Bab 4 : kecelakaan

929 Kata
Farrel memarkirkan mobilnya di garasi, kemudian naik ke lantai atas. Dia melihat keluarga nya berkumpul di meja makan, dia menghampiri lalu duduk di sebelah kakaknya Layla. Layla Hana Putri Kamil adalah anak pertama di keluarga Kamil. Dia telah menikah dengan anak temen bisnis Ayidan, bernama Prastyo anugrah,namun sudah 3 tahun menikah masih belum dikaruniai anak. Dia merupakan anak kesayangan Ayidan sehingga ia satu satunya anak yang belum pernah Ayidan siksa. Itu yang Membuat Farrel benci Layla,karena ayahnya pilih kasih serta Layla yang terlalu nurut. "Dari mana kamu," tanya Layla. "Ada urusan," jawab Farrel datar. Ayidan melirik sekilas Farrel, lalu kembali makan. Fatih berdiri karena telah selesai makan "Duduk," titah Ayidan tegas. Fatih segera nurut ia tidak berani melawan ayahnya. "Farrel besok Kamu evaluasi biaya proyek untuk pembangunan perumahan," jelas Ayidan Farrel mengerutkan kening "Kenapa aku, itu kan tugas kak Layla?" "Layla akan cuti beberapa hari, agar dia fokus di rumah dan segera memberikan saya cucu, selama dia cuti kamu yang menggantikan" tuturnya. Layla menatap ayahnya dengan tatapan susah diartikan. "Itu pilihan terbaik untukmu," kata Ayidan Layla mengangguk, ia tak pernah sekalipun melawan perintah ayahnya, sehingga Ayidan sangat menyukai nya. "Tapi yah ak-" "Saya tidak menerima penolakan," "Kalo kamu menolak, besok persiapkan dirimu untuk menikahi Reta." Reta Anjani anak temen bisnis ayahnya yang ngebet ingin sekali menikah dengan Farrel namun Farrel selalu menolaknya. "Besok aku kirimkan" lirihnya. Ayidan menyeringai menatap Farrel, ia berdiri lalu pergi. Iqbal ikut pergi menuju kamarnya. "Bang baju lo udah gue balikin," ucap Fatih. "Rel, maaf ya gara-gara kakak kamu jadi," ucapan Layla terpotong. "Udah biasa kan, kalo Lo ada sesuatu pasti gue yang handle," ujarnya. "Rel...." "Udahlah gue cape, pengen istirahat." Farrel meninggalkan Layla sendiri di meja makan. Setetes air mata jatuh di pipi Layla, ia segera menghapusnya. Sudah tidak aneh Farrel bersikap dingin terhadap nya, namun kali ini dia merasa sangat bersalah pada Farrel. Hari Minggu adalah hari yang paling ditunggu oleh semua orang. Hari dimana kita bisa istirahat dari lelahnya kerja, ataupun belajar. Namun tidak untuk Harsya, ia harus tetap semangat bekerja di hari Minggu. Saat ini toko bunga agak sepi, Harsya berjalan keluar toko mencari udara segar. Tiba-tiba ia merasa sangat haus, jadinya menutup sebentar toko lalu pergi ke supermarket. Harsya mengambil 2 minuman kemudian menuju kasir, saat berbalik ia tak sengaja bertubrukan dengan lelaki tinggi, dan ternyata Farrel. "Farrel!..." ucap Harsya. "Lo..., lagi cari apa," ujarnya "ini minuman haus banget soalnya." "ohh...." "Gue duluan ya." kemudian pergi. Farrel segera mengambil sesuatu yang ia butuhkan lalu menyusul Harsya. Farrel berdiri di samping Harsya, lalu meletakkan barang nya di meja kasir. "Totalnya 16.000 ," kata kasir Ketika Harsya akan membayar, tiba-tiba di serobot oleh Farrel. "Dari sini aja, sekali sama ini." Farrel menunjuk barangnya. Kasir melirik Harsya, "Ga usah rel,"ujarnya. "Nih cepat ambil," Farrel menyodorkan kartu ATM. kasir segera menerimanya. Harsya