Terbongkar tujuan Sakha

1004 Kata
Setelah kejadian itu, Shasapun pergi meninggalkan Sakha, ia lantas menghubungi Feya, "Iya Sha," "Lo dimana Fe?" tanya Shasa lirih. "Gue di tempat les, ini juga baru selesai, lo dimana? biar gue samperin?" sahut Feya dan mendengar suara sahabatnya begitu pelan, ia yakin bahwa Shasa sedang tidak baik-baik saja. "Gue di jalan, dekat halte biasa," "Ok, gue kesana ya?" balas Feya dan langsung menaikki sepeda motornya. Sesampainya Feya di temlat sahabatnya, ia melihat wajah Shasa yang begitu memprihatinkan. "Lo kenapa Sha? ada masalah lagi?" tanya Feya cemas. "Gue gak tau harus gimana lagi Fe, kehidupan gue bener-bener hancur. Bahkan sekarang gue nyaris gak punya apa-apa, tinggal rumah yang gue tempati doang," "Yang sabar ya Sha, entar kita cari jalan keluarnya bareng-bareng," "Iya thanks ya Fe," "Ya udah sekarang mendimg kita ke cafe om gue aja, disana lo bebas mau pesan apa aja, gue yang traktir deh," ajak Feya, membuat Shasa tak enak. "Gak usah deh Fe, gue gak mau ngerepotin lo," "Udah lo santai aja, gak usah sungkan gitu sama gue, kayak sama siapa aja sih," Dengan berat hati, Shasa menerima ajakan sahabatnya itu. Jujur, Shasa sangat sungkan kali ini, mungkin karena ekonomi keluarganya yang saat ini tengah merosot, membuat Shasa merasa minder dengan sahabatnya itu. Sesampainya si sebuah cafe, Feya dan juga Shasa memesan menu yang mereka inginkan, lantas Feya melihat panggung yang masih kosong dan hanya terdengar suara lantunan musik dari sebuah rekaman. "Entar ya Sha, gue kedalam dulu," "Lah, kok gitu Fe? gue gak mau ah, sendirian disini?" "Udah gak papa Sha, bentaran doang kok," Feya pergi, membuat Shasa terpaksa menikmati hidangannya sendiri. Tak lama berselang, Feyapun kembali dan duduk di tempatnya tadi bersama Shasa. "Lo bisa main gitar kan Sha?" tanya Feya dan Shasa mengangguk, "Lo bisa nyanyi juga kan?" lanjut Feya bertanya dan sekali lagi Shasa menjawabnya dengan anggukkan, sungguh ia tak mengerti dengan pertanyaan sahabatnya itu. "Lo mau kerja?" tanya Feya kembali. "Iya kalau gue bisa, gue mau banget Fe, tapi siapa yang mau nerima gue kerja, sementara gue aja masih sekolah, apa lagi gue bingung Fe, harus kerja apa." "Lo mau gak, kerja di cafe om gue ini?" "Kerja apaan Fe? waiters? trus cara gue bagi waktu sama sekolah gimana? pasti pake siftkan? kalau gue kerjanya setiap pulamg sekolah aja, kira-kira bisa gak ya Fe?" "Udah lo tenang aja, tadi gue udah ngomong sama om gue, katanya dia butuh penyanyi cafe, trus jam kerjanya juga gak lama-lama kok, dan pastinya gak akan ganggu sekolah lo, gimana, lo mau gak?" "Lo yakin Fe? lo tau sendirikan suara gue? entar om lo kecewa, lagi." "Lo gak usah merendah gitu kali, Sha. Gue cukup tau kemampuan lo, suara lo bagus kok, bagua banget malahan, jadi lo mau kan?" "Mau banget Fe, thanks banget ya? lo udah mau bantuin gue," "Iya, sama-sama Sha, kita kan sahabat, masalah lo, berarti masalh gue juga, sebisa mungkin gue pasti bakal bantuin lo cari jalan keluarnya," "Makasih banget Fe," ucap Shasa kembali dan memeluk sahabatnya itu, dan tak lama berselang, Shasapun di perkenalkan oleh omnya Feya. Ketiganya bersahabat sudah cukup lama, karena