh ke belakang. Matanya melebar melihat seseorang yang keluar dari rumah bak istana itu. "Farrel!..." tanya Harsya. "Lo ngapain di sini." "Gue habis dari mesjid itu." Tunjuk Harsya. "Kenapa sholat di sana." "Gue baru pulang dari kampus, takut gak keburu sholat di rumah," ujarnya. Farrel mengerti. " Lo sendiri?" "Ini rumah gue, lebih tepatnya rumah bokap gue," ucap Farrel. "Ohh...." Harsya menjadi minder. Harsya sampai di kosan, ia masuk kemudian duduk di bawah tempat tidur lalu melamun. Ia masih tidak menyangka ternyata Farrel adalah orang yang sangat kaya awalnya Ia memang sudah menyangka bahwa Farrel orang berada terlihat dari pakaian dan mobil nya, tapi tidak menyangka sekaya itu, ia tiba-tiba tersenyum, " wah...hebat juga gue bisa deket sama sultan". Farrel berjalan menuju belakang rumahnya di sana terdapat kolam renang yang luas dan taman yang dihiasi banyak bunga mawar. Ibunya sangat menyukai bunga mawar terlebih mawar putih. Ia duduk di kursi dekat kolam, kemudian datang Iqbal menghampirinya. "Bang, kenapa ayah jadi jahat," tanya Iqbal. Farrel menatap Iqbal "Ayah sakit, jadi kamu harus maklum," ujarnya. " Aku mau ikut ibu, aku takut ayah," lirihnya. Farrel menatap Iqbal sendu, ia kasihan dengan adiknya yang masih kecil harus menerima kenyataan ini. "Tidak ada cara melawan takdir, sekarang lebih baik kamu belajar dengan giat, bikin ayah bangga, biar hidup kamu aman." Iqbal mengangguk. Farrel berbaring di atas tempat tidur, lalu teringat omongan Iqbal yang membuat ia susah tidur. tuk....tuk... "Masuk," ucapnya. "Bang Lo di panggil kak Layla," kata Fatih "Ngapain." "Mana gue tau, lo samperin sana," ujarnya lalu menutup pintu. Farrel men decik mau apalagi lagi si dia pikirnya. Layla duduk di ruang tamu menunggu Farrel. "Ada apa?" tanya Farrel datar. "Kamu gak bisa, gak papa nanti kakak ngomong ke ayah." "Gak perlu, gue mampu," ujarnya. Layla memegang tangan Farrel. "Rek sekali lagi maafin kakak, ini juga bukan kemauan kakak, kamu tahu sendiri kan gimana ayah sekarang." Farrel diam tak menjawab, menepis tangan Layla lalu segera pergi meninggalkan Layla. Pagi ini cuaca sangat cerah matahari bersinar sangat terang awan-awan terkapar di langit biru begitu indah memanjakan mata. "Cerah banget hari ini," ujarnya. Harsya sedang menunggu bus di halte, ia membuka handphone nya, ternyata hari ini libur, sial ia tidak melihat kalender. kemudian memutuskan untuk pergi kembali ke kosan dengan berjalan kaki. Saat akan menyebrang Harsya di serempet motor, kemudian terjatuh ke aspal. Akh.... orang -orang yang ada di sana menghampirinya, ada juga yang berteriak ke pembawa motor yang kabur " woi... jangan kabur!....". seorang Wanita muda bertanya pada Harsya "kamu gak papa." Harsya memegang lututnya, " sepertinya kurang baik," ujarnya lalu tersenyum paksa. "Kamu sangat jujur, ayo saya antar ke rumah sakit." Tawarnya." Tidak usah, saya takut merepotkan," kata Harsya. " Tidak lah, Kamu terkena musibah, tentu saja saya harus menolong mu," ucapnya. Harsya tersenyum simpul lalu berdiri di bantu wanita itu. "Bagaimana kata dokter," tanya wanita itu pada Harsya. "Tidak ada yang serius, hanya lutut saya terluka lumayan besar," jelas Harsya. "Kamu harus rajin mengganti perban lalu memberikan obat pasti cepat sembuh," tuturnya. " Terimakasih kak sudah membatu saya sampai ke rumah sakit." Wanita itu mengangguk "Nama Kamu siapa?" Harsya menjawab "Harsya Alya Kadeejah, mahasiswa semester 1 anda sendiri?" wanita itu tersenyum " Saya Layla Hana Putri Kamil saya sudah lama lulus kuliah," katanya. "Jadi sepertinya saya harus memanggil ka Layla." Layla menjawab" Tentu saja." Wanita itu pamit pergi terlebih dahulu karena ada urusan, Harsya memilih diam sebentar di area rumah sakit. "Layla Hana Putri Kamil, ko nama akhirnya sama kaya Farrel?" pikirnya bingung. "Mungkin cuma kebetulan aja."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN