12. Restless

1513 Kata
Jonathan tak bisa memikirkan apa pun. Ia hanya bisa mendesah panjang melihat Selena masuk ke dalam hotel tempat di mana gadis itu akan bekerja. Setelah memberikan kunci mobil kepada petugas valet, Jonathan memutuskan untuk masuk ke dalam hotel. Bukan untuk pergi ke ruang VVIP tempat biasanya ia selalu menunggu teman-temannya, akan tetapi Jonathan lebih memilih untuk pergi ke bar. Masih terlalu pagi. Namun, Jonathan tak bisa menahan kegelisahannya lebih lama lagi. Sampai ke dalam kelab, Jonathan memilih tempat VVIP yang terletak di lantai dua. Pria Indonesia itu memilih tempat duduk yang langsung mengadah ke pintu masuk lantai satu. Lewat tempat ini, dia bisa melihat satu per satu tamu yang masuk. “Permisi, Sir,” panggil seorang gadis. Jonathan mendongak. “Kau mau minum apa?” tanya gadis itu. “Tequila,” kata Jonathan. “Shake,” tambahnya. Si gadis barmaid mengangguk. “Ada lagi, Sir?” Jonathan menggeleng. Tatapannya fokus ke arah pintu. Jonathan menaruh siku tangan kanan ke armrest lantas pria itu membawa ibu jari dan telunjuknya ke dagu. Kelopak matanya mengecil mengawasi pintu masuk. “Minuman, Anda Sir,” kata si gadis barmaid. Jonathan tak sekalipun menggubrisnya. Pandangan pria itu sibuk mengawasi pintu masuk lantai satu. Saat mendengar langkah kaki sang gadis, Jonathan tiba-tiba ingat sesuatu. Ia langsung memutar pandangannya. “Hei,” panggil Jo. Si gadis barmaid yang hendak meninggalkan tempat itu lantas menunda langkahnya. Ia berbalik menatap Jonathan. “Kau butuh sesuatu, Sir?” tanya gadis itu dengan memberikan senyum genit. “Di mana Selena?” tanya Jo. “Selena?” “Ya, Selena. Dia juga barmaid sepertimu. Jam berapa dia akan bertugas?” Sang gadis tampak bingung. Ia mengerutkan dahi. Terlihat berpikir, lantas sedetik kemudian ia mengangkat kedua bahu. Mulut gadis itu terbuka. Dengan dagunya yang terangkat, ia pun berucap, “Oh, mungkin dia masih di ruang ganti.” Terdengar desahan panjang dari mulut Jonathan. Pria itu membanting punggungnya ke sandaran. Seketika wajahnya terlihat begitu gelisah. Lewat sudut matanya, ia kembali memandang si gadis. “Jam berapa dia akan berada di dalam bar?” tanya Jo. Gadis di depannya kembali memberengut. Ia menggidikkan bahu untuk kedua kalinya dan kembali lagi gadis itu membuat Jonathan mendesah kecewa. Namun, sejurus kemudian terlihat sudut bibir sang gadis bergerak memberikan seringaian yang sayangnya tak sempat ditangkap Jonathan. “Sir,” panggil gadis itu. Tatapannya berubah. Jo meliriknya lewat ekor mata. “Kenapa harus menunggu dia, jika ada yang lebih siap darinya.” Sang gadis menutup kalimatnya dengan mengerlingkan mata sembari menggigit ujung bibirnya. Jonathan mendesah malas. Sembari memutar bola mata, pria itu melempar tangan kirinya tanda tak suka. Sikap yang ditunjukkan Jonathan tak serta merta menghilangkan niat sang gadis. Ia langsung melempar tubuhnya di samping Jonathan. Pria Indonesia itu mengertukan dahi lantas setengah keningnya terangkat. Dengan pandangan sinis, ia memandang gadis di sampingnya. “Sir,” panggil si gadis dan Jonathan terlalu malas menggubris. Gadis di sampingnya meletakan nampan di tangannya ke atas meja bundar kecil di depan lutut Jonathan. Dengan sengaja ia mengusap paha Jonathan membuat pria itu bertindak. Jo menepis tangan gadis itu sembari berdecak bibir. “Pergi,” kata Jo dengan nada sinis. Ia mendesah sembari menelengkan wajah ke samping. Salah satu yang membuat Jonathan malas ke bar ya adalah hal-hal seperti ini. Bukannya ia sok suci, tetapi Jonathan paling tidak suka diperlakukan seperti ini. Walaupun dia tahu negara seperti apa tempatnya berpijak saat ini, dan bukan salah si gadis juga. Ini sudah merupakan tugasnya. Namun, sekali lagi. Jonathan tidak memposisikan dirinya sama seperti lelaki hidung belang Amerika. “Ayolah, Sir, jangan menunggu gadis yang terlalu lama. Aku juga bisa memberikan service terbaik. Aku jamin kau akan keluar di mul-“ “Hei!” hardik Jonathan. Ia memberikan tatapan keras pada si gadis yang terus mengoceh membuat telinganya berdengung. Jonathan mendesah. Berdecak kesal dan terdengar ia menggeram di kerongkongan. ‘Tidak, Jo, jangan pernah bersuara besar pada wanita,’ batinnya. Jonathan kembali memberikan tatapan datar kepada si gadis yang masih memasang tatapan menggoda dan sejujurnya terlihat menjijikan di mata Jonathan. “Nona, aku mencari Selena bukan untuk memakainya. Aku bertanya karena dia temanku. Maaf, aku tidak tetarik dengan ….” Jo menunda ucapannya. Lebih tepatnya tidak berniat melanjutkan ucapannya. Pria itu memilih untuk memberikan isyarat lewat mata. Kemudian Jonathan mengedikkan kepalanya menyuruh gadis itu pergi. Sang gadis memberengut. Ia berdiri dengan kasar. “Dasar payah,” gumam gadis itu sambil memberikan tatapan tidak suka. Dan Jonathan makin tak peduli. Ia menggelengkan kepala ketika kembali membuang napas gusar. Jonathan menjulurkan tangan, meraih minuman di depannya. Sambil menyesap cairan bening di dalamnya, Jonathan membawa punggung kembali ke sandaran. Pria itu kembali menatap ke bawah. Tak berselang lama tiga orang pria dalam balutan pakaian kasual pun muncul dari pintu masuk. Jonathan melebarkan mata. Ia mencodongkan wajah lalu dengan cepat bersandar lagi ke belakang. Tidak dia tidak boleh sampai kelihatan. Dilihatnya Aaron sedang menggidikkan kepala menunjuk tempat duduk di lantai satu. Dua orang pria yang ikut bersamanya langsung berjalan ke lounge dekat lantai dansa. Seperti biasa Aaron akan memetik jarinya ke atas sebagai isyarat memanggil barmaid. Bola mata Jonathan melebar. Jantungnya mulai berdegup kencang memandang penuh teror pada jemari Aaron yang masih berada di atas kepalanya. Dalam hati, Jonathan memohon agar jangan sampai Selena yang pergi ke sana. Tanpa sadar Jonathan menarik tubuhnya untuk lebih mengamati situasi di bawah. “Oh, s**t ….” Jonathan mendesah panjang lalu kembali membanting tubuhnya ke belakang. Betapa senangnya ia saat melihat gadis lain yang ternyata menghampiri teman-temannya. “Semoga mereka tidak melihat Selena,” gumam Jonathan. *** Sudah setengah jam Jonathan mengawasi lantai satu dan masih tak ada tanda-tanda Selena di sana. Pria itu terlalu enggam memindahkan pandangannya, bahkan sekadar untuk mengerjap. Seolah-olah tengah mengintai musuh, Jonathan tak ingin lengah. Terlihat lipatan di dahi pria itu. Kelopak matanya mengecil hendak menajamkan tatapan. Dilihatnya Aaron tengah berbisik kepada Darren. Entah apa yang sedang mereka bicarakan. Yang jelas, gerak-gerik mereka terlalu mencurigakan dan semua itu membuat Jonathan khawatir. “Kumohon, kumohon, kumohon,” gumam Jonathan. Sejurus kemudian tampak Kim Seo Joon menyikut tangan Aaron lalu pandangan mereka tertuju pada sesuatu. Seolah telah mendapatkan firasat, Jonathan langsung bangkit dari tempat duduknya. Meraih besi pembatas balkon, Jonathan langsung melemparkan tatapannya ke bawah. Pria itu mengikuti arah