tempat tinggal mereka yang memang berada dalam satu komplek dan kebetulan juga mereka bersekolah dasar di tempat yang sama, walau Feya lebih muda dari Putri dan Shasa. Tapi, justru Feya lebih bersikap dewasa dari pada Putri yang sedikit telmi alias telat mikir. Namun, mereka mampu menutupi kekurangan masing-masing. Di sisi lain, tepatnya di sebuah studio yang biasa menjadi tempat tongkrongan Sakha bersama teman-temannya. Studio ini milik Febri yang merupakam salah satu teman Sakha. "Hai Kha, baru datang lo?" tanya Sandy yang merupakan satu-satunya temen wanita yang ada di geng Sakha, siapa sangka ia menaruh hati pada sahabatnya itu. Namun, sebisa mungkin Sandy menutupi rasanya, karena ia tak ingin merusak persahabatan mereka yang sudah terjalin sejak awal masuk SMA. "Iya biasalah, tadi gue ada urusan sebentar." jawab Sakha. "Oh ya bro, gimana sekolah baru lo?" tanya Bams alias bambang. "Ya gitulah, gak gimana-gimana sih," "Ya maksud kita-kita tuh, Shasa. Gimana, lo udah ketemu dia kan?" tanya Febri. "Ya gimana gue gak ketemu dia, orang dianya juga sekelas sama gue," "Oh iya bro, lo di cariin sama Boy, dia masih gak terima adiknya meninggal," sambung Bams. "Lah, apa urusannya adik dia sama gue, orang gue juga udah putus sama dia, lagian adiknya meninggal karna kecelakaan, kenapa harus gue yang di salahin, coba? sinting emang tu anak," "Ya semua juga udah pada jelasin kedia gitu Kha, tapi dia tetap aja gak terima, apa lagi pas dia tau lo pindah sekolah, parah deh tu emosi si Boy," "Lagian, semua bukti gak mengarah ke gue, apa dia tau selama ini adiknya menderita dan bahkan sakit, karna tinggal di keluarga mereka yang udah kayak beraka bagi Laura, gak kan? Gue juga putus sama Laura karna dia yang minta," "Lo serius Kha?" tanya Sandy tak percaya. "Ya seriuslah, emang sejak kapan gue pernah bohong sama kalian? gak pernah kan?" "Lo tau alasan kenapa Laura mutusin lo?" tanya Genta yang sedari tadi diam dan hanya mengamati. "Entar gue pasti bakal ceritain sama kalian semua kenapa Laura mutusin gue, yang jelas gue gak pernah nyakitin Laura, walau gue gak sepenuhnya sayang sama dia, setidaknya gue yang selalu ada buat dia, saat dia hancur." "Trus kenapa lo pindah?" tanya Sandy "Noh, coba lo tanya sama Febri, alasan gue pindah, karna ulahnya nih, gue kepaksa pindah deh," sahut Sakha, membuat Genta, Bams dan Sandy menatap penuh tanya pada Febri, berharap Febri mampu menjelaskan semuanya. "Mati deh gue," ucap Febri seraya menempelkan tangan pada keningnya. "Lo hutang penjelasan kekita bro," terdengar suara Genta nyaring di telinga Febri, bersama dengan tatapan tajam penuh penjelasan pada Febri, membuat Febri menutup kedua matanya dengan tangan. Sementara itu, Sakha yang melihatnya berusaha menahab tawa, melihat para sahabatnya memburu Febri yang kali ini bersalah, mau bagaimana lagi, Febripun menceritakan kejadian yang sebenarnya dan hal itu membuat ia harus menerima amukkan dari para sahabatnya. "Gitu ceritanya?" ucap Febri, sementara itu Genta, Sandy dan Bams sangat murka dengan apa yang Febri ceritakan dan tanpa mereka sadari, Sakha sudah berlalu pergi, meninggalkan markas mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN