Bab 4 : Ancaman

1803 Kata
"Ini kamu juga yang buat, El?" Elysa tersenyum simpul saat mendengar pertanyaan Ares. Wanita itu mengangguk pelan dengan wajah yang bersinar. "Maaf ya Mas, kalau nggak seenak beli di restoran," ujarnya. "Nggak, El! Ini justru enak banget. Lebih enak dari beli di restoran." "Iya, El. Baru pertama kalinya loh, aku makan pie daging seenak ini." Elysa terlihat senang mendengar pujian dari Ares dan Nadine. Wanita itu tersenyum tulus pada Nadine. "Kata Bibi, Kak Nadine suka pie daging. Karena saya bisa bikinnya, makanya saya buat untuk Kak Nadine." Mata Nadine berbinar-binar mendengarnya. "Oh ya... Astaga, kamu baik banget, El. Makasih ya!" ujarnya bahagia. Elysa mengangguk kecil. Matanya menatap Nadine lama. Melihat senyuman Nadine membuatnya sedikit merindukan seseorang. "Sayang, Elysa baik banget ya?" kata Nadine pada Ares. Ares mengangguk setuju. "Makasih ya, El. Kamu udah jagain Nathan dan masak buat Nadine," kata pria itu ramah. "Nadine jarang-jarang loh, makan sebanyak ini!" lanjutnya sambil melirik pie daging di piring yang tersisa beberapa, hampir habis oleh istrinya. "Iya, El. Kamu jadi repot-repot buatin aku pie daging buat aku. Makasih banget ya," timpal Nadine. Elysa mengangguk pelan. "Bukan apa-apa kok, Kak. Saya nggak repot sama sekali." "Ya repotlah, El. Bikin makanan gini kan susah. Kamu mau-maunya repot buat bikin Nadine seneng," kata Ares. "Saya juga seneng kalo liat Kak Nadine seneng. Kak Nadine ngingetin saya sama Kakak saya." Elysa tersenyum tulus pada Nadine. "Oh iya, kamu kan punya kakak cewek ya, El?" Elysa mengangguk pelan. "Iya, Mas." "Oh ya? Kok kamu tau, Sayang?" "Elysa yang cerita sama aku," kata Ares sambil menikmati makanannya. "Kakaknya seumuran kamu loh, Sayang..." Nadine tampak tertarik mendengarnya. "Dia cantik juga kayak kamu nggak, El?" Elysa tersenyum kecil mendengarnya. Namun Ares segera menanggapi, "kayaknya cantik juga deh, Sayang. Dia masih belum punya pacar kan, El?" Elysa menggeleng sebagai jawaban. Dan Nadine langsung terlihat bersemangat. "Ya udah kalo gitu jodohin aja sama Bang Adrian! Pasti Bang Adrian mau!" "Gue nggak suka cewek murahan!" Adrian yang sejak tadi mencuri dengar dari jauh mendadak muncul dan menyahuti perkataan Nadine. "Bang!" Ares dan Nadine berucap serentak dengan wajah marah. Namun bukannya takut, Adrian justru tampak santai. Pria itu mengambil segelas air putih dan meminumnya tanpa menoleh sedikitpun pada Elysa. "Elo bisa nggak sih Bang, ngomong yang bagus dikit sama Elysa?" kata Nadine geram. Adrian mengangguk. "Bisa," katanya lalu mendongak menatap Nadine. "Kalo dia udah minggat dari sini!" lanjutnya sambil menunjuk Elysa dengan dagunya. "Bang Adri!" Ares melotot tak terima. Pria itu menahan amarah melihat wajah Adrian yang tampak tanpa rasa bersalah sama sekali. Dia ingin mengamuk pada abangnya itu. Namun Ares tak punya keberanian. Jadi dia hanya berusaha menenangkan Elysa. "Jangan diambil hati ya, El. Bang Adrian cuma asal ngomong. Dia juga suka gitu kalo di kantor. Makanya pegawai jarang ada yang betah kerja di perusahaan kita." Elysa menarik kedua sudut bibirnya, tersenyum pada Ares yang menatapnya dengan perasaan tak enak. "Gapapa kok, Mas. Saya maklum," katanya berujar lirih sambil menatap Adrian. Adrian pun balas menatapnya. Pria itu terheran melihat sorot mata Elysa yang seolah tidak tersakiti sama sekali. Wanita itu tampak santai dan tenang. Berbeda dengan dirinya yang selalu ingin marah ketika melihat Elysa. Menurut Adrian, sikap Elysa tampak aneh. Ketika melihatnya wanita itu justru seperti... Entahlah, Adrian tidak bisa menjabarkannya. Cukup lama Adrian saling bertatapan dengan Elysa. Sampai kemudian wanita itu memutusnya dengan sebuah kedipan genit kepada Adrian dan membuat Adrian berjengit jengah. Elysa lalu tersenyum kecil dan mendekati Adrian, menyodokan beberapa pie daging di piring untuk Adrian. "Pak Adrian coba juga, ya. Ini saya loh yang buat." Adrian diam tak bergeming. Sorot matanya menakuti Elysa. Namun gadis itu meresponnya dengan biasa saja. Padahal di kantor, jika Adrian sudah mengeluarkan tatapan mautnya, semua orang akan mundur teratur. Namun gadis ini justru mendekati Adrian dengan berani. "Pak Adrian mau gue suapin?" tawarnya sambil tersenyum. Adrian menatapnya dalam. Tiba-tiba saja pria itu ingin memberi pelajaran pada suster keponakannya yang berani itu. Dengan senyuman miringnya, Adrian mengangguk pelan. Sehingga Elysa pun melangkah maju, semakin dekat dengannya. Lalu menyuapkan pie daging pada pria itu. Adrian menurut, memakannya dengan cepat. Sehingga membuat senyuman Elysa mengembang. Begitu pula dengan Ares dan Nadine yang tampak senang. "Enak kan, Bang Adri?" kata Nadine. Adrian mengangguk pelan. Bibirnya yang sibuk mengecap pie masih sempat menyeringai pada Elysa. "Lumayan lah, Nad. Cukup enak untuk makanan yang dibikin mantan cewek panggilan," katanya sadis. "Dulu tamu Lo di rumah bordil juga Lo suguhin makanan gini nggak, El?" lanjutnya tak memberikan Elysa kesempatan untuk terkejut. "Bang!" Nadine berteriak mengagetkan semua orang. Bahkan Nathan sampai takut karenanya. Bocah itu langsung berlari memeluk Elysa. Elysa yang sigap langsung merangkul punggung anak itu. "Lo keterlaluan banget sih! Omongan Lo itu bener-bener di luar batas!" "Emang gitu kok kenyataannya. Kalian nggak tau aja kehidupan dia sebelum disini!" kata Adrian membantah. "Bang, cukup!" Ares tidak tinggal diam. Pria itu menentang keras kata-kata Adrian. "Gue rasa elo udah di luar batas, Bang. Ucapan Lo kali ini nggak bisa gue maklumin. Gue tau elo emang suka main cewek di luar sana. Tapi itu bukan berarti elo bisa memperlakukan semua cewek sama, Bang!" Pria itu berkata dengan mata mendelik tajam. Adrian sampai kaget karena dia tidak pernah melihat adiknya seperti itu. Ares adalah sosok yang pendiam dan kalem. Dia sangat lembut terutama jika berhadapan dengan wanita. Dan itulah yang membuat Nadine tergila-gila padanya. "Tolong jangan samain Elysa sama cewek-cewek lo di luar! Gue yang bawa Elysa kesini. Elysa tanggung jawab gue. Dan siapapun yang berani bersikap kasar sama Elysa, akan berhadapan sama gue!" kata Ares menekankan. "Lo inget, Bang! Elo juga punya adik cewek. Kalo seandainya gue diperlakukan kayak gitu sama orang, gimana perasaan elo?" sahut Nadine. "Elo sama dia itu beda, Nad! Elo cewek baik-baik sedangkan dia-" "Saya permisi mau anter Nathan ke sekolah dulu, Bu Nadine," kata Elysa menyela ucapan Adrian. Wanita itu buru-buru menggendong Nathan dan membawa tas Nathan yang bergambar jerapah menjauh dengan buru-buru. Bahkan dia tidak sempat berpamitan pada Ares. Adrian menatap kedua adiknya yang terlihat begitu marah padanya. Pria itu pun mendengus keras. Lalu melempar tisu yang dia pakai untuk mengelap sisa makanan di bibirnya. "Terserah kalian! Jangan sampai cewek yang kalian bela mati-matian ini nanti buat masalah di rumah!" ujarnya sambil menatap punggung Elysa dengan marah. Kemudian pria itu meninggalkan Ares dan Nadine untuk naik ke atas. *** Elysa melambai pada Nathan yang sedang bermain ayunan dengan beberapa temannya di sekolah. Wanita itu tersenyum ketika memandang wajah cerah bocah laki-laki itu. Elysa sangat suka dengan senyuman Nathan yang dia rasa mirip sekali dengan Ares. Sepertinya benar yang dibilang Nadine. Nathan itu ibarat replika Ares kecil. Dia bandel dan suka bikin ribut. Terbukti dengan sikapnya saat ini ketika menjahili teman yang duduk di ayunan agar pergi dan dia bisa menggantikan tempatnya. "Mana Nathan?" Elysa terjingkat, hampir menjatuhkan botol minum Nathan ke tanah saking kagetnya karena tiba-tiba seseorang berdiri di sampingnya. "Mas Ares?" Ares tersenyum padanya. "Kamu udah makan siang belum, El?" tanyanya dengan nada lembut. Elysa menggeleng pelan. "Belum, Mas. Nanti aja di rumah." "Nathan udah waktunya pulang kan sekarang?" balas Ares sembari melihat jam tangannya. "Kok kalian masih disini?" "Udah sih, Mas. Tapi Nathan masih seneng main. Jadi saya tungguin dulu aja. Kasian anaknya juga masih pengen sama temen-temennya." Ares mengangguk kecil. Senyumnya mengembang ketika melihat putranya yang berlarian di taman bermain. "Mas Ares kok tumben kesini? Nggak kerja, Mas?" tanya Elysa. Ares menoleh pada wanita itu lalu tersenyum simpul. "Kerja, sih. Cuma ini tadi abis meeting di luar. Kebetulan lewat. Jadi sekalian aja mampir." Elysa mengangguk paham. Ares menghela nafas panjang sebelum mulai berbicara, "aku minta maaf soal ucapan Bang Adrian tadi ya, El. Dia emang keterlaluan banget. Nggak pantes banget omongannya sama kamu tadi pagi," katanya penuh sesal. Sudut bibir Elysa melengkung sempurna. Wanita itu menatap Ares yang sungguh-sungguh bersedih. "Saya maklum kok, Mas. Jangan kuatir. Saya orangnya nggak gampang sakit hati kok, Mas. Dari awal Bu Nadine juga udah jelasin karakter Pak Adrian. Jadi saya udah nebelin kuping buat jaga-jaga," katanya kemudian terkekeh. "Tapi harusnya nggak gitu juga, El." "Gapapa, Mas. Saya beneran gapapa, kok. Mas Ares sama Kak Nadine nggak perlu ngerasa nggak enak sama saya." Ares mendesah pelan kemudian mengangguk. "Tapi kamu nggak akan berhenti jadi susternya Nathan kan, El? Jangan minta berhenti ya?" Elysa tertawa pelan. "Nggak lah, Mas. Masa cuma karena itu saya mau berhenti kerja. Lagian kan saya udah tanda tangan kontrak selama setahun penuh, Mas. Kalo saya minta berhenti sendiri, saya bayar denda, dong!" guraunya. "Seandainya kamu minta berhenti juga aku nggak akan denda kok, El. Aku nggak setega itu," balas Ares sambil tersenyum. "Lagian Nathan udah nempel banget sama kamu. Dia kayaknya udah sayang banget sama kamu tuh, sama kayak kamu sayang sama dia. Masa iya aku tega denda orang yang sayang sama anakku." "Emang Mas Ares tau kalau saya sang sama Nathan dari mana?" Ares mengendik pelan. "Anak kecil kan juga tau siapa yang sayang sama mereka. Jadi kalau Nathan ngerasa nyaman dan sayang sama kamu udah pasti karena kamu sayang dia juga," katanya. Ucapan Ares membuat Elysa terkagum. Pria ini berbeda jauh dengan Adrian. Ares memang berhati lembut dan sangat baik. Caranya melihat seseorang pun sangat berbeda dengan Adrian. Nadine sungguh beruntung mendapatkan suami seperti Ares. "Daddy!!" Teriakan Nathan dari kejauhan membuat Ares dan Elysa menoleh bersamaan. Ares langsung berdiri dan menyambut sang putra ke pelukannya. Elysa tersenyum lebar melihat sosok Nathan yang kini tengah bercerita seru di pelukan ayahnya. Sungguh ayah dan anak yang sempurna. Lagi-lagi dia memuji keberuntungan Nadine karena memiliki keluarga seperti mereka. "El!" "Ya, Mas?" "Aku anter pulang yuk! Sekalian aku mau ambil berkas yang ketinggalan di rumah!" Elysa mengangguk paham kemudian mengikuti langkah Ares sembari mendengarkan obrolan Ares dan Nathan dengan senang hati. *** Elysa membuka pintu kamarnya perlahan sembari meregangkan lengannya yang lumayan tegang. Dia sangat lelah setelah menggendong Nathan dari mobil ke kamarnya. Awalnya Ares yang akan menggendongnya. Namun karena Nathan merengek dan ingin digendong Elysa, tentu wanita itu tidak dapat menolak. Badannya yang lelah membuat Elysa berniat untuk masuk ke kamar mandi. Sepertinya berendam air hangat adalah ide terbaik untuk saat ini. Jadi dengan cepat Elysa meletakkan ponselnya di atas meja rias, lalu berjalan ke arah lemari untuk mengambil jubah mandi. Wanita itu segera mengganti seragam susternya dengan jubah berwarna putih tersebut. Elysa berjalan melewati cermin, hendak masuk ke kamar mandi. Namun ketika dirinya menangkap bayangan tidak biasa dari cermin yang dilewatinya, wanita itu menjerit tertahan. Sontak saja wanita itu berbalik. Matanya melotot ketika melihat sosok tidak asing di kamarnya. Elysa mendelik pada Adrian yang tengah berbaring nyaman, bersandar di tempat tidurnya. "P-Pak Adrian?" ujarnya kaku. "Pak Adrian ngapain disini?" tanyanya setengah menjerit. Wanita itu mundur perlahan ketika Adrian bangkit dari ranjang dan berjalan dengan langkah ringan mendekatinya. Matanya waspada, Elysa memegangi bagian depan jubah mandinya dengan erat ketika melihat tatapan Adrian yang menyorot jubah mandinya. Elysa menahan nafasnya, berusaha sekuat tenaga mengepalkan tangannya ketika melihat Adrian sebagai sebuah ancaman.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN