Elysa menatap Adrian yang kini berjalan mendekatinya. Mata pria itu masih tertuju pada simpul jubah mandi Elysa. Seringai liciknya membuat Elysa gugup. Wanita itu berjalan mundur ke belakang sangat pelan dengan perasaan was-was.
Langkah besar Adrian membuat pria itu cepat sampai di depan Elysa. Elysa mengeratkan genggamannya pada jubah mandinya ketika melihat pandangan Adrian yang menggelap. Dia jelas tau jenis pandangan itu karena dulu dia sering melihatnya.
Raut wajah Adrian yang begitu serius membuat Elysa menggigil. Dalam hatinya dia begitu ketakutan. Namun gadis itu menutupinya dengan sempurna. Karena dia tau jika Adrian melihat hal itu, pria itu akan semakin mengintimidasinya.
"Lo mau apa?" Elysa berujar dingin meski dalam hatinya gugup setengah mati.
Adrian menyentuh simpul jubah mandi Elysa dengan wajah nakalnya. "Mau mandi ya?"
"Kenapa, mau bantuin?" kata Elysa dengan wajah menantang. Gadis itu mendengus tanpa sadar saat melihat seringai nakal Adrian.
Ya, pada akhirnya si serigala m***m itu menunjukkan taringnya. Elysa tau hal ini akan terjadi cepat atau lambat. Tapi yang Elysa tidak tau kenapa bisa secepat ini. Alangkah mudahnya meruntuhkan kesombongan pria itu.
Padahal sebelumnya dia mati-matian menolak Elysa dan menghinanya habis-habisan. Tapi sekarang justru...
Elysa tersenyum bangga. Pesonanya memang tidak pernah gagal menaklukkan para pria. Semua pria dari yang muda yang sampai yang tua tidak akan mampu menolaknya. Namun rupanya gadis itu terlalu tinggi hati. Karena di detik berikutnya Adrian membuatnya ternganga.
Pria itu mendekati Elysa. Wajahnya hanya berjarak beberapa senti dari Elysa. Elysa bahkan bisa merasakan hembusan nafas pria itu di wajahnya. Adrian mendekatkan bibirnya ke telinga Elysa.
"In your dream," bisiknya sambil tersenyum licik. "Gue kalo mandiin cewek milih-milih, El..." lanjutnya yang membuat Elysa terbakar emosi.
Gadis itu dalam hatinya bersumpah akan membuat Adrian bertekuk lutut padanya apapun yang terjadi dan bagaimanapun caranya. Dia harus bisa membalas perbuatan pria itu. Lihat saja nanti, batin Elysa.
"Emang cewek yang Lo mau kayak gimana sih, Pak Adrian?" kata Elysa berpura-pura genit. Padahal dalam hatinya dia menyimpan dendam membara.
Adrian mengendikkan bahunya pelan. Pria itu berjalan ke arah sofa kecil di dekat pintu kamar Elysa lalu bersandar santai disana. "Bukan urusan lo," katanya.
"Yang kayak Kak Nadine ya?"
Kata-kata Elysa bak petir di siang bolong yang begitu mengagetkan Adrian. Pria itu sampai mendelik saking syoknya.
Elysa yang melihat itupun tertawa-tawa. Wanita itu melipat kedua tangannya di depan d**a dengan gaya sombongnya. "Jadi bener yang kayak Kak Nadine?" ledeknya.
Adrian terlihat sangat marah. Pria itu melompat dari sofa dengan cepat lalu menerjang Elysa, mencekik leher wanita itu dengan marah. "Tutup mulut Lo! Jangan berani-berani Lo sebut nama Nadine! Dia nggak ada hubungannya sama hal itu!"
Elysa bukannya takut, wanita itu justru tertawa geli melihat ekspresi marah Adrian. Dia sangat senang dengan kemarahan Adrian padanya. Jadi Elysa semakin bersemangat untuk menggodanya.
"Gue penasaran deh, gimana ya perasaan Mas Ares kalo tau elo ternyata cinta mati sama istrinya?"
"Kurang ajar, Lo!" ujar Adrian menggeram sembari mengeratkan cengkeraman tangannya di leher Elysa.
Elysa hampir kehabisan nafasnya. Namun dia tidak berusaha melawan. Dia membiarkan Adrian mencekiknya kuat. Saat udara dalam paru-parunya menipis, samar-samar wanita itu mendengar suara ketukan pintu kamarnya.
"Elysa! El! Kamu udah tidur ya?"
Suara Nadine bagai panggilan dari langit untuk Adrian. Pria itu seketika melepaskan cengkeramannya pada leher Elysa. Hal itu sontak membuat tubuh Elysa limbung.
Pria itu menangkap Elysa dengan cepat. Lengannya melingkar di pinggang wanita itu. Adrian mendekatkan bibirnya ke telinga Elysa dengan marah. "Jangan pernah coba buat nantang gue, El! Gue bukan lawan lo! Berani Lo ganggu Nadine atau Ares, gue bakal bikin hidup Lo lebih menderita dibanding saat Lo masih tinggal di rumah bordil," ancamnya sembari meraba tubuh bagian depan Elysa.
Kemudian pria itu mendorong Elysa dengan kasar ke arah pintu tanpa iba, menyuruh Elysa menjawab panggilan Nadine. Elysa yang masih berusaha menetralkan nafasnya tidak mampu melawannya.
Wanita itu membuka kenop pintu dengan tangan yang masih gemetaran. "Kak Nadine," sapanya sambil berusaha tersenyum pada Nadine.
"Belum tidur kan, El?"
Elysa menggeleng pelan. "Belum, Kak. Ini baru mau mandi," jawabnya dengan suara lirih.
Nadine mengangguk paham. "Oh iya, Bang Adrian udah nemuin kamu?" kata Nadine yang membuat Elysa mengerutkan keningnya.
"Tadi aku udah suruh Bang Adrian buat minta maaf sama kamu. Kamu udah ketemu sama dia, kan?"
Elysa menoleh ke arah Adrian yang berdiri di belakang pintu. Kemudian tersenyum licik pada pria itu. Rupanya Adrian datang kesana atas permintaan Nadine.
Ya, jadi pria itu benar-benar mencintai adik iparnya. Elysa tau itu dengan benar. Jika Adrian tidak memiliki perasaan pada Nadine, pria itu tidak akan mau bersusah payah mengantar Nadine pulang dari kantor lalu kembali lagi ke kantor karena tidak mau wanita itu naik taksi sendirian.
Sementara Nadine bilang Adrian sedang sangat sibuk di kantor. Dan lagi, seorang Adrian tidak akan semudah itu tunduk pada seorang wanita dengan permintaannya yang mustahil yaitu berdamai apalagi meminta maaf pada musuhnya.
"El?"
Elysa seketika tersadar. Buru-buru dia mengangguk pada Nadine. "Udah, Kak. Barusan," katanya pelan. Ya, Adrian memang sudah menemuinya. Tapi bukan untuk meminta maaf seperti kata Nadine. Sebaliknya, pria itu berniat untuk membunuhnya.
Nadine tersenyum pada Elysa. Wanita itu menyentuh bahu Elysa dengan sangat lembut. "Aku mohon maaf buat kelakuan Bang Adrian selama ini ya, El. Maaf kalau selama kerja disini kamu ngerasa nggak nyaman karena Abang Iparku itu."
"Gapapa kok, Kak. Lagian aku tau kalau sebenernya Pak Adrian itu orangnya baik," kata Elysa sembari menyindir Adrian yang bersembunyi di balik pintu.
"Iya, El. Bang Adrian itu aslinya memang baik. Sayang orangnya rada kasar dan keras kepala," ujar Nadine setuju.
Elysa hampir saja terbahak mendengarnya. Namun gadis itu harus sekuat tenaga menahan tawanya karena tak sengaja melihat Adrian melotot penuh ancaman padanya.
"Ya udah, El. Kamu kalau mau istirahat silahkan aja. Nathan biar aku yang urus. Soalnya abis ini aku nggak balik ke kantor, kok."
Elysa mengangguk paham. "Oh iya, Kak. Aku kebetulan nanti mau ke supermarket buat belanja, Kak. Boleh nggak aku ajak Nathan!"
"Boleh dong. Eh... tapi apa kamu nggak repot kalau Nathan ikut. Nanti takutnya Anak itu buat masalah. Dia kan bandel banget, El!" kata Nadine.
Elysa menggeleng pelan. "Gapapa kok, Kak. Kan nanti Bang Adrian katanya mau ikut juga." Wanita itu tersenyum miring, melirik Adrian yang tampak sangat marah padanya. Dalam hatinya Elysa sangat senang karena saat ini dia memiliki senjata ampuh untuk melawan Adrian, Nadine. Ya, dia akan menggunakan Nadine untuk membalas perlakuan Adrian padanya.