pun berterimakasih kepada Farrel karena telah meng traktir nya. Farrel mengajak Harsya duduk sebentar di depan supermarket namun Harsya menolak ia berkata kalau dirinya sedang bekerja menjaga toko bunga tidak baik ditinggalkan terlalu lama, akhirnya Farrel ikut ke tempat toko bunga. "Sampai," ucap Harsya "Lo pegawai baru?." Farrel sering membeli bunga di toko ini tapi belum pernah sekalipun melihat Harsya. "Enggak lumayan lama, tapi gue kerja setiap weekend doang, soalnya gue masih mahasiswa," tuturnya. "Jurusan apa?," "Manajemen." "Lo lahir tahun berapa?," "Ngapain nanya begituan," Harsya heran. "Jawab aja, susah amat." "21 Juli 2003," ujarnya. Masih sangat muda ternyata, pantas keras kepala pikir Farrel. Harsya mengajak Farrel ke dalam toko, siapa tau dia mau beli. "Rel kamu masih kuliah atau udah kerja?." Farrel menoleh "Kerja." "Kerja di mana," tanya Harsya penasaran. "Perusahaan kecil-kecilan," ujarnya. "Massa sih, gue gak percaya." "terserah." Harsya menatap Farrel kesal. Sudah dua jam Farrel berada di toko, Harsya heran kenapa dia tidak pergi juga. Dia gak punya kesibukan lain apa, pikir Harsya. Farrel berdiri lalu menghampiri Harsya, "Gue balik pasti Lo mikir kenapa gue gak balik-balik, iya kan?." Mata Harsya melebar, kenapa ia bisa tahu. "Enggak ko," tukas Harsya. Farrel tersenyum simpul "Azam yang nampar Lo, dapet musibah, jadi gue cabut dulu."Harsya menatap Farrel dalam "Musibah apa?" "Lo gak perlu tau," ucapnya lalu pergi. Harsya melamun, ia sangat penasaran apa terjadi dengan Azam ,apa jangan-jangan dia membunuh wanita itu terus masuk penjara, ia tidak bisa diam saja ia harus mengikuti Farrel. Akhirnya Harsya memberikan kunci toko kepada bu Rini, ia ijin untuk meninggalkan toko karena ada urusan mendesak. Harsya dalam perjalanan menuju bangunan terbengkalai, sepertinya itu markas mereka jadi ia menyimpulkan mereka mungkin ada di sana. Angkot yang ditumpangi berhenti agak lama sepertinya macet. Supir angkot bertanya kepada pejalan kaki. " Di depan ada apa bisa macet gini?" "Itu ada kecelakaan" sopir mengangguk-ngangguk " ohh, pantesan macet panjang". Harsya yang jiwa nya sangat kepo memutuskan untuk berhenti di sini saja. Ia berjalan menuju tempat kejadian tabrakan. Banyak sekali orang yang yang menonton bahkan ada yang sibuk merekam. Ia mendekat ke arah kerumunan ingin melihat korban kecelakaan. Matanya melebar saat melihat Azam terkapar tak sadarkan diri, tubuhnya penuh darah, di sisinya terlihat Farrel sedang sibuk menghubungi seseorang. Ada satu orang juga yang terkapar penuh darah namun masih sadar sepertinya mereka tabrakan. Terdengar suara sirine ambulan mendekat. Dua ambulan itu berhenti, lalu tiga orang keluar dari mobil membawa brancard. "Tolong bantu mengangkat korban," ucap petugas ambulan. Mereka yang ada di sana segera membantunya termasuk Farrel ia belum sadar Harsya berada di sana. Saat petugas mendorong brancard untuk memasukkan korban ke dalam mobil ambulan, Farrel tak sengaja melihat Harsya berdiri bersama kerumunan orang yang berada di sana. Harsya menatap Farrel dengan ekspresi cemas, ia ikut bersimpati atas kecelakaan yang terjadi pada Azam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN