Bab 7 : Hampir terungkap

986 Kata
"Beneran, kalo Lo mau jadi kakak ipar gue cepat daftar," ucap Bunga. "Lo juga belum pasti udah bikin daftar calon kakak ipar," ucap Delia lalu tertawa. Bunga menatap tajam. "Gimana kelanjutan kisah Lo sama lelaki misterius?" tanya Delia. "Iya Sha, gue juga penasaran" bunga menambahkan. "Gak ada apa-apa sumpah,"ucap Harsya. "Massa sih, kata Delia cowok misterius itu ganteng" ujar Dina. "Iya. cuma gue udah beberapa kali ketemu lagi gak merasakan apapun jadi gue anggap dia sebagai teman baru aja," jelas Harsya. "Temen apa temen." Ledek Bunga. "Terserah kalian deh." Harsya meminum es jeruk nya. Kelas selesai jam 14:00 Harsya menunggu bus di halte dekat kampus. Datang seorang perempuan duduk di sebelahnya, perempuan itu melirik Harsya dari atas hingga ke bawah, membuat Harsya risih. "Mba kenapa ya liat saya seperti itu?" tanya Harsya. "Terserah gue mata-mata gue," jawab perempuan. "Gak punya sopan santun," ucap Harsya kesal. "Lo kalau bicara jangan sembarang" kata perempuan itu nada tinggi. "Terserah gue mulut-mulut gue," ucap Harsya menirukannya gaya perempuan tadi. "Kurang ajar lo, Lo tau gak siapa gue ?" katanya menatap Harsya tajam. "Gak tau dan sorry gak mau tau." Harsya segera pergi malas meladeni orang sombong dan gila. "Woy jangan pergi Lo, awas aja kalo ketemu lagi gue kasih pelajaran." Teriak perempuan itu. "Benar-benar gila," ucap Harsya. Gara-gara perempuan gila itu ia harus berjalan menuju halte berikutnya, bilangnya Lo tau siapa gue kayak orang paling terkenal dan kaya raya massa naik bus pikir Harsya. "Harsya!..." teriak seseorang di seberang jalan, Harsya menoleh siapa yang memanggil. kemudian laki-laki itu datang menghampirinya. "Azam Lo udah baikan?" tanya Harsya sedikit terkejut dengan Azam yang sudah terlihat sehat. "Iya lumayan lah tinggal luka-luka ini aja belum kering" menunjuk luka di wajah dan lengannya, Harsya mengangguk perlahan. "Makasih ya lo udah bantu jaga gue di rumah sakit dan gue minta maaf atas kejadian waktu itu" " Lo tau dari mana?" tanya Harsya. "Farrel bilang ke gue, dia kan gak bisa masuk rumah sakit jadi minta tolong lo buat jagain gue." "ohh iya, sama-sama. gak papa ko gue juga udah lupa. Btw kenapa ya Farrel gak bisa masuk rumah sakit?" tanya Harsya penasaran, ia teringat waktu ia pingsan Farrel tidak masuk hanya menunggu di luar. "Dia trauma masuk rumah sakit semenjak nyokap nya meninggal," ucap Azam. Mata Harsya melebar, ternyata ibunya sudah meninggal Farrel pasti sakit hati banget. "Gue baru tahu ibu Farrel udah meninggal." "Lo mau pulang?" tanya Azam. Harsya mengangguk "Gimana kalo gue anterin?" tawar Azam. "Gak usah gue bisa pulang sendiri." Azam mengangguk perlahan "Kalo gitu lo hati-hati di jalan." Harsya tersenyum simpul. Farrel melirik jam tangannya menunjukkan pukul 21: 00 dia sangat sibuk akhir-akhir ini sampai lupa waktu. Saat pulang, keadaan rumah sudah sepi mungkin semua orang sudah tidur. Farrel berjalan ke arah dapur, membuka kulkas lalu mengambil kaleng minuman bersoda. Uhuk...uhuk... Farrel tersedak, kaget melihat Iqbal tiba-tiba ada dibelakangnya. "Iqbal! kamu ngapain, belum tidur?" tanya Farrel. "Aku haus bang," ucapnya. Farrel menghela nafas lalu pergi. Iqbal memang selalu membuat Farrel jantungan. ia membuka setelah jas nya lalu berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri. setelah keluar ia melihat cermin "Pantes aja Harsya bilang wajah gue kusut dan berantakan" ujarnya. Pagi ini Semua keluarga berkumpul di meja makan, termasuk suami Layla yang juga hadir di sana,Farrel terlambat ia ketiduran. "Farrel! kamu lupa ini jadwal makan keluarga?" tegas Ayidan. "Maaf yah Farrel ketiduran," jawab Farrel. "Dasar tidak disiplin waktu." Layla mencoba menenangkan suasana "Udah yah, masa pagi-pagi udah ribut.". Ayidan menghela nafas. "Rel kamu udah tinjau pembangunan perumahan?" tanya Prasetyo. "Hari ini, aku cek bang." Prastyo mengangguk "Kalo begitu kita barengan aja rel, Abang juga mau pergi ke mall edelweis ada sesuatu yang harus di kerjakan." Farrel mengangguk setuju. Setelah pergi melihat pembangunan perumahan, Farrel melajukan kembali mobilnya menuju kantor. Dritt...dritt... handphone nya bergetar, ia melihatnya. "Apa Shan?" tanya Farrel. "Rel, Lo bisa ke markas sekarang." "Emang nya ada apa, gue lagi sibuk kalo gak penting gue gak bisa" "polisi kayaknya uda mulai curiga dengan tempat ini" "Yang bener Lo!" ucapnya cemas. "Iya rel tadi gue dan yang lain liat polisi mengintai dari sebrang jalan" "Gue ke sana sekarang" ucapnya lalu mematikan telepon dan segera Manarik gas dengan kecepatan tinggi menuju bangunan terbengkalai. Farrel sampai di Bangunan terbengkalai ia menutup pintu mobilnya kasar lalu berjalan dengan tergesa-gesa masuk ke dalam. "Rel!..." kata Azam cemas. Farrel menghampiri mereka duduk di kursi sebelah Ziyad. "Gimana ini!" keluh Hanif. "Kita harus pindah jangan kumpul lagi disini" ucap Djaki. "Gak semudah itu," jawab Farrel. Azam melirik Farrel "Itu obat-obatan di dalam kita pindahin ke mna rel? gue bingung." Hanif menggaruk kepalanya kasar "Gue gak bisa menjauh dari barang-barang itu." ziyad pun ikut panik "Gue lebih takut ketahuan, terus masuk penjara nama bokap gue bakal tercoreng, terus saham nya menurun," lirihnya frustasi. "Lo tenang dulu bisa gak! gue lagi mikir," sentak Farrel kesal. Suasana menjadi sepi mereka semua berpikir keras mencari jalan keluar. "Lo mau kemana?" tanya Ihsan melihat Hanif berjalan menuju kamar tempat penyimpanan obat-obatan terlarang. "Gue udah gak bisa tahan lagi" Ziyad segera mengikuti Hanif. Ihsan menggeleng pelan, hanya Ihsan yang wajahnya tidak panik sekarang karena ia tak pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang. "Kita harus segera cari orang buat buang semua obat-obatan itu, dan tempat ini akan di steril kan sehingga polisi gak bisa mendapatkan bukti apapun." jelas Farrel."Rel lo gak bisa buang obat-obatan gitu aja, gue, ziyad, Hanif,Djaki gak bisa hidup tanpa itu," sanggah Azam. "Lo semua harus berubah, kita gak bisa hidup seperti ini terus, cepat ataupun lambat pasti akan ketahuan. Jadi lebih baik kita berhenti sekarang," ucap Farrel. "Lo enteng banget ngomong gitu apa lo gak merasa tersiksa tanpa obat-obatan itu" emosi Azam. "Lo bilang gue gak merasa tersiksa?" Farrel menatap Azam tajam. "Gue tersiksa bang*t" sentak Farrel lalu melayangkan satu tonjokan di wajah Azam. Azam yang mendapat serangan mendadak langsung terjatuh di lantai. Ihsan segera menahan Farrel yang akan menghajar Azam kembali"Udah Rel, Lo jangan emosi." Djaki menghampiri Azam."zam Lo juga harus tenang."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN