Chelsea memutar-mutar sendok di piringinya, tatapannya kosong. Pikirannya dipenuhi dengan sosok Angga. Kepingan masa lalu diputar secara terus-menerus di benaknya, bagai memutar film lama tak berwarna. Rasanya, baru kemarin semuanya terjadi. Dirinya mengejar Angga mati-matian, anehnya kini ia yang menolak lelaki itu. Chelsea meraba bibirnya, membayangkan ciuman mereka kemarin. Jantungnya berpacu kencang, namun pedih menjalar perlahan, membuat dadanya begitu sesak. Setelah sekian tahun, mengapa mereka harus bertemu lagi dengan cara sepert ini? “Non ... nggak mau makan? Masakan Bibi nggak enak, kah?” Chelsea tersadar dari lamunan. Ia menoleh ke arah Bi Lisa, tersenyum kikuk, dan menggeleng. “Bukan begitu, Bi.” “Lagi ada masalah?” wanita tua itu menatapnya meneliti. Chelsea menelan ludah