"Keadaannya yang seperti pasti menimbulkan tanya bagi mereka."
***
"Kakak bener enggak mau aku anter pulang aja? Aku enggak enak banget nih kak. Muka kakak babak belur karna aku," ucap Hanif yang masih menunggu gojek pesanannya. Padahal dia ingin mengantar Criszya tapi gadis itu kekeh untuk pulang sendiri.
"Udah kamu pulang aja ini aku tungguin sampai kamu dijemput abang gojek," ucap Criszya sambil tertawa. Walaupun, wajahnya agak kaku saat dibuat tertawa.
"Ih, Kak aku jadi ngerasa enggak enak beneran loh sana Kakak. Kakak kayak gini 'kan gara-gara aku. Kalau aja tadi Kakak enggak bantuin aku pasti bukan kakak yang babak belur."
"Kalau kakak cuma lihat kamu tadi terus diemin gitu malah yang ada kakak yang kepikiran Dan merasa bersalah. Lagian ada yang butuh bantuan ya aku bantuin. Ini juga enggak papa kok tadi juga butuh seminggu nanti hilang kamu enggak usah khawatir yang pennting kamu enggak papa," jelas Criszya lagi. Hanif tetap saja merasa tidak enak.
"Udah, Nif kamu enggak usah pikirin aku. Kamu pulang terus istirahat besok 'kan kamu sekolah," ucap Criszya mengelus kepala Hanif. Setelah mengucapkan hal tersebut lalu gojek pesanan Criszya pun berhenti di depan mereka.
"Atas nama Cris ... Crisza?" tanya gojek tersebut. Nama yang diucapkan gojek tersebut salah ucap tapi, Criszya tidak heran banyak orang yang selalu salah dalam pelafalan namanya.
"Iya, Pak Criszya."
"Oh maaf saya salah berarti. Ini arahnya ke tanjung sari?" tanya bapak gojek tersebut.
"Iya bener 'kan, Nif?" tanya Criszya lagi memastikan bahwa pesanannya tidak salah.
"Iya bener kak."
"Yaudah udah sampe juga gih naik buruan pulang," ucap Criszya. Dia juga ingin segera pulang tapi dia harus memastikan Hanif pulang lebih dulu.
"Tapi kakak beneran enggak papa sendiri? Aku bisa anter Kakak pulang ke rumah nanti aku minta kakakku jemput."
"Gausah, Nif. Rumah aku itu deket dari sini jadi kamu enggak usah khawatir. Udah buruan naik," ucap Criszya lalu sedikit mendorong Hanif untuk segera naik.
"Jadi yang mau pergi adiknya? Saya kira tadi Mbaknya."
"Enggak, Pak. Tadi saya hanya mesenin saja. Yaudah antar adik ini sampai rumahnya ya, Pak. Pastiin dia sampai dengan selamat habis itu bapak saya kasih bintang Lima. Oiya satu lagi saya udah bayar non cash ya, Pak," ucap Criszya lagi.
"Kak kenapa dibayar non cash juga. Biar Hanif aja yang bayar kak."
"Udah enggak papa lagian lagi ada promo juga kok."
"Mbak tapi—"
"Ah udah, Pak. Bapak anter adik ini sampai rumah ya. Saya juga mau pulang soalnya keburu kesorean. Anter dia sampai rumah dengan selamat loh, Pak. Kalau kenapa-kenapa nanti saya kasih bintang satu loh," ucap Cris langsung memotong kata-kata bapaknya tersebut.
"Yaudah deh, Dek ini helmnya dipakai ya," ucap Bapaknya tersebut. Hanif pun mengambil helm tersebut dari tangan bapaknya. Kemudian memakainya.
Setelah itu mereka berangkat, "Kak kakak pulangnya hati-hati ya. Assalamualaikum," ucap Hanif. Mendengar Hanif mengucapkan Salam rasanya hatinya berbeda. Dia pun langsung menjawabnya, "Walaikumsalam."
"Berangkat ya neng?"
"Iya, Pak. Hati-hati loh bawa anak gadis ini," goda Cris.
"Ih kakak...." Criszya hanya tertawa sedangkan bapak gojek tersebut pun menjawab, "Iya siap...." Pada akhirnya Hanif pun pulang menggunakan gojek. Criszya bohong kalau rumahnya sudah dekat. Kini gantian dirinya yang memesan gojek. Namun, saat dia hendak memesan mobil berhenti di depannya.
"Cris...." panggil orang tersebut dengan kaca jendela yang terbuka. Cris yang sedang fokus dengan ponselnya pun lantas menengok ke depan.
"Papa...." jawab Cris saat melihat orang yang memanggilnya adalah Papanya sendiri.
"Kamu ngapain di sini? Muka kamu kok. Ahhh ... masuk dulu buruan." Cris pun yang tahu itu Papanya langsung masuk ke dalam mobil.
"Papa kok lewat sini tumben? Ini kan bukan arah pulang dari kantor Papa?" tanya Cris kepada Papanya.
"Muka kamu kenapa babak belur kayak gitu. Kamu habis berantem?" tanya Papanya balik. Bukannya menjawab pertanyaan Cris tapi Papanya malah balik nanya keadaan Cris. Ya Cris juga sadar orang tua mana yang tidak akan bertanya jika wajah anaknya babak belur gini.
"Papa aku kan nanya Papa duluan kenapa Papa malah balik nanya."
"Criszya...." Mau tidak mau Cris menarik napasnya tapi keberuntungan langsung ada dipihaknya. Ada suara klakson dari belakang sehingga mau tidak mau Papa Cris pun menjalankan mobilnya.
"Papa enggak mau tahu, Cris. Sampai rumah kamu harus jelasin semuanya kenapa bisa muka kamu babak belur. Kamu itu cewe jangan bilang kamu berantem. Papa enggak pernah ajarin kamu kayak gitu." Papanya mengomeli Cris selama menyetir.
"Iya, Pa," jawab Cris dengan lesu. Dia mau saja menjelaskannya cuma tadinya dia tidak mau membuat keluarganya khawatir. Selama ini jika terjadi sesuatu dengan dirinya pasti keluarganya akan heboh. Wajar saja dia anak satu-satunya Dan jika terjadi sesuatu pasti akan sangat dicari tahu sampai detail.
***
Akhirnya mereka sampai rumah. Papanya sudah memakirkan mobilnya. Tapi, Cris masih enggan turun. Mamanya pasti akan melakukan hal yang sama seperti Papanya tadi untung saja Papanya tadi tidak bertanya lagi.
"Ayo turun kamu mau sampai kapan di sini?" tanya Papanya kepada dirinya yang tak kunjung bersiap turun.
"Pa bisa enggak aku langsung ke kamar dulu. Capek banget besok pasti aku jelasin kok," ucap Crisyza lagi. Memang tadinya dia pulang agar segera masuk kamar tapi malah ketemu dengan Papanya di jalan.
"Gak. Kamu harus jelasin lagian emang kamu enggak mau obatin itu."
"Tadi udah diobatin sama Dokter kok."
"Udah ayo turun dulu."
"Aaaaa ... Papa ayo dong bantuin Cris biar Cris bisa istirahat dulu hari ini. Mama pasti heboh lihat ini. Ayolah, Pa bantuin Cris."
"Gak."
"Tuhkan Papa enggak sayang sama Cris. Papa gitu. Cris gamau ngomong sama Papa." Cris pun menyedekapkan tangannya di d**a. Lalu, membuang mukanya ke arah lain tanpa menengok ke arah Papanya.
"Criszya buruan kamu ceritain." Crisya tetap saja diam tanpa menengok ke Papanya.
"Criszya...." Crisya tetap tidak menengok. Dia akan mengambek benar-benar dengan Papanya.
"Yaudah. Kali ini kamu boleh langsung istirahat. Papa yang bakal ngalihin Mama kamu dulu. Setelah ada telepon dari Papa artinya Mama aman kamu buruan masuk ke kamar. Nanti selanjutnya biar Papa yang urus," ucap Papanya. Mendengar itu jelas Cris merasa tenang. Dia pun akhirnya langsung menengok ke arah Papanya Dan memeluk Papanya. Padahal, tadi dia hanya pura-pura marah. Tapi, dia tahu Papanya memang tidak akan tega kalau dirinya mendiamkannya. Papanya hanya menggelengkan kepala saja melihat tingkah anak semata wayangnya.