tatapan mata teman-temannya. Manik hitamnya melebar ketika melihat Selena dalam balutan gaun ketat, perisis sama seperti kemarin. “s**t!” umpat Jonathan. Tanpa sadar ia sedang mengepalkan tangan. Pria itu menonjol besi di depannya. Seketika ia menjadi begitu frustasi. Jonathan kembali membawa atensinya kepada tiga orang pria yang sedang duduk di bawah. Terlihat mereka saling mendekat. Aaron sampai harus berdiri. Ia berpindah. Menaruh Darren di antara mereka lantas tiga orang itu kembali berunding. Sejujurnya hanya Seo Joon dan Aaron yang mencodongkan kepala mereka, sedangkan Darren … tatapannya tertuju pada …. “s**t!” Jonathan kembali memaki. Seketika alam bawah sadarnya mengirimkan firasat menakutkan. Entah mengapa juga ia harus begitu khwatir. Padahal Selena baru dikenalnya kemarin. Belum 24 jam. Namun, mengetahui rencana jahat teman-temannya kepada Selena membuat Jonathan begitu saja bertekad untuk melindungi Selena. Walaupun dia tahu tak ada kekuatan yang ia miliki untuk melindungi Selena. Well, Jonathan bukan siapa-siapa. Kekayaannya tak akan pernah sebanding dengan tiga temannya. Namun, dalam hatinya ia telah bertekad untuk melindungi Selena –bagaimana pun caranya. “Tak akan kubiarkan,” gumam Jonathan. Seakan-akan pria itu sudah tahu apa yang sedang dibisik-bisikkan teman-temannya. Tampak rahang Jonathan mengencang, sekencang pegangan tangannya pada besi penyanggah balkon. Matanya makin mengecil dan napasnya mulai terdengar berat. Jantungnya semakin memberikan pukulan yang kuat membuatnya makin gelisah. “No ….” Jonathan terus bergumam dan kali ini ia menggelengkan kepalanya. Sejurus kemudian ia melihat Aaron dan Seo Joon mengangguk lalu Darren ikut mengangguk. Dengan cepat Jonathan memindahkan tatapannya lagi. Dilihatnya Selena tengah tersenyum di depan meja bar. Kemudian pandangan Jonathan kembali berpindah ketika seorang pria yang bertugas sebagai bartender menghampiri Selena. Tampak pria itu membisikan sesuatu kepada Selena. Terlihat lipatan di dahi Selena lalu diikuti anggukkan kepala. Akhirnya, Selena tersenyum lalu mengacungkan ibu jarinya. Sejurus kemudian Selena memutar tubuh. Berjalan di samping meja bar memasuki lorong di belakang. “Hahhh … syukurlah,” gumam Jonathan. Pikir pria itu Selena telah selamat, akan tetapi ketika ia memalingkan wajah, dilihatnya Darren telah berdiri dari tempat duduknya. Tatapan Darren tertuju pada sebuah tempat dan semua itu membuat Jonathan dengan cepat memutar pandangannya lagi. “Tidak,” gumam Jonathan untuk kesekian kalinya. Dilihatnya Darren berjalan dengan cepat menghampiri tempat di mana Selena juga menghilang di sana. Oh ya Tuhan, ini tidak baik. Jonathan harus cepat bertindak. “s**t!” umpatnya. Pria itu langsung menarik kedua tangan yang sejak tadi mencengkram pagar lantai dua. Dengan pandangan penuh teror ia berlari menuruni anak tangga menuju lantai satu. “Tak akan kubiarkan,” gumam Jonathan. Ia menggeleng dan entah Jonathan sadar atau tidak, sekarang dia sedang mengepalkan kedua tangannya. Ada sesuatu dalam diri Jonathan yang membuatnya memiliki adrenalin. Entah pengaruh alkohol yang barusan disesapnya, hanya saja sekarang tengkuk Jonathan terasa panas. Diikuti debar-debar di d**a yang makin membuat rahangnya mengencang. Dalam pikirannya hanya ada Selen dan juga sahabatnya, Darren. “Akan kulakukan apa pun untuk melindungi gadis itu. Walaupun harus memukul kau, Darren.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN