11. I Will Protect You

1261 Kata
Embusan napas telah berulang kali terdengar menutupi suara mesin mobil yang terdengar halus. Cengkraman tangan mengencang di atas setir mobil. Bahkan sampai terdengar kertakan gigi dari antara bibir yang terkatup rapat. Pandangannya tajam menikam kehampaan di depannya. “Hai, Than.” Suara seorang gadis akhirnya mengambil alih semua perhatiannya. Jonathan mengerjap. Berusaha keras untuk memperbaiki mimik wajahnya. Sebisa mungkin pria itu memaksa senyum simpul di wajah. “Udah lama nunggunya?” tanya Selena. Ia memberikan sebuah kantung berbentuk persegi panjang dengan tali berwarna hitam menjadi tempat pegangan. Kantung tersebut berisi kotak makanan. Jonathan bergeming. “Ah, itu … aku baru, kok. Beberapa menit setelah mengirim SMS,” ucap pria itu. Selena mengangguk sekali. “Ini aku taruh mana? Mau di bawa dulu ke rumah kamu apa gimana?” Pikiran Jonathan masih terbayang-bayang oleh ucapan teman-temannya. Sehingga ia hanya bisa memandang Selena dalam diam. “Than!” Selena menggoyangkan tangan kirinya di depan wajah Jonathan, berusaha meminta perhatian lebih. Mulut Jonathan terbuka. “Oh, ehem!” Pria itu mencoba untuk fokus. Ditatapnya bungkusan yang berada di tangan Selena. “Itu apa?” tanya Jonathan. Selena mendesah panjang. Gadis itu memutar bola mata, malas. “Gimana, sih … kamu lupa? Aku kan janji mau bagiin rendang ke kamu.” Jonathan masih terlihat bingung. Dahinya mengerut tampak berpikir keras. Sejurus kemudian dia terkekeh kecil. Pria itu menunduk sekilas. Memanggil alam bawah sadarnya untuk mengembalikan kesadaran pada posisi penuh. Lantas, Jonathan mengangkat kepalanya. Sudut bibirnya makin terangkat. Kali ini, memberikan senyuman simpul. “Sorry,” kata Jonathan. Pria itu mengulum bibirnya kini. Memandang bungkusan di tangan Selena lalu bergantian menatap wajah gadis itu. “Umm … gimana, ya?” Jonathan memutar pandangannya ke belakang. Selena mengikuti tatapan Jo. “Mmm … gimana kalau kita ke rumah kamu dulu?” tanya Selena. Jonathan kembali membawa fokusnya kepada Selena. “Kamu yakin?” tanya Jo. Ia berlaih menatap jam pada layar audio. Sekadar memastikan jika ide Selena nantinya tak akan membuat dia terlambat bekerja. Walau sejujurnya Jonathan berharap kalau bisa hari ini Selena memang tidak akan bekerja. “Ya. Ini kan baru jam empat lebih lima belas menit. Nanti kamu bisa bawa rendang ini ke rumah kamu. Lagian kalau taruh di mobil takutnya kamu lupa, or – ini juga bakalan nimbulin bau di mobil kamu,” ujar Selena. Jonathan mengulum bibirnya. Lantas kepalanya mulai mengangguk lambat-lambat. Akhirnya Jonathan memutar tubuh pada posisi semula. “Oke deh,” kata pria itu. Dia bersiap mengisi kunci ke dalam kontak. Sekali lagi menatap Selena lalu berbalik, memandang lurus ke depan. Entah apa juga yang membuat jantung Jonathan tiba-tiba berdetak meningkat. Berkali-kali pria itu berdehem. Kegelisahan menyeruak meneror seisi alam semesta milik Jonathan – lagi. ‘Bagaimana ini, apa yang harus kukatakan? Tidak mungkin juga aku langsung bilang kalau Selena akan dijadikan bahan taruhan. Mungkin dia gak akan langsung percaya. Aku harus memikirkan cara terbaik,’ batin Jonathan. Mobilnya berbelok memasuki hunian mewah di Manhattan. Mobilnya terparkir pada salah satu bangunan megah yang berdiri kokoh dengan gerbang yang menjulang tinggi. Seorang pria menghampiri gerbang ketika Jonathan membunyikan klakson mobilnya. Lantas pria itu menurunkan jendela. Mengambil bungkusan dari tangan Selena lalu menyerahkannya kepada pria setengah baya yang menghampiri mobilnya. “Tolong simpan ini untukku,” kata Jonathan. “Baik, Tuan.” Dengan begitu Jonathan kembali menaikkan kaca mobil lantas segera melesatkan kendaraannya dari rumah mewah tersebut. “Woww ….” Selena bergumam. Pandangannya masih tertuju pada hunian yang baru saja mereka datangi. Jonathan memandangnya tepat saat Selena ikut memutar wajah. Mereka bertatapan sekilas sebelum Selena duduk pada posisi semula. “Rumah kamu besar banget, Than.” Jonathan tertawa kecil. “Sebenarnya itu dibeli ayahku dari bosnya. Mungkin harganya tidak semahal itu,” ujar Jonathan. Selena tak menjawab. Lebih memilih untuk mengulum bibir sambil menganggukkan kepala. “Oh ya,” kata Jonathan lagi. Jantungnya kembali bertalu dengan kencang. Pria itu berusaha memfokuskan pandangannya ke jalan sementara kedua tangan telah mengencang pada stir mobil. Bimbang, bagiamana mestinya harus berucap. “Kenapa, Than?” tanya Selena. Melihat raut wajah Jonathan membuat Selena sedikit penasaran. Terdengar decakan bibir dari Jonathan. Butuh keberanian lebih baginya untuk mengatakan semua ini dan semoga ia telah memilih kata-kata yang pas. “Gimana kalau kamu berhenti jadi barmaid?” Selena mengerutkan dahi. Ia kembali memandang Jonathan. “Memangnya kenapa?” Gadis itu malah balik bertanya membuat Jonathan melepaskan decakan kecewa. Lagi-lagi dia dituntut untuk memberikan penjelasan yang sebenarnya begitu sulit. “Gini, ummm … kamu jangan anggap aku berpikir macam-macam.” Jonathan menatap wajah Selena sekadar mengecek ekspresi gadis itu dan dia masih diam. “Aku akan membantumu mencari pekerjaan lain, maksduku-“ “Than,” sergah Selena. Dia menghela napas lalu membuangnya dengan cepat. Terlihat raut wajah Selena berubah. Wanita itu tersenyum sendu. “makasih ya, udah mau bantuin aku, tapi aku betah kok kerja di sana. Gak semua wanita yang bekerja di bar akan terlibat pekerjaan seperti … pelacur.” “Bukan itu maksud aku, Sel.” Jonathan menyergah dengan cepat. Ia kembali berdecak kesal. Alam bawah sadarnya merutuki pria itu. “Aku minta maaf,” kata Jonathan berusaha menatap Selana. “Aku gak tersinggung, kok. Aku tahu niat kamu baik. Kita orang Timur dan menjunjung tinggi moral, tapi aku juga sudah bekerja di beberapa tempat dan memang hanya di tempat itu aku diberikan keringanan. Manajernya mengizinkan aku bekerja sebagai barmaid dan tidak menuntutku untuk mengambil job tambahan – dalam artian – pasti kamu sudah tahu. Selain itu … gaji di sana juga cukup besar, jadi ….” Selena menundukkan kepalanya. Mulut Jonathan terbuka melepaskan desahan kecewa. “Sel, sumpah. Bukan itu maksud aku. Please, kamu jangan tersinggung, ya.” Selena mengangkat pandangan menatap Jonathan kini. Dia menggeleng. “Eh, aku gak tersinggung, kok. Beneran. Aku senang kamu perhatian juga sama aku. Aku senang punya teman orang Indonesia. Aku tahu maksud kamu. Santai aja, lah ….” Selena menepuk sebelah pundak Jonathan. Memastikan jika dirinya benar-benar tidak tersinggung oleh ucapan Jonathan. ‘Bukan itu maksud aku, Selena. Aku hanya tidak ingin kau bertemu mereka malam ini,’ batin Jonathan. “Umm … kalau malam ini, apa kamu gak bisa mangkir?” tanya Jonathan. Selena kembali mengulum bibir lantas dia menggeleng. “Kemarin, aku kena marah karena berbuat ceroboh. Mungkin aku akan dipecat kalau hari ini gak masuk,” tutur wanita itu. Selena semakin membuat Jonathan gelisah. “Gimana ya …,” gumam Jonathan. Selena mengerutkan dahi. “Memangnya kenapa, Than?” tanya Selena. Jonathan bergeming. “Ah itu, mmm … aku pengen ngajak kamu jalan-jalan malam ini.” Jonathan menyembunyikan tangannya. Menampar pahanya. Sialan dengan mulutnya. Pasti Selena akan menganggapnya memanfaatkan situasi. Namun, Selena justru tetawa kecil. “Nanti deh,” kata gadis itu. Jonathan memandang wanita di sampingnya sekali lagi. Bahkan berulang-ulang kali dia tidak akan pernah puas menatap Selena. Gadis itu memiliki senyuman yang benar-benar terlihat begitu manis. Selena adalah gadis cantik yang punya mata cokelat bulat. Pipi yang bulat, tetapi menggemaskan. Ditambah senyum yang terus ia perlihatkan. Sejujurnya Selena terlihat seksi. Apalagi suaranya yang … ah! Alam bawah sadar Jonathan melemparkan balok ke matanya membuat ia tersadar dan segera membawa pandangannya ke lalu lintas. “Next time, Nathan,” kata Selena. Jonathan tidak bisa berucap apa-apa lagi. Di satu sisi dia gugup dan di sisi lain dia berharap, entah harapan apa juga, dia masih mencari tahu. Namun, di sisi lain – yang paling mendominasi – kegelisahannya masih menyeruak. Rencana awalnya gagal. Dia tak bisa membujuk Selena untuk berhenti bekerja. ‘Aku harus memikirkan cara lain. Yang jelas, mereka tidak boleh menyakiti Selena. Tidak. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.’ Sekali lagi Jonathan menatap Selena dan keduanya tersenyum bersama